22 December 2008

Menjadi muslim yang profesional dengan konsep tawazun

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari seorang muslim melakukan banyak hal mulai dari keluarga dan kehidupan sosial, sampai profesi dan pekerjaan. Dalam menjalani kehidupannya tersebut seorang muslim harus melakukannya secara proporsional dan seimbang. Proporsional dan seimbang ini bukan berarti melakukannya dengan porsi yang sama antara satu bagian dengan bagian yang lain, melainkan sesuai dengan proporsi dan prioritas. Di sinilah konsep tawazun menjadi penting dan perlu diangkat kembali ke permukaan.

Dalam Islam seorang muslim mempunyai kewajiban-kewajiban yang diembannya dalam seluruh aspek kehidupannya dan sesuai dengan minat dan potensi yang dimilikinya. Tidak semua muslim harus berprofesi sama (misalnya, harus menjadi guru) tetapi seorang muslim bebas menjalani profesi yang sesuai dengan kecenderungan, minat, dan potensi yang dimilikinya. Namun, sesuatu yang pasti adalah setiap muslim adalah seorang dai yang mengemban amanat untuk menyebarkan, mensyiarkan, dan memberikan teladan islam kepada orang lain, masyarakat, dan umat manusia. Dalam hal ini seorang dai bukanlah seorang dengan pakaian islami yang menyampaikan konsep islam di mimbar-mimbar saja, melainkan seorang dengan wawasan keislaman yang terbentuk dan terintegrasi baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang setiap kata-kata dan perbuatannya bermanfaat bagi orang lain dan alam sekitarnya.

Dengan predikat sebagai dai itulah seorang muslim bergaul, berinteraksi, menyatu, dan memberikan pandangannya dalam berbagai aspek kehidupan manusia dengan berbagai profesi yang dia miliki. Kekuatannya adalah sejauh mana dia dapat berinteraksi dengan masyarakat, menyampaikan, dan mewarnainya dengan nilai-nilai keislaman dalam bentuk kata-kata, perbuatan, dan aksi positif tanpa terpengaruh dan terjerumus dalam gaya hidup masyarakat di mana dia berinteraksi.

Di sinilah konsep tawazun menjadi konsep yang penting yang perlu dimiliki oleh setiap muslim plus (muslim yang mengemban amanah sebagai dai). Seorang muslim perlu memperhatikan setiap aspek kehidupannya secara menyeluruh. Ini berarti baik jasmani dan rohani, keluarga, pekerjaan, masyarakat, diri sendiri, maupun orang lain perlu diperhatikan dan diperlakukan secara seimbang dan proporsional. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah seimbang antara dunia dan akhirat. Dalam surat al-qashas ayat 77 Allah berfirman untuk memperhatikan dunia dan akhirat secara seimbang.

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.

Dalam menyampaikan dakwah dan syiar Islam, seorang muslim tidak perlu menunggu sampai berdiri di atas mimbar dan di hadapan orang banyak. Bahkan perbuatan, tingkah laku, dan tutur kata yang Islami dan menyentuh hati lebih mulia dan lebih mencerminkan sikap seorang muslim sejati dibandingkan kata-kata kosong di hadapan orang banyak. Oleh karena itu, ruang kerja, warung tempat berbelanja, halte tempat menunggu bis (atau stasiun), dan setiap tempat (di bumi) di mana seorang muslim berpijak merupakan mimbar-mimbar tempat menyampaikan dakwah dan syiar Islam melalui sikap, tutur kata, dan perbuatan yang Islami.

Seorang office boy yang menunjukkan sikap, tutur kata, dan perbuatan yang Islami lebih mulia dibandingkan seorang manajer yang kurang disukai bawahannya karena sikapnya yang kurang baik. (Namun, tentu saja seorang manajer yang menunjukkan sikap, tutur kata, dan perbuatan yang Islami dan tulus ikhlas tanpa pamrih jauh lebih baik).

Sikap seperti ini hanya bisa diperoleh melalui pemahaman yang baik terhadap konsep tawazun. Seorang muslim yang tawazun tidak hanya memikirkan dirinya sendiri melainkan juga menjaga sikapnya agar bermanfaat bagi orang lain. Karena berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain tidak mendapatkan balasan langsung di dunia tetapi di akhirat, maka sikap ini tentu lahir dari pemahaman yang mendalam atas konsep keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.

Sikap tawazun akan menjadi landasan yang kokoh bagi seorang muslim yang profesional. Setiap muslim dituntut untuk menjadi manusia-manusia yang profesional dan menjadi teladan bagi umat manusia. Apapun profesi yang dijalaninya, seorang muslim harus selalu menjalankannya secara profesional, dan sikap tawazun adalah landasan yang amat diperlukan dalam proses ini.

Seorang muslim belum dikatakan sebagai manusia yang sukses apabila kecemerlangan dan kehebatan kariernya tidak disertai dengan keharmonisan dalam hubungan keluarga dan sosial. Seorang manajer belum dikatakan sempurna dan cakap apabila tidak memiliki kemampuan berinteraksi secara sosial yang baik. Di sinilah diperlukan sikap tawazun yang menjadi landasan sikapnya secara integral.

15 December 2008

Firdaus dan masjid

Masjid adalah salah satu tempat yang disukai firdaus. Masjid adalah kata yang diucapkannya saat ada yang mengajaknya untuk salat. Seperti siang itu, saat saya mengajaknya untuk salat zuhur, dengan spontan firdaus menjawabnya dengan pertanyaan “di masjid, yah?” padahal saat itu saya mengajaknya salat bareng di rumah karena waktu sudah lewat. Namun, firdaus selalu mengasosiasikan salat dengan masjid, makanya saat dia ditanya atau diajak salat dia selalu menghubungkannya dengan masjid.

Saat pertama kali saya ajak dia untuk salat ke masjid, dia langsung merasa nyaman di dalamnya. Ini bisa jadi pertanda bagus, tetapi jika dipikir bahwa masjid adalah tempat suci untuk salat, saya sedikit khawatir dengan rasa nyamannya itu. Sebagai anak yang lumayan aktif, firdaus tidak pernah bisa diam saat sedang salat. Dia tidak bisa diam di tempatnya tetapi selalu ingin bergerak. Inilah yang membuat saya khawatir.

Dan kekhawatiran saya pun terbukti. Pernah satu saat ketika kami sedang salat berjamaah di masjid, dengan santainya dia berlari-lari di depan orang salat. Tentu saja saya merasa bersalah dan ngga enak hati dengan jamaah salat yang lain yang kebetulan rata-rata sudah bapak usia 40-an ke atas.

Di waktu yang lain, firdaus yang awalnya berada di samping saya, sudah tidak ada lagi di samping saya sesudah kami berdiri dari sujud. Ternyata, dia sudah berlari ke belakang masjid saat orang-orang sedang sujud.

Meskipun dia sudah berkali-kali mengatakan dan berjanji untuk tidak jalan-jalan lagi saat salat di masjid, dia tetap saja dengan kelakuannya yang mengganggu itu. Ini membuat saya khawatir dan akhirnya tidak pernah mengajaknya salat ke masjid selama beberapa waktu.

Seiring dengan berjalannya waktu, firdaus yang sudah bersekolah sudah mulai sedikit mengerti tata cara dan sikap saat salat jamaah di masjid. Kali ini dia sudah mulai mau berdiam saat salat dan mengikuti salat dari awal sampai akhir. Saya gembira dengan keadaan ini. Bisa jadi, ini adalah salah satu pelajaran yang dia dapat di sekolah TK Islam.

Dengan sikapnya yang lebih baik saat salat jamaah di masjid, saya tidak ragu-ragu dan tidak pernah ketinggalan mengajaknya salat di masjid. Salat magrib, isya, zuhur, asar, dan bahkan salat subuh pun saya tidak pernah ketinggalan mengajak firdaus ke masjid. Firdaus pun dengan senang hati selalu mau ikut salat ke masjid.

Sampai pada satu waktu di bulan ramadan ini, saya mengajaknya salat subuh di masjid setelah makan sahur. Saya yang sudah berwudu langsung masuk ke masjid untuk bergabung dalam barisan jamaah salat sedangkan firdaus yang belum berwudu pergi ke belakang untuk berwudu. Saya pun salat seperti biasa tanpa mengkhawatirkan firdaus karena biasanya firdaus sudah paham dan langsung masuk jamaah salat setelah selesai berwudu. Saya tidak tahu posisi firdaus saat salat tetapi saya tidak begitu khawatir karena dia sudah terbiasa begitu. Setelah salat subuh selesai, firdaus pun mendatangi saya dan mengajak pulang. Saya pun mengikutinya. Namun, saya sangat terkejut saat melihat celananya yang basah. Dan kekhawatiran saya terjadi, firdaus kencing di celana alias ngompol!! Wah, ini benar-benar di luar dugaan.

Saat perjalanan pulang ke rumah firdaus mengaku bahwa dirinya ngompol karena udah kebelet pipis dan ngga bisa ditahan lagi. Ini menjadi pelajaran buat saya dan firdaus untuk tidak mengulanginya di waktu yang akan datang.

Saya pun meminta maaf kepada pengurus masjid dan menawarkan untuk membawa karpet yang terkena pipis firdaus untuk di-laundry. Namun, pengurus mesjid lebih memilih untuk membersihkannya sendiri. Jadi, saya berjanji untuk memberi sedikit uang sebagai uang lelah buat pengurus masjid itu.

Selembar uang 20.000 lama

Sebagai seorang pengajar tidak tetap (yang tidak memiliki jadwal, tempat, waktu, dan juga gaji yang tetap), saya harus siap mengajar di lokasi manapun yang ditentukan oleh lembaga tempat saya mengajar. Ketika lembaga tempat saya mengajar menugaskan saya untuk mengajar di kota Serang, saya pun menyanggupinya. Lembaga kami yang bergerak di bidang pendidikan yang berbasis di Jakarta memang memiliki cabang di Serang, kota di sebelah barat kota Jakarta yang menempuh waktu 4 jam perjalanan dengan bus.

Saya yang biasanya mengajar di wilayah Jakarta, kali ini kebagian jatah mengajar di Serang. Selama satu semester, saya pun harus rela pulang pergi Jakarta – Serang satu kali dalam seminggu. Karena menempuh jarak yang jauh di luar kota, saya mendapat jatah uang transport setiap kali datang mengajar ke Serang.

Pada hari itu, kebetulan giliran saya mendapat jadwal mengajar di Serang. Tiga kelas masing-masing 1,5 jam pelajaran telah saya selesaikan. Dan, saatnya untuk pulang. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam saat saya melangkahkan kaki meninggalkan tempat saya mengajar. Sebelumnya, seperti biasa saya diberikan uang transport secara cash oleh penanggung jawab lokasi tempat saya mengajar.

Selembar uang 20 ribuan lama pun saya simpan di dompet saya. Saya tidak terlalu memperhatikan atau peduli apakah uang ini lama atau baru. Seharusnya uang lama pun masih bisa digunakan untuk pembayaran, begitu pikir saya.

Hari itu saya juga tidak membawa uang lebih di dompet saya karena saya sudah memperhitungkan ongkos saya secukupnya plus uang transport 20 ribu tersebut cukup untuk sampai ke rumah.

Saya mengeluarkan uang receh untuk membayar angkot sampai ke tempat pemberhentian bus jurusan ke Jakarta. Di sini saya harus menunggu bus jurusan Jakarta yang akan saya naiki. Tidak berapa lama menunggu, bus jurusan Jakarta (seingat saya namanya Sri Maju jurusan Merak-Jakarta lewat Serang) datang dan saya pun naik.

Bus sedang melaju dengan cepat di jalan tol Jakarta-Merak arah ke Jakarta, saat kondektur mulai berjalan menarik ongkos dari penumpang. Tibalah kondektur itu di hadapan saya sambil menagih ongkos bus. Selembar uang 20 ribu lama yang saya dapatkan dari tempat saya mengajar itu pun saya berikan karena memang hanya uang ini yang ada selain uang recehan lain yang ngga cukup untuk membayar ongkos bus.

Tapi, betapa terkejutnya saya, ketika kondektur itu menolak menerima uang 20 ribu tersebut. Dia beralasan uang tersebut sudah lama dan sudah tidak berlaku lagi sambil tetap menagih ongkos bus. Saya berusaha meyakinkan uang ini sah namun tampaknya sang kondektur tetap tidak mau menerima. Akhirnya, dia pun bilang nanti saya akan diturunkan di pemberhentian bus kalo tetap membayar dengan uang lama ini. saya ngga bisa berbuat apa-apa karena memang ngga punya uang lain yang cukup untuk membayar ongkos selain uang 20 ribu ini.

Benar juga, saya disuruh turun oleh kondektur saat bus tiba di tempat pemberhentian sekaligus pom bensin yang masih berada di jalan tol Jakarta-Merak. Saya pun turun dengan berat hati dan sambil menyesalkan dan menyalahkan diri sendiri kenapa tadi cuma membawa uang yang pas-pasan.

Saya pun mulai khawatir, berada di jalan tol di malam hari dengan uang lama yang ngga laku dan pas-pasan. Pikiran buruk pun datang, bagaimana kalo saya ngga bisa keluar dari jalan tol ini, bagaimana kalo ada orang jahat menyerang saya di tempat sepi ini, bagaimana kalo uang 20 ribu ini benar-benar ngga laku dan ngga bisa dipakai untuk pembayaran dan saya ngga bisa pulang.

Saya mulai mencari toko atau warung tempat saya bisa menukarkan atau membeli sesuatu dan mendapat kembalian berupa uang recehan. Saya lihat di tempat itu tidak terlalu sepi (untungnya, thanks God!), ada pom bensin dan beberapa warung makanan. Tapi, saya agak ragu apakah mereka mau menerima pembayaran dengan uang 20 ribu lama ini.

Saya pun masuk ke warung makanan dan membeli sebuah minuman botol seraya menyerahkan uang 20 ribuan tadi dan berharap mereka mau menerima uang ini dan memberi uang kembalian. Yeah, penjaga warung menerima uang itu tanpa banyak bicara (alhamdulillah, gue bisa pulang) namun masih harus menukar uang ini untuk kembalian. Perlahan hati saya mulai agak tenang.

Saya lihat bus yang tadi saya naiki sudah selesai mengisi bensin dan perlahan-lahan mulai bergerak jalan melanjutkan perjalanannya ke Jakarta. Saya tidak terlalu khawatir dan masih menunggu penjaga warung memberikan kembalian. Dalam hati, saya berharap masih ada bus lain yang singgah ke tempat ini sehingga saya bisa naik dan pergi dari tempat ini.

Setelah mendapat uang kembalian berupa uang recehan, saya beranjak dari warung tersebut sambil tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada penjaga warung.

Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya bus yang ditunggu itu, yang akan membawa saya meninggalkan tempat ini, datang juga. Dan, saya pun naik bus itu dengan rasa syukur karena telah terlepas dari kesulitan ini sambil bertekad tidak akan membawa uang pas-pasan lagi saat bepergian jauh.

No body care about her

Seperti biasa, malam itu saya sedang duduk dengan nyaman di dalam sebuah bus ukuran ¾ jurusan Depok Timur. Kali ini saya cukup beruntung karena mendapat bus yang masih baru dan lumayan bagus dan nyaman dengan ruang antartempat duduk yang lega, biasanya bus-bus jurusan depok timur-kp rambutan diisi oleh jajaran bus tua berbentuk kotak sabun yang kurang layak ditumpangi.

Saya naik bus ini di daerah Pasar Rebo di saat bus masih kosong belum terisi banyak orang. Bus ini biasanya akan ngetem di halte dekat fly over Pasar Rebo ke arah Cijantung dan baru akan jalan setelah bus terisi penuh penumpang.

Saya sengaja memilih tempat duduk di deretan kanan baris ketiga di pojok dekat jendela dan duduk dengan nyaman di sana. Karena masih kosong, saya punya banyak pilihan dan kebetulan posisi ini adalah favorit saya, di pojok dekat jendela. Posisi ini favorit karena saya bisa “bebas dari gangguan” yang sewaktu-waktu bisa saja datang (Saya berharap tidak ada ibu-ibu membawa anak, nenek-nenek, atau wanita hamil yang akan naik).

“Depok Timur, Cisalak, Simpangan” terdengar teriakan calo di halte.

Satu per satu penumpang naik mengisi tempat duduk yang masih kosong. Seorang bapak-bapak duduk di sebelah saya, dan langsung menutup jendela yang sebelumnya memang sengaja saya buka lebar-lebar. Jendela ini memang sengaja saya buka lebar biar udara segar di luar yang habis tersiram hujan bisa masuk, AC alam gitu loh. Dalam hati saya bergumam, “ngga sopan nih orang ngga boleh orang senang ya.” Tapi, saya diam aja sambil berpikir positif, mungkin saja orang ini sedang kurang enak badan.

“Depok Timur, kosong kosong langsung berangkat yang mau cepat,” terdengar lagi teriakan sang calo tanpa melihat bahwa bus sudah terisi penuh tanpa ada bangku kosong.

Bus pun melaju setelah terisi penuh penumpang. Saya pun menyandarkan kepala dengan nyaman dan mencoba memejamkan mata. Mumpung busnya nyaman, saya mencoba menikmati perjalanan ini dengan sejenak memejamkan mata melepas lelah.

Mata saya sedang setengah terpejam saat secara samar-samar saya melihat seorang ibu sambil menggendong anak naik ke atas bus yang sedang saya tumpangi. Wah, akhirnya kekhawatiran gue terjadi juga. Apakah saya akan meninggalkan kenyamanan ini dan memberikan tempat duduk saya kepada ibu yang baru naik ini? dalam hati saya bimbang.

Meskipun ibu ini terlihat cukup kuat dan tabah, saya merasa kasihan juga. Saya mencoba membela diri, saya juga membawa tas yang cukup berat, jadi saya berhak dengan tempat duduk ini. saya menunggu reaksi penumpang lain, siapa tahu ada yang berbaik hati memberikan tempat duduknya yang nyaman kepada ibu yang sedang menggendong anak ini. tapi, saya hanya bisa berharap.

Saya melihat penumpang yang duduk, kebanyakan mereka duduk dengan mata terpejam (atau sengaja memejamkan mata walaupun sebenarnya ngga ngantuk).

Saya benar-benar ngga tega. Akhirnya, saya pun berdiri sambil mencolek pundak ibu itu seraya memberikan tempat duduk yang sebelumnya saya duduki tanpa melihat ke belakang. Tapi, tanpa diduga dari belakang saya datang ibu yang lain langsung menyerobot duduk di tempat yang akan saya berikan kepada ibu yang menggendong anak tadi.

Saya benar-benar ngga menduga kejadian ini. ibu yang menggendong anak pun terlihat terkejut tapi ngga bisa berbuat apa-apa. Ibu itu tetap berdiri dengan tegar sambil menggendong anaknya yang mulai terlelap pulas. Sejenak saya bingung, ngga bisa berpikir. Saya juga melihat penumpang lain, sama sekali ngga ada perhatian. Seolah-olah ngga terjadi apa-apa.

Entah apa yang ada di kepala ibu yang menyerobot duduk ataupun ibu yang menggendong anak. Ibu yang menggendong anak tampaknya sebel tapi ngga bisa berbuat apa-apa. Ibu yang menyerobot duduk tenang-tenang saja di tempat duduknya tanpa merasa bersalah.

Penumpang yang lain pun tampak ngga peduli, tetap di bangkunya yang nyaman. Aneh, apa mereka ngga malu dengan dirinya sendiri membiarkan seorang ibu berdiri dengan menggendong anak? Apa mereka ngga berpikir, bagaimana kalo yang berdiri itu istrinya sendiri, ibunya yang sewaktu muda menggendong dirinya saat masih kecil, atau dirinya sendiri menggendong anaknya?

No body care about her …

Saya masih bingung dengan keadaan ini. udah tujuan saya memberi tempat duduk kepada ibu itu ngga tercapai, sekarang saya pun harus susah payah berdiri dengan memikul tas ransel saya yang lumayan berat.

Cukup lama saya berada dalam kebingungan dengan pikiran yang agak kacau, sampai akhirnya saya memberanikan diri berbicara kepada ibu yang menyerobot itu yang masih duduk dengan tenang.

“Maaf bu, tadi maksud saya mau memberikan tempat duduk ini untuk ibu itu,” ujar saya dengan hati-hati sambil menunjuk kepada ibu yang berdiri menggendong anak.

“oh begitu,” jawab ibu yang duduk itu seraya berdiri dan mulai menyadari maksud saya tadi. Saya pun kembali menawarkan tempat duduk ini yang sudah kosong kepada ibu yang menggendong anak tadi.

“maaf, Mas. Ngga apa-apa saya berdiri aja,” ujarnya dengan tegas cenderung ketus tanpa menengok dengan nada datar yang dicoba untuk tegar dan sabar yang terasa bagai cubitan pada kulit saya.

Tampaknya memang terlambat buat saya untuk membuatnya menerima kebaikan hati saya. Tampaknya dia sudah menetapkan, saya bisa kok berdiri tanpa perlu bantuan tempat duduk dari anda. Hatinya sudah bulat untuk tetap berdiri dan tegar tanpa perlu bantuan dari kami yang sombong ini. sikap tegasnya ini saya pikir bukan ditujukan kepada saya semata melainkan untuk sikap cuek dan ngga peduli semua penumpang bus ini dan terlebih kepada ibu yang telah menyerobot tempat duduk tadi.

Perasaan saya ngga menentu, ada rasa iba, jengkel, kesel, dan perasaan bersalah bercampur menjadi satu.

Saya mencoba memahami keadaan ini. penumpang bus yang nyaman dengan tempat duduknya tanpa peduli dengan orang lain sampai-sampai membiarkan seorang ibu yang menggendong anak berdiri dengan susah payah. Seorang ibu yang lain yang tanpa merasa bersalah menyerobot tempat duduk yang bukan untuknya. Seorang ibu yang mencoba tegar dan tidak bergantung kepada kebaikan orang lain. Saya sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Sebuah pelajaran berharga yang saya dapat malam itu.

03 December 2008

2 x 5 = ?

Wah, mentang-mentang gue editor matematika, gue mau main tebak-tebakan matematika, gitu? Jangan sewot dulu bo, ini sama sekali ngga ada hubungannya dengan matematika dan hitung-hitungan. Gue tau kok lo pada paling jijay sama matematika .. he he he he

kalo secara matematika, anak sd (yang udah belajar perkalian, kelas berapa ya ..) juga tau jawabannya. Tapi, sekali lagi, ini bukan pertanyaan matematika.

sebenarnya ini tentang pengalaman gue pulang dan pergi menggunakan fasilitas bus kantor, semacam bus jemputan gitu lah. semenjak kantor gue pindah dari Pondok Gede (di pinggiran kota Jakarta) ke kawasan industri MM 2100 Cibitung (yang ini bukan di pinggir lagi malahan udah jauuuhhh dari Jakarta .. hehehe), gue dan kawan-kawan lain harus naik bus jemputan untuk berangkat dan pulang kantor.

Mestinya sih keadaan ini sangat menguntungkan buat gue dan kawan-kawan yang lain karena bisa mempermudah pergi dan pulang kantor sekaligus menghemat ongkos (bus jemputan ini gratis lo ... tapi selama enam bulan pertama aja). Bus jemputan ini berangkat dari pasar rebo sekitar jam 7 pagi. dari pasar rebo ke cibitung yang terletak di timur Jakarta melewati Bekasi dapat ditempuh selama 40 menit (kalo lancar) lewat tol cikunir trus belok ke tol cikampek . jadi, kurang dari jam 8 pagi kami sudah sampai di kantor.

Awalnya gue sangat senang dengan fasilitas gratis ini, tapi belakangan ini gue dan sebagian penumpang lain (khususnya yang cewek) merasa agak risih.

Bayangkan setiap pagi (berangkat) dan sore (pulang), gue harus mendengar celotehan (yang menurut gue dan sebagian yang lain sangat berisik) dari sebagian kawan-kawan sesama penumpang bus. Yang bikin risih itu bukan berisik dan celotehannya tapi konten dari celotehannya itu yang agak nyerempet esek-esek alias parno. gue maklum sih emang kita butuh refreshing setelah dihadapkan dengan tugas-tugas kantor yang bikin pusing kadang.

gue juga ngga masalah bahkan senang banget kalo diajak becanda. it's ok. tapi becandanya yang wajar-wajar aja lah ngga usah berlebihan.

Dan, keadaan ini harus gue hadapi dua kali sehari dalam seminggu (atau lima hari kerja). lama kelamaan agak muak juga sih dengerin celotehannya.

jadi, udah ngeh khan makna 2 x 5 itu ...

Unforgetable Moment

Betapa indahnya Gunung Bromo ...

Ada perasaan yang berbeda saat saya melihat gambar Gunung Bromo atau melihat tayangan tentang Gunung Bromo di TV. Ada perasaan bangga, haru, sedih, gembira, dan sejuta nuansa lainnya. Nostalgia masa lalu tiba-tiba saja hadir dan mengemuka di hadapan saya. Tidak terasa sudah sepuluh tahun berlalu dari saat terakhir kali saya menginjakkan kaki di sana.

Maka, saat saya mencoba mencari gambar yang pas buat theme atau header blog ini saya langsung teringat dengan satu tempat, Gunung Bromo. Sebenarnya ada satu tempat lagi yang sangat eksotis yang pernah saya kunjungi dan ngga akan pernah saya lupakan, yaitu madakaripura. tapi, saya merasa Bromo lebih pas buat theme blog ini.

pada postingan saya terdahulu saya pernah menceritakan pengalaman saya pertama kali pergi ke Gunung Bromo. Pengalaman unik dan tak terlupakan.

Setelah itu, saya sempat tiga kali pergi ke Bromo dengan suasana dan keadaan yang berbeda.

Kesempatan kedua pergi ke Bromo adalah saat saya masih kuliah tingkat dua (semester tiga). Kebetulan saya kuliah di kota Malang yang memang sangat dekat dengan Bromo. Waktu itu saya bersama lima teman saya, Dicky, Suryo, Tomo, Yaser, Eko, dan akh Hasan. Akh Hasan itu bisa dibilang mentor kami berlima. sementara kami berlima seusia, Akh Hasan lebih tua empat tahun dari kami. Beliau juga yang memimpin dan memandu perjalanan kami.

Jalur yang kami lalui adalah melalui Tumpang dan terus naik ke arah Semeru dan belok ke arah Bromo. saat itu sebenarnya kami tidak berencana ke Bromo. Rencananya kami ingin ke arah Semeru sejauh yang kami mampu. namun, di tengah perjalanan kami memutuskan berbelok ke Bromo, yaitu di suatu tempat bernama Ranu Pani. Tempat ini berupa danau yang berada persis di kaki Gunung Semeru.

Kami tiba di Ranu Pani saat senja dan memutuskan menginap di daerah ini semalam untuk melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Mengingat jalur ke Semeru sangat berat dan masih sangat jauh, kami mengurungkan niat melanjutkan perjalanan ke Semeru dan memutuskan berbelok ke arah Bromo.

dari arah Ranu Pani ke Bromo kami harus melewati lautan pasir (segara wedi). dan kami sampai ke Bromo saat sore. saat perjalanan dari Ranu Pani ke arah Bromo ini, saya hampir jatuh ke jurang yang curam. Kami memang harus melewati jalan yang terjal dan dengan jurang yang menganga di kanan kiri jalan. tantangan berat buat kami berenam.

ketiga kalinya saya pergi ke Bromo adalah waktu saya sedang melaksanakan KKN alias kuliah kerja nyata. saya melaksanakan kkn di kota Lumajang, kota di sebelah timur kota Malang yang dipisahkan oleh Gunung Semeru.

Kesempatan keempat saya ke Bromo adalah bersama sahabat saya Supri dan binaannya. perjalanan ini dalam rangka tafakur alam.

Adakah kompromi di antara dua pilihan?

Setiap orang pasti memiliki cita-cita, obsesi, atau keinginan. Dan, ketika keinginan itu hampir dapat diraih, tentu kita akan merasa senang. Tetapi, ketika keinginan yang sudah lama diimpikan dan hampir bisa diraih itu datang, kita menjadi ragu untuk mengambilnya karena ada batasan-batasan yang tidak mungkin dilewati begitu saja. Haruskah kita tetap mengikuti kata hati kita untuk meraih segala keinginan yang sudah di depan mata tanpa menghiraukan segala risiko dan mengabaikan batasan-batasan yang ada? Beranikah Anda menggapai keinginan Anda itu dengan mengorbankan sesuatu yang sudah ada?

Saya punya pengalaman yang mungkin mendekati sebagaimana kondisi di atas. Pengalaman ini terjadi beberapa waktu yang lalu, sudah agak lama juga sih.

salah satu impian saya adalah bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. tidak dapat dibayangkan kegembiraan hati saya ketika pada suatu hari saya mendapat telepon yang menawarkan kepada saya beasiswa untuk studi tingkat magister. Saya langsung teringat bahwa beberapa bulan sebelumnya saya pernah apply untuk posisi research assistant dengan paket scholarship di sebuah perguruan tinggi swasta di jakarta. Tawaran ini tentu saja sangat menggiurkan karena memang sesuatu yang sangat saya impikan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Dengan penuh antusias saya bersedia mengikuti proses yang harus dijalani untuk dapat diterima di posisi yang ditawarkan itu. pertama, saya harus membuat suatu presentasi dengan tema case research. Presentasi ini dilakukan di hadapan suatu panitia/juri yang terdiri dari tiga orang. Dengan penuh semangat saya mempersiapkan bahan presentasi itu yang bahan-bahannya saya dapat di buku teks dan internet.

Pada hari yang ditentukan saya pun datang memenuhi panggilan untuk melakukan presentasi. Saya harus menampilkan presentasi saya di hadapan petinggi kampus itu yang mereka minimal bergelar S2, salah satunya adalah dekan dari fakultas dimana saya melamar. Presentasi pun berlangsung lancar sampai akhirnya tibalah waktu untuk tanya jawab. Di sinilah saya baru mengetahui hal yang sebenarnya tentang posisi yang saya lamar dan scholarship yang ditawarkan. Dalam kesempatan tanya jawab inilah dekan itu menanyakan kesiapan saya untuk melamar di posisi yang ditawarkan, yaitu research assistant.

Ternyata mereka menawarkan posisi ini dengan kompensasi berupa beasiswa (scholarship) untuk studi magister. Mereka menanyakan kesiapan saya karena mereka ingin memastikan saya siap bekerja dengan gaji berupa beasiswa tersebut. Jadi, mereka mengalihkan gaji dan membayarkannya dalam bentuk beasiswa. Mereka menegaskan bahwa sebenarnya mereka bukan menawarkan beasiswa kepada saya tetapi mereka menawarkan job atau pekerjaan dimana pendapatan dari job itu bukan berupa uang melainkan berupa beasiswa.

Dan, job yang ditawarkan kepada saya pun full time dan bukan part time. Artinya, saya harus bekerja 6 hari dalam seminggu dan ditambah juga harus mengikuti perkuliahan di malam harinya. Bukan pekerjaan yang ringan bahkan sangat berat ternyata. Mengetahui bahwa saya sudah berkeluarga dan memiliki tanggung jawab untuk memberi nafkah, membuat mereka benar-benar ingin tahu kesiapan saya atas kondisi ini.

Saya yang awalnya sangat antusias dengan proses ini, menjadi agak bimbang. Kondisi yang ditawarkan itu memang menggiurkan tapi sangat berat bagi saya yang sudah memiliki keluarga. Dengan kondisi kerja seperti di atas, 6 hari kerja ditambah kuliah malam, tanpa gaji sepeser pun (karena sudah dialihkan menjadi beasiswa) tentu saja sangat sulit buat saya. Praktis saya tidak bisa mendapatkan gaji/pendapatan apapun bahkan walaupun disambi dengan freelance tetap saja ngga bisa nutup nafkah buat keluarga.

Walaupun istri saya bekerja, saya ngga mungkin membebankan nafkah keluarga kepada istri saya. Sebagai kepala keluarga sayalah yang bertanggung jawab memberi nafkah untuk keluarga. Ini ngga mungkin bisa saya jalankan dalam kondisi yang ditawarkan itu. Di satu sisi saya sangat menginginkan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dan itu sudah ada di depan mata, tetapi di sisi lain saya juga memiliki keluarga yang harus saya beri nafkah.

Akhirnya dengan berat hati saya mengurungkan keinginan saya untuk mendapat beasiswa. Pihak universitas pun tidak ingin memaksa saya dan memahami kondisi saya yang sulit dan dilematis. Saya pun harus mengubur kembali cita-cita yang hampir bisa saya raih yang sudah ada di depan mata saya. Sedih, kecewa, dan berat rasanya. Saya hanya bisa berharap suatu saat nanti kesempatan itu akan datang lagi.

Dan, saat ini sepertinya kesempatan yang hampir sama kembali hadir di depan mata saya. Akankah saya mengorbankan cita-cita saya? Mungkinkah ada solusi yang bisa membuat saya dapat meraih cita-cita dan keinginan tanpa mengorbankan apa yang sudah ada?

19 November 2008

breaking News: Penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW

Baru aja baca berita di detik.com tentang situs blog di wordpress yang berisi komik bertema Nabi Muhammad. saya coba search di google alamat situs tersebut tapi ngga ketemu. untung ada teman sekantor yang nemu alamat situs tersebut. alamat wordpressnya yaitu http://kebohongandariislam.wordpress.com

saya sempet ngeliat gambar komiknya dan baca isinya ternyata emang mencoba menjadikan hadist nabi sebagai bahan ejekan dan olok-olok. saya kasih contoh ada hadist yang mengatakan nabi pernah dibelah dadanya dan isi dadanya disucikan, maka komiknya menggambarkan nabi dibelah dadanya dan dibersihin. yang ngga ngenakin di komik itu nabi diasosiasikan sebagai lelaki yang selalu bersama perempuan.

dari tema blognya aja yang berjudul great lie of islam, saya menduga ini bukan sekedar main-main. menurut saya ini memang udah di luar batas. walaupun pembuatnya mungkin bermaksud main-main, tapi tetap ngga bisa diterima secara logika ataupun hukum. menggambar nabi aja udah ngga boleh apalagi ini nabi digambarkan dengan penggambaran yang sangat ngga pantas. menurut gue sih ini udah keterlaluan. ngga banget deh!!!!

berita di detik mengatakan wordpress mau diblokir. menurut gue jangan memblokir wordpressnya, tapi meminta wordpress untuk memberikan identitas si penulis blog tersebut. tidak sulit melacak identitas si pemilik dan penulis blog tersebut.

pelakunya harus ditangkap, bahkan bisa diasumsikan sebagai teroris. orang menyebar berita bom aja bisa ditangkap, apalagi ini udah menjelek-jelekkan agama dan kepercayaan orang. hukumannya bisa sangat berat.

Mohon Bantuan

Sebenarnya ini masalah pribadi saya, tapi saya memberanikan diri mengemukakan hal ini karena saya ngga tau kemana lagi mau mencurahkan perasaan saya ini.

melalui tulisan ini saya mau minta tolong untuk membantu mencarikan pekerjaan untuk saya. saat ini saya memang masih bekerja di perusahaan penerbitan. namun mengingat status saya yang masih kontrak (yg hanya tersisa beberapa bulan saja) dan mengingat industri penerbitan (terutama penerbitan buku sekolah) yang saat ini sedang lesu, saya melihat karier saya tidak bisa berkembang di tempat saya bekerja saat ini. saya sendiri sudah berusaha untuk mencari pekerjaan lain dan masih terus saya lakukan sampai saat ini.

mengingat usia saya yang sudah "cukup tua" untuk bersaing dengan pesaing lain yang lebih muda dan segar, saya merasa kesulitan bersaing dan terbatas dalam mencari pekerjaan yang tepat. tentu saja ini tidak menguntungkan buat saya tetapi inilah yang terjadi. oleh karena itu, saya juga dengan sangat meminta bantuan untuk mereferensikan saya kepada kenalan atau siapa saja yang dikenal. karena hanya dengan cara inilah mungkin saya bisa mendapat peluang lebih besar untuk mendapat pekerjaan.

sampai saat ini saya masih kesulitan mendapat pekerjaan yang bisa menunjang kehidupan saya, pekerjaan yang bisa menjanjikan kehidupan dan masa depan saya dan keluarga saya. meskipun saya lulusan S1 dari PTN dan telah lama bekerja (hampir 9 tahun) namun saya masih belum bisa memperbaiki atau meningkatkan taraf hidup saya. sekali lagi saya mohon maaf atas isi surat ini, tapi saya ngga tau lagi harus mengadu kemana.

saya sangat berharap ada yang dapat membantu mencarikan jalan keluar buat saya.

mohon maaf dan terima kasih atas perhatiannya.

01 October 2008

A Moment to remember

berhubung kantor gue pindah ke cibitung, ada kenang-kenangan yang ngga mungkin bisa gue alamin lagi selain di kantor gue yang lama. ini adalah sebagian dari kenang-kenangan itu.




Rie : mbeeeek ....
Kambing : ariiiiiiee ...
Me : mana kambing, mana Ari nih??? mon ... mon ...

11 August 2008

Rumahku adalah surgaku

Begitulah pepatah mengatakan tentang rumah yang ideal. Bagi saya rumah bukan sekedar tempat untuk beristirahat. Lebih dari itu rumah adalah sarana untuk berinteraksi baik di antara keluarga saya sendiri maupun kepada masyarakat. Saat anak-anak sudah besar kita perlu mempertimbangkan lingkungan yang baik dan sesuai bagi perkembangan anak-anak kita.

Inilah salah satu hal yang menjadi beban pikiran istri saya belakangan ini. sebagai orang tua, kami ingin perkembangan anak-anak menjadi pembelajaran yang membuat mereka siap menghadapi masa depannya. Saat ini kami masih tinggal di kontrakan di dekat sekolah tempat istri saya mengajar. Letaknya agak jauh ke dalam yang lumayan jauh dari jalan raya. Pertimbangan kami memilih tempat ini semata-mata agar dekat dengan tempat kerja istri yang memungkinkan istri dekat dengan anak-anak. Saat anak-anak masih kecil ini sangat penting karena memungkinkan istri bisa izin untuk pulang saat jam istirahat atau jam kosong dan menyusui anak di rumah. Meskipun istri bekerja, dia tetap bisa memberikan asi buat anaknya.

Di sisi yang lain, lingkungan tempat saya tinggal menurut saya kurang kondusif buat perkembangan anak-anak. Apalagi sekarang mereka sudah agak besar dan sudah mulai bisa ditinggal pergi jauh. Di lingkungan kami saat ini, anak-anak tidak memiliki partner yang usianya setara. Firdaus (berusia 5 tahun) sering harus bermain dengan anak yang usianya jauh di atasnya. Ini membuat Firdaus sering menjadi objek penderita, yang disuruh macem-macem, yang selalu menjadi anak yang mengejar-ngejar anak yang lain, dan lain-lain. Ini kurang baik buat dia. Dia juga sudah mulai banyak mempunyai kosakata yang semestinya belum perlu dimiliki oleh anak seusianya. Anak saya yang kedua (berusia 2 tahun) selalu ingin ikut kemanapun kakaknya bermain. Ngga ada teman sebayanya yang usianya sepantar. Kondisi ini tidak menguntungkan buat kami dan anak-anak.

Keinginan untuk memiliki rumah sendiri dengan lingkungan yang lebih kondusif mengemuka belakangan ini. hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi di atas dan juga adanya faktor lain yang amat perlu dipertimbangkan. Kebetulan istri saya yang bekerja sebagai guru mendapat tawaran dari salah satu orang tua siswa yang dikenalnya. Orang tua siswa tersebut menawarkan rumahnya untuk dibeli atau disewa kepada istri saya. Tawaran ini menjadi sangat menarik karena orang tua siswa tersebut menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan harga pasaran yang ada. Tentu saja istri saya sangat berminat dengan tawaran ini.

Berbeda dengan istri yang sangat tertarik dengan tawaran dari orang tua siswa tersebut, saya malah agak sedih dengan kabar ini. saat istri saya dengan antusiasnya menceritakan tentang tawaran ini, hati saya bagai teriris-iris. Sejujurnya saya ingin sekali memiliki rumah yang bisa menjadi tempat kami sekeluarga bernaung, tapi saya ngga bisa membayangkan dari mana saya bisa membayar harga rumah tersebut. Bisa makan aja udah syukur, pikir saya.

Selama ini kami selalu kesulitan mengatur keuangan keluarga kami. Meskipun istri saya bekerja, saya ngga mungkin dong meminta dia untuk menyisihkan pendapatannya untuk keluarga. Bagi saya, sebagai kepala rumah tangga sayalah yang harus bertanggung jawab memberi nafkah untuk keluarga. Dan inilah yang sulit karena sampai saat ini saya masih belum mendapatkan pekerjaan yang bisa menjamin masa depan.

Kalau dihitung, saya dan istri sudah berumah tangga selama 6 tahun. Dan, selama itu juga kami masih kesulitan untuk menyisihkan pendapatan kami yang memang ngga memadai untuk ditabung. Istri saya sendiri harus membiayai keluarganya (bapak, ibu, dan adik) yang juga tidak memiliki pendapatan yang tetap. Jadi, pendapatan kami selama ini ya menguap begitu saja untuk menutupi kebutuhan hidup yang semakin ngga terjangkau.

Perasaan saya sering merasa sedih dan teriris-iris saat mendengar cerita istri tentang teman-temannya yang sudah berhasil membangun rumah atau sudah membeli rumah di satu perumahan. Normalnya sih saat ini kami yang sudah bekerja bertahun-tahun semestinya sudah memiliki sebuah tempat bernaung yang layak buat anak-anak kami. Tapi, begitulah kenyataan yang kami harus jalani saat ini.

Kami terus berdoa dan berusaha agar dapat memberikan tempat yang layak buat anak-anak kami. Rumah yang bagaikan surga. Home sweet home.

Rumahku adalah surgaku, kapankah kami bisa mewujudkannya?

Hotspot in my office (part 2)

Ada hotspot di kantor.

Kenyataan yang amat mengejutkan sekaligus menggembirakan khususnya buat gue. Ini berarti gue bisa menjajal kemampuan perangkat wifi yang terpasang di laptop gue. Ini juga berarti gue bisa mendapatkan akses tak terbatas untuk koneksi ke internet. Ini juga berarti gue bisa koneksi ke internet dan browsing dengan lebih cepat. Yang gue tahu, kecepatan transfer melalui wireless lebih cepat dibandingkan melalui dial-up yang selama ini dilakukan. Kondisi di atas tentu saja sangat menguntungkan buat gue.

Saat mengetahui bahwa ada jaringan wireless (atau hotspot) yang terdeteksi oleh laptop gue, gue langsung mencoba untuk konek ke jaringan wireless tersebut. Saat itu gue juga mencoba menebak pasti router-nya ada di bagian IT dan juga coba menebak-nebak alasan apa perlunya di kantor dipasang hotspot segala. Selama ini gue melihat kantor gue ngga begitu peduli dengan teknologi yang memerlukan biaya yang ngga murah. Dari kondisi di kantor yang kurang pantas disebut kantor sampai kesejahteraan pekerja yang dinilai kurang, menunjukkan manajemen ngga bakal memakai hal yang macam-macam seperti hotspot. Apalagi ada kabar yang mengatakan kantor bakalan pindah ke kawasan industri dalam waktu dekat ini. Jadi, gue bertanya-tanya dalam hati angin apa yang membuat manajemen perlu memasang hotspot di kantor. Masa bodoh lah, yang penting gue bisa memanfaatkan fasilitas ini dengan gratis.

Gue perlu melakukan beberapa setting kecil di komputer gue untuk melengkapi proses koneksi antara komputer gue dan server atau komputer remote dimana router untuk wireless dihubungkan. Ini hanya bisa dilakukan oleh administrator jaringan yang bertanggung jawab atas semua jaringan yang terpasang di kantor. Saat mengetahui hal ini gue agak pesimis laptop gue bisa konek ke jaringan wireless. Tapi, ternyata sang admin dengan suka rela melakukan konfigurasi yang diperlukan dan mengkoneksikan laptop gue ke jaringan wireless yang ada. Kebetulan hari itu memang perangkat wireless ini baru dipasang dan sepertinya laptop gue yang pertama melakukan dan mendeteksi adanya jaringan wireless ini. ini bisa dijadikan percobaan untuk menjajal kinerja jaringan wireless yang baru dipasang itu. Dengan demikian lengkaplah prosedur yang diperlukan untuk koneksi ke jaringan wireless sekaligus konek juga ke internet. Setelah konfigurasi selesai dilakukan, kami langsung mengklik browser dan halaman google pun terbuka. Yess! Gue bisa konek ke internet dengan laptop gue.

Seharian itu komputer gue konek terus ke internet. Ternyata emang menggunakan jaringan wireless memberikan kecepatan transfer yang lebih baik. Satu halaman web bisa dibuka dengan lebih cepat. Ini berbeda dengan yang biasa gue alami saat browsing menggunakan internet kantor yang menggunakan koneksi dial-up. Memang sih ada beberapa website yang memerlukan loading lebih lama, tapi secara umum koneksi dengan wireless relatif lebih cepat dibanding dengan dial-up.

Gue berharap kondisi ini bisa terus gue nikmati, konek ke internet menggunakan jaringan wireless. Kapan lagi gue bisa memanfaatkan hotspot secara gratis. Tapi, gue ngga tahu sampai kapan keadaan ini bertahan. Tapi setidaknya gue pernah merasakan hotspot gratis di kantor.

Hotspot in my office (part 1)

Pagi itu seperti biasa saya membawa laptop saya ke kantor. Memang udah seminggu ini saya selalu membawa laptop ke kantor. Kebetulan lagi punya banyak ide di kepala yang bisa dibuat tulisan. Dengan membawa laptop, saya berharap bisa langsung menuliskan ide-ide itu. Selain itu, kebetulan kerjaan di kantor lagi ngga sibuk dan ngga dikejar deadline. Jadi, banyak waktu luang bisa yang dimanfaatkan. Saat-saat seperti ini emang membuat jenuh, saat ngga ada kerjaan tapi ngga bisa berbuat apa-apa. Makanya dengan adanya laptop saya bisa langsung menuliskan ide-ide yang tiba-tiba muncul di kepala.

Setelah menikmati sarapan berupa ketan dan bakwan sambil ngerecokin teman satu ruangan saya yang selalu ngaku sebagai “orang kaya” (PD (atau narsis ya!) banget tuh orang), saya memulai aktivitas di kantor dengan ritual menyalakan laptop saya. Saya sebut ini sebuah ritual karena emang agak ribet juga sih prosesnya dan memakan waktu beberapa menit. Saya harus mencolokkan kabel adaptor yang agak panjang ke laptop dan ke colokan listrik yang ada di bawah meja. Saya juga harus menyiapkan asesoris yang lain berupa mouse dan earphone. Setelah siap saya mulai menyalakan komputer dan harus bersabar beberapa menit menunggu proses booting dan loading sampai komputer siap untuk digunakan.

Saat itulah saya mendapatkan suatu kejutan besar. Biasanya saat proses loading, di layar laptop saya selalu terdapat tulisan wireless network connection is not connected di sebelah kanan bawah layar. Ini menyatakan bahwa tidak terdapat jaringan dan koneksi wireless. Tulisan ini memang selalu muncul saat komputer baru dinyalakan atau saat melakukan restart. Laptop saya yang sudah dilengkapi dengan koneksi wireless selalu melakukan proses deteksi jaringan wireless saat melakukan proses start. Namun, pagi itu berbeda dan inilah kejutan besarnya.

Wireless network connection detected. Ya, itulah kejutan besarnya. Tulisan ini muncul di kanan bawah layar laptop saya. Ini berarti terdapat jaringan wireless yang available di sekitar tempat itu. what a surpise! Di tempat ini (kantor tempat gue kerja) ada jaringan wireless (atau hotspot)? Gue kaget sekaligus gembira. Kaget karena kantor gue yang tempatnya jauh dari keramaian kota dan sama sekali bukan tempat yang strategis untuk disebut sebagai kantor, memakai jaringan wireless. Kantor gue yang menurut gue lebih tepat disebut gudang memasang hotspot, benar-benar mengejutkan. Sejenak gue melupakan kondisi kantor gue yang ngga kondusif itu demi kenyataan yang amat mengejutkan ini. Baru kali ini gue ngerasain kegembiraan ini selama gue kerja di sini. Gembira karena dengan adanya hotspot ini gue bisa konek ke internet, sebuah kondisi yang amat menguntungkan (khususnya buat gue).

Adanya hotspot ini memungkinkan gue menjajal kemampuan perangkat wifi yang terpasang di laptop gue tapi belum pernah gue manfaatkan selama ini. Tadinya harapan gue menjajal perangkat wifi ini sempat muncul saat gue mendengar kabar bahwa di sekolah dekat tempat tinggal gue tempat istri gue ngajar tersedia hotspot. Gue pun menyatroni sekolah itu saat akhir pekan karena hanya pada waktu itulah gue bisa melakukannya. Tapi, gue harus mengubur dalam-dalam keinginan gue itu karena pada saat gue mencoba konek ke hotspot di sana gue ngga pernah bisa melakukannya. Ternyata jaringan wireless-nya emang ngga dinyalain saat akhir pekan. Di sekolah itu akhir pekan memang hari libur maka ngga ada kegiatan di sekolah. Jadi, segala perangkat komputer yang ada termasuk server untuk koneksi wireless ngga dinyalain. Buyarlah segala keinginan gue untuk mencoba hotspot.

Setelah itu gue udah ngelupain segala keinginan untuk mencoba hotspot. Namun, kenyataan pagi itu membangkitkan kembali keinginan dan harapan gue yang baru aja gue kubur dalam-dalam. Harapan untuk menjajal perangkat wifi di laptop gue muncul lagi. Gue bagai merasakan de ja vu (apaan tuh? Makanan ya!). Kayaknya ini adalah momen paling mengejutkan selama gue kerja di sini.

05 August 2008

We Wanna be A Good Parent

Sebagai orang tua yang memiliki anak-anak kecil, saya harus cermat menerapkan cara yang tepat dalam mendidik anak-anak kita. Masa kanak-kanak adalah masa pembentukan karakter seorang anak yang akan mempengaruhi perkembangan mental anak. Cara yang salah dalam mendidik anak akan berakibat fatal dalam pembentukan kepribadian ini. Tingkah laku yang menyimpang yang sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari yang sering kita temui dewasa ini adalah salah satu contoh ketidakpedulian atau metode yang keliru dalam mendidik anak saat masih kecil.

Usia 1 s/d 5 tahun disebut-sebut sebagai golden age atau masa emas dalam kehidupan seseorang. Artinya, baik tidaknya anak-anak kita ketika tumbuh dewasa nanti sangat ditentukan dari bagaimana mereka mendapatkan perlakuan dan pendidikan yang sesuai saat masih kecil. Jadi, saya sangat memperhatikan dan serius mengikuti perkembangan anak-anak saya yang saat ini sedang memasuki fase tersebut.

Sekecil apapun sikap kita kepada mereka akan memberikan pengaruh besar buat perkembangan kepribadiannya. Saya bukan tipe orang tua yang selalu memperhatikan kemana saja anak saya pergi sambil terus berteriak-teriak memperingatkannya saat ingin melakukan sesuatu tetapi saya juga tidak membiarkan anak-anak saya bertindak seenaknya tanpa menegurnya. Membiarkan mereka bebas bermain membuat mereka kreatif dan berinisiatif, tetapi teguran dan peringatan kecil saat mereka mulai melakukan tindakan di luar batas tetap diperlukan untuk mengingatkan mana yang benar dan mana yang salah.

Salah satu sikap yang menurut saya kurang baik yang sering dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya yang masih kecil adalah selalu mengikuti kemauan anak-anak kita saat mereka merengek meminta segala kemauannya. Anak kecil sering merengek untuk dibelikan sesuatu atau meminta sesuatu yang diinginkannya. Dan, dengan alasan sayang orang tua selalu mengikuti semua kemauan anaknya. Menurut saya cara ini hanya menjadikan anak kita pemalas, boros, tidak kreatif, dan terlalu manja.

Meskipun kita memiliki banyak uang untuk membeli dan mencukupi segala kemauan anak kita, tidak sepantasnya kita sebagai orang tua untuk selalu mengikuti kemauan anak kita. Rasa sayang dan cinta kepada anak-anak kita semestinya diwujudkan dengan sikap dan interaksi yang mendalam dengan anak-anak dan tidak dengan memberikan mereka segala materi (harta dan uang). Memang materi diperlukan tetapi dalam mendidik kepribadian dan mental diperlukan prinsip, sikap, dan perhatian yang memadai, tidak sekedar harta yang berkecukupan.

Contoh kecil yang sangat sering saya hadapi adalah saat saya mendengar rengekan anak-anak saya meminta jajan. Anak-anak saya memang anak-anak yang menurut saya agak over dan salah satunya ditandai dengan seringnya mereka merengek meminta jajan. Bagi saya sikap dan prinsip perlu secara disiplin diterapkan bukan semata-mata untuk menghemat pengeluaran tetapi lebih kepada pembentukan karakter. Saya tidak ingin anak-anak saya mempunyai mental selalu meminta-minta. Maka berbagai cara perlu dilakukan untuk mengatasi rengekan anak-anak saya.

Kita harus memberikan pengertian kepada anak-anak kita bahwa mereka tidak harus selalu meminta jajan setiap saat. Ini juga terkadang disertai dengan mengalihkan perhatian mereka kepada bentuk yang lain, misalnya dengan mengajak mereka berjalan-jalan atau memberikan mereka bentuk permainan yang menghibur. Dengan selalu mengajak mereka bermain atau memberikan mereka permainan dapat melupakan keinginan mereka untuk jajan. Di sini diperlukan kesabaran dan ketegasan sikap dari orang tua karena terkadang anak kita merengek sampai menangis untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang tua kadang merasa kasihan kepada mereka dan akhirnya menuruti kemauan anaknya. kita harus tegas demi kebaikan anak-anak kita juga, bahkan tetap membiarkannya menangis. Sekali lagi saya katakan rasa sayang tidak harus diwujudkan dengan menuruti kemauannya. Justru karena sayang itulah saya bersikeras tidak menuruti kemauan mereka untuk jajan.

Tidak menuruti kemauan anak kita jajan bukan berarti saya sama sekali tidak menyiapkan makanan atau jajanan di lemari kita. Saya terkadang sudah menyiapkan setumpuk makanan yang bisa diberikan kepada anak-anak saat mereka meminta jajan. Tapi kita juga harus tegas dengan hanya memberikannya satu macam yang boleh dimakan saat itu dan menyimpan makanan yang lain untuk waktu yang lain. Ini juga salah satu bentuk latihan kedisiplinan buat saya dan istri sebagai orang tua dan bagi anak-anak saya.

Sikap tegas dan disiplin terkadang juga keras menurut saya perlu dilakukan dalam berinteraksi dengan anak-anak kita. Ini diperlukan untuk melatih mereka berdisiplin dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kita tidak ingin anak-anak kita malas, bukan? Tapi, tentu saja perhatian dan kasih sayang adalah landasan yang harus selalu diterapkan dalam setiap interaksi.

Dan, sepertinya saya dan istri sudah menuai hasilnya. Itu bisa saya rasakan dari sikap anak saya yang pertama, Firdaus. Sebagai anak usia lima tahun yang ditinggal oleh kedua orang tuanya bekerja, Firdaus boleh dikatakan mandiri dan disiplin. Dia tidak pernah bangun tidur kesiangan, kadang tidak lupa untuk salat Subuh, sesuatu yang tidak buruk untuk anak usia lima tahun. Sejak pertama masuk sekolah, dia tidak pernah mau ditemani atau ditunggui oleh orang tuanya atau pengantarnya. Dia cepat bergaul dan berinteraksi dengan orang atau anak yang baru dikenalnya. Memang, Firdaus tidak bisa diam, dia selalu bergerak untuk melakukan apa saja.

Firdaus bisa memanfaatkan barang apapun untuk dijadikan mainannya. Saya perhatikan dia banyak mengumpulkan bungkus kotak bekas susu. Dia bisa mengkhayalkan benda apapun dengan barang bekas yang dia dapatkan.

Tentu saja kami sangat bersyukur memiliki anak yang mandiri dan kreatif. Kami sadar anak adalah amanah dari sang Pencipta buat kita sehingga kami harus menjaga dan mendidiknya dengan cermat.

We wanna be a good parent.

04 August 2008

Bagaimana Gempa Diprediksi?

Secara geografis, Indonesia terletak di wilayah yang rawan gempa. Hampir setiap waktu kita mendengar terjadinya gempa di wilayah Indonesia. Berbicara tentang gempa tentu saja kita tidak pernah bisa melupakan kejadian gempa yang disertai dengan tsunami yang terjadi di Aceh pada akhir tahun 2004 lalu. Gempa dan tsunami ini terbilang sangat dahsyat yang mengakibatkan kerusakan dan korban baik harta maupun nyawa yang sangat besar.

Dengan kondisi geografis di wilayah rawan gempa dan pengalaman pahit di masa lalu, pengetahuan yang memadai akan terjadinya gempa sangat bermanfaat. Pengetahuan ini meliputi bagaimana kita dapat mengetahui dengan segera terjadinya gempa itu dan bagaimana meminimalkan dampak dari gempa terhadap wilayah yang dikenainya.

Di sini sains memainkan perannya. Berbagai model dibuat dalam memprediksi dengan cepat terjadinya gempa yang dengannya kita dapat meminimalisir dampak akibat gempa tersebut. Salah satu usaha tersebut adalah model yang dikembangkan oleh G Molchan, saintis yang bekerja di Russian Academy of Sciences, Moskow, Rusia.

Model yang dikemukakan dalam penelitian ini dituangkan dalam bentuk paper

Space-Time Earthquake Prediction:
the Error Diagrams

paper ini tersedia di http://arxiv.org

Dalam paper ini, masalah prediksi terjadinya gempa didekati sebagai masalah pengambilan keputusan (decision making). Model matematika dikembangkan untuk mencari strategi yang optimal dari banyak pilihan yang ada. Semakin singkat waktu yang diperlukan untuk mengetahui terjadinya gempa semakin baik prediksi sekaligus minimalisasi dampak yang terjadi.

Sains dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya gempa. Namun, kita tidak dapat mengetahui dengan pasti apalagi mencegah terjadinya gempa. Kita tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memperkirakan dan mencegah terjadinya gempa. Semua adalah kekuasaan dan kebesaran dari Sang Pencipta.

Melalui sains, manusia berusaha mengetahui dengan cepat terjadinya gempa sekaligus meminimalisir dampak yang ditimbulkan. Itulah karunia terbesar dari Sang Pencipta yang diturunkan buat manusia. Mari kita syukuri nikmat ini dengan menggunakan sains bagi kemakmuran umat manusia.

... Mereka Hidup di sisi Tuhannya Mendapat Rezki

وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.

(QS Ali Imran: 169)

Atas takdir Allah kaum muslimin dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka dipertemukan dengan musuh mereka (orang-orang kafir) dalam suatu peperangan besar. Tidak ada pilihan lain bagi kaum muslimin kecuali menghadapi peperangan ini, sebagai bagian dari komitmen mereka kepada Allah dan rasul-Nya.

Tapi ada sebagian dari kaum muslimin yang menolak perintah ini. Mereka adalah orang-orang munafik yang dengan segala macam alasan tidak ikut berperang menghadapi orang kafir.

Dan, pada perang Uhud itu, kaum muslimin mengalami kekalahan akibat kelalaian mereka sendiri.

Orang-orang munafik (yang tidak ikut berperang) ini mengatakan kepada saudara-saudara mereka, “andaikan kalian tidak ikut berperang, tentu kalian tidak akan terbunuh dalam peperangan ini.”

Maka Allah menjawab celaan orang-orang munafik ini melalui ayat di atas.

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.”

Inilah sekelumit kisah dalam Al-quran yang mengandung banyak hikmah. Orang-orang munafik mengira bahwa orang-orang yang mati dalam peperangan (jihad) adalah sesuatu yang sia-sia. Dan bisa jadi pola pikir seperti ini yang ada dalam pikiran kita semua. Tapi Allah yang Maha Besar memiliki pandangan lain bahwa sesungguhnya orang-orang yang gugur di jalan Allah tidaklah mati tetapi hidup di sisi Allah dengan mendapatkan rezki dari Allah.

Tidakkah kita menginginkan hal ini, hidup di sisi Allah dengan segala kenikmatan dan rezki-Nya? Sesungguhnya inilah kenikmatan terbesar dan hakiki bagi kita. Dan Allah telah membuka jalan bagi kita semua untuk dapat meraihnya, yaitu dengan cara berjuang di jalan Allah. Pada zaman rasul, ini bisa diwujudkan dengan berperang melawan musuh-musuh Allah, yaitu orang-orang kafir.

Bagaimana mewujudkan hal ini di zaman sekarang yang berbeda dengan kondisi pada zaman Rasul? Tentu saja kita tidak bisa menyamakan kondisi pada zaman Rasul dengan kondisi sekarang. Kita tidak bisa melakukan perang secara terbuka dengan orang kafir sebagaimana Rasul bersama kaum muslimin melakukannya pada masa lalu.

Perjuangan yang kita lakukan saat ini secara fisik tentu saja tidak sama dengan perjuangan dan jihad pada masa Rasul. Bagi mereka di Palestina, berjuang melawan penjajah Israel adalah jihad mereka. Dan, mereka wajib melakukannya. Tapi, bagi kaum muslimin di AS atau di Eropa, tentu saja tidak bisa melakukan perjuangannya dengan berperang melawan orang-orang kafir. Mereka melakukannya dengan syiar dan dakwah Islam. Begitu bukan?

Begitu juga perjuangan umat Islam di Indonesia (seperti kita, kita … lu kali …) tentu saja memiliki bentuk perjuangannya sendiri. Banyak yang bisa kita lakukan. Kita bisa melakukan banyak hal dalam memperjuangkan Islam.

Waktu gue kuliah dulu, gue menafsirkan berjuang di jalan Allah baik dengan melakukan aktivitas dakwah dalam organisasi di kampus maupun melalui pendekatan personal kepada orang-orang yang kita kenal. Idealisme kami waktu itu adalah ingin menegakkan syariat Islam di kampus. Tentu saja ini sungguh mulia.

Namun, saat ini ketika gue sudah lulus dari kampus dan berada di dunia kerja yang wilayahnya lebih luas, gue dihadapkan pada sesuatu yang berbeda. Gue, dan mungkin semua rekan-rekan yang berpandangan sama dengan gue, dihadapkan pada bentuk perjuangan yang lain dimana terjadi banyak benturan antara idealisme dan realitas, di saat kita harus memilih dua pilihan yang kadang bertentangan tapi mempunyai efek yang sama terhadap kita, dan di saat kematangan dan kedewasaan pikiran dituntut.

Gue yang merasa telah berbuat banyak ketika melakukan aktivitas di kampus, baru disadarkan pada realitas sesungguhnya di hadapan gue. Ternyata semua yang gue lakukan di kampus tidak ada apa-apanya. Bahwa perjuangan baru saja dimulai, perjuangan sesungguhnya di dunia yang sangat luas.

Mari kita renungkan firman allah, “… bekerjalah kamu maka Allah dan Rasul-Nya akan melihat pekerjaan kamu …” saat ini kita dituntut untuk menunjukkan sejauh mana kita berbuat bagi keluarga, masyarakat, dan bangsa. Dengan “bekerja” itulah kita berjuang di jalan Allah. Tentu saja bekerja disini mempunyai makna yang sangat luas. Dengan bekerja kita dapat bermanfaat bagi orang lain. Sebagaimana dalam suatu hadis “sebaik-baik kamu adalah yang paling bermanfaat buat orang lain”.

Tidakkah kita menginginkan menjadi orang atau hamba yang terbaik di mata Allah dan mendapatkan kenikmatan hidup di sisinya pada kedudukan yang mulia dengan mendapat berkah dan rezki-Nya?

Semoga! amin

31 July 2008

Who wants to be an editor?

Saat membaca koran, mata saya tertumbuk pada satu iklan lowongan pekerjaan.

Dibutuhkan oleh suatu perusahaan penerbitan, seorang editor dengan kualifikasi sebagai berikut:

- S1/S2 dari perguruan tinggi negeri
- minimal memiliki IP 3,00
- sanggup bekerja dalam tekanan
- latar belakang pendidikan MIPA, agama, dan ilmu sosial
- memiliki minat dalam bidang pendidikan

Demikianlah kira-kira bunyi iklan lowongan pekerjaan tersebut. Demi melihat lowongan pekerjaan itu, gue yang saat itu memang sedang mencari kerja, langsung melotot dan tertarik dengan lowongan tersebut.

Kualifikasi tersebut memang cocok banget dengan minat dan pengalaman kerja yang gue miliki. Gue yang lulusan PTN dengan latar belakang MIPA memang agak sulit untuk mencari pekerjaan yang sesuai. Saat itu gue masih berstatus sebagai pengajar honorer di sebuah bimbingan belajar. Jadi, saat gue melihat lowongan pekerjaan ini, gue langsung berminat. Surat lamaran dan cv segera gue buat dan gue kirim melalui email.

Dari kualifikasi yang diminta dalam iklan lowongan pekerjaan tersebut, gue mengira posisi yang ditawarkan tentu menjanjikan karir dan pendapatan yang memadai bagi seorang sarjana seperti gue. Karir dan penghasilan yang cukup memang sangat gue butuhkan berhubung saat itu gue baru aja dikaruniai seorang anak dari pernikahan gue dengan seorang wanita minang. Gue sangat berharap bisa meningkatkan taraf hidup gue setelah gue bisa bekerja di perusahaan penerbitan ini.

Dari iklan lowongan tersebut, gue pikir orang yang akan bekerja sebagai editor tentulah orang yang pintar dan memiliki posisi penting dalam perusahaan itu. Wajar saja, kalau gue berharap mendapatkan karir sekaligus penghasilan yang bisa menjamin masa depan gue dan keluarga gue.

Tidak beberapa lama, panggilan untuk tes dan wawancara pun datang sebagai tanggapan atas lamaran yang gue kirimkan. Tentu saja gue sangat gembira menyambutnya. Dalam hati, udah terbayang gue akan mendapatkan pekerjaan yang gue idam-idamkan.

Dan, dengan semangat 45 gue mendatangi kantor perusahaan penerbitan itu. Gue harus menjalani serangkaian tes dan wawancara. Dari tes yang gue jalani, gue masih yakin bahwa pekerjaan editor yang gue lamar ini adalah pekerjaan idaman gue.

Namun, semua bayangan indah tentang pekerjaan sebagai seorang editor menjadi buyar saat tiba gilirannya gue wawancara dengan kepala HRD di perusahaan tersebut. Bayangan gue yang berharap mendapat gaji yang memadai buyar seketika saat sang kepala HRD itu menawarkan jumlah rupiah yang amat tidak memadai dan tidak sesuai dengan tuntutan kualifikasi dalam iklan lowongan pekerjaan di atas. Saat gue kurang tanggap dengan tawaran gaji yang ditawarkan, dengan entengnya sang kepala HRD berkata, “kalau ngga sesuai ya ngga apa-apa, banyak kok orang lain yang mau.” Ini tentu saja sangat dilematis buat gue yang emang butuh banget pekerjaan itu. Dengan berat hati gue terima pekerjaan itu sambil masih bergumam dalam hati seolah ngga percaya dan terbayang lagi beratnya menyongsong masa depan dengan pendapatan pas-pasan seperti ini.

Dan, saat gue sudah berada di dalam perusahaan penerbitan itu, gue ngga sendiri. Di sana gue bertemu dengan editor-editor dengan latar belakang pendidikan yang sangat baik tetapi harus menerima kenyataan bahwa mereka tidak mendapat penghasilan yang sesuai dengan yang seharusnya. Ngga ada dari mereka yang sungguh-sungguh berhasrat besar untuk menjadi editor melainkan hanya menjalani nasib saja. Editor yang dituntut untuk berpendidikan tinggi, pintar dan cerdas, memiliki prestasi bagus, ide yang cemerlang, dan kreativitas tinggi, serta mental yang kuat karena harus biasa bekerja under pressure, tetapi dihargai dengan sangat murah dan disamakan dengan pekerja yang bekerja dengan ototnya saja. Editor yang bekerja dengan otak dan hatinya tetapi harus berada di bawah kekuasaan orang-orang yang ngga punya otak dan hati. Sungguh ironis, bukan.

Begitulah kira-kira awalnya gue terjerumus ke dalam lembah hitam ini … eh salah, maksudnya awal gue akhirnya menjalani pekerjaan sebagai editor. Pekerjaan yang masih gue jalani sampai saat ini.

Buat gue ini adalah pilihan hidup. Dalam hidup dimana tidak banyak pilihan yang dapat diambil, maka memilih satu pilihan lebih baik daripada tidak punya pilihan sama sekali.

Buat anda yang memiliki pengalaman dan nasib seperti gue, jangan berkecil hati, ya. Paling ngga kita masih memiliki otak dan hati. Itu adalah modal besar yang bisa berguna pada saatnya nanti. Jangan patah semangat.

You can get more money with your brain

Ya, ungkapan ini sangat cocok dialamatkan buat gue. Gue yang berprofesi sebagai editor di sebuah perusahaan penerbitan. Gue yang masih ngga punya bayangan yang jelas bagaimana masa depan gue terutama istri dan anak-anak gue. Memang, gue masih ngga bisa ngebayangin bagaimana nanti anak-anak gue bisa mendapatkan pendidikan yang layak sementara biaya untuk pendidikan semakin mahal ngga masuk akal.

Sebagai seorang editor, kita dituntut untuk memiliki kecerdasan dan kreativitas yang tinggi. Ini tentu saja memerlukan kerja otak yang tidak ringan. Syarat untuk menjadi editor pun tidak main-main, dia harus sarjana lulusan perguruan tinggi negeri bahkan ada juga yang magister (S2), mempunyai indeks prestasi minimal 3,00, dan dapat berpikir cepat dalam tekanan. Ini tentu saja hanya dimiliki oleh bukan sembarang orang.

Dengan kriteria seperti itu, tentu orang akan mengira bahwa pendapatan seorang editor pastilah sangat lumayan. Wajar kan orang yang spesial digaji dengan spesial juga. Tapi, orang akan sangat terkejut saat mengetahui bahwa pendapatan seorang editor tidak se-spesial sebagaimana tugas dan fungsi editor itu. Bahkan bisa dibilang seorang editor yang bekerja dengan “otaknya” itu memiliki pendapatan yang sama atau bisa jadi lebih kecil dari pendapatan seorang pekerja yang menggunakan “ototnya” (maaf, bukan berarti saya merendahkan mereka yang bekerja dengan ototnya, tetapi ini hanya sebagai perbandingan saja). Ironis, ya.

Tengok saja, seorang editor yang harus menyelesaikan sebuah naskah untuk dijadikan buku. Naskah itu hanya terdiri dari 30 halaman. Tentu saja ini tidak layak untuk dijadikan sebuah buku (tapi anehnya diterima oleh sang penanggung jawab, chief editor). Kondisi ini memang sangat sering terjadi di dunia penerbitan. Dan, editorlah yang menjadi kreator sekaligus finishing toucher dari naskah yang ngga layak itu. Dia harus menjadikan buku itu menjadi layak. Ini dilakukan dengan menambah halaman buku menjadi 64 halaman (jumlah ini dianggap ekonomis dalam penerbitan) dengan menambah materi dan gambar. Kalo dipikir ini sih sama aja editor yang nulis buku itu, ya kan.

Sebenarnya sebutan editor itu tidak cocok buatnya karena pekerjaan yang harus dilakukan tidak cuma mengedit saja tetapi juga harus merombak, menambahkan, bahkan terkadang harus menulis ulang naskah tersebut agar menjadi buku yang layak dibaca dan laku dijual. Dan, ini ngga pernah dipedulikan oleh sang chief, yang dia tahu buku itu harus selesai dengan baik dan laku dijual. Coba bayangkan, naskah dari penulis tadi (yang ngga layak) sudah disulap sedemikian rupa oleh editor dan laku terjual, tetapi apa yang didapatkan oleh editor? Uang lembur yang hanya cukup buat beli pulsa yang mungkin jauh lebih rendah dari uang lembur setter (yang secara intelektual lebih rendah dari editor, cuma perbandingan aja ya). Sementara, penulis buku itu yang notabene cuma membuat setengah dari buku itu mendapatkan semuanya: nama sebagai penulis (ini sangat mahal nilainya karena bisa menjadi faktor promosi dalam pekerjaannya), uang lelah menulis (yang jumlahnya lumayan lah), royalti (pendapatan pasif yang didapat setiap tahun), dan popularitas (kalo bukunya laku tentu saja penulisnya juga terkenal dong).

Gimana? Layakkah jika seorang editor yang dituntut memiliki kecerdasan dan kreativitas tinggi ternyata mendapatkan pendapatan yang minim yang ngga sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya? Apakah layak seorang editor yang bekerja dalam tataran ide dan kreativitas digaji berdasarkan jam kerja? Di perusahaan penerbitan biasanya berlaku sistem lembur dimana perhitungan lembur itu berdasarkan waktu pekerja itu melakukan pekerjaannya. Lho, editor yang bekerja berdasarkan pikirannya kok dibayar berdasarkan waktu kerja, ngga matching dong.

Tapi, dalam dunia bisnis yang segala sesuatunya diukur dengan pertimbangan untung dan rugi, hal ini sangat wajar. Bisa dikatakan editor adalah korban (tumbal) dari sistem yang kapitalistik. Dalam sistem kapitalistik ini siapa yang bisa menyumbang keuntungan lebih banyak buat perusahaan, dialah yang mendapatkan bagian paling besar. Sialnya, editor sebagai pemain di belakang layar emang paling ngga keliatan perannya dalam bisnis ini. Mereka hanya tau penulisnya lah yang hebat dan pintar, padahal??? Atau, kalau buku itu bisa laku terjual, mereka melihat ini adalah peran pihak marketing. Editor ngga pernah masuk hitungan, kecuali saat terjadi kesalahan, barulah semua orang serentak menunjuk jari telunjuknya kepada editor. Sungguh ironis.

Tapi, itulah kenyataannya. Lagian, siapa suruh jadi editor? Daripada istri dan anak-anak gue kelaparan, ya gue jalanin aja pekerjaan ini sambil bermimpi mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan masa depan yang lebih baik.

Buat rekan-rekan sesama editor, this is tribute to you for your full of dedication and respect in your work.

Peace, ya!

28 July 2008

Memaknai Isra Miraj

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil haram ke Masjidil aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

(QS Al-Isra atau surat Bani Israil (17): 1)

Tahukah kamu bahwa saat ini kita telah berada di bulan Rajab dalam kalender Hijriah? Ada apa dengan bulan Rajab? Masih ingatkah kita kepada saudara-saudara muslim kita di Palestina? Apa hubungannya bulan Rajab dengan Palestina dan Al-Quds?

Ayat di atas banyak diperdengarkan di saat-saat ini di bulan Rajab ini, baik di masjid-masjid maupun di pengajian-pengajian. Ayat ini memang bercerita tentang suatu kejadian penting yang terjadi di bulan Rajab, suatu keajaiban dan mukjizat yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw.

Ya, peristiwa itu adalah Isra dan Miraj yang dialami oleh Baginda Nabi. Dalam ayat di atas Allah yang Maha Kuasa telah menunjukkan kebesaran dan mukjizatnya dengan memperjalankan Nabi Muhammad saw dari Masjidil Haram di kota Mekah (sekarang termasuk dalam negara Arab Saudi) ke Masjidil Aqsa di Palestina. Dua tempat ini berjarak ratusan kilometer dan memakan waktu berhari-hari untuk mencapainya dalam satu perjalanan yang dilakukan saat itu, zaman di mana kuda dan onta adalah satu-satunya kendaraan yang tersedia. Dan, Nabi Muhammad saw hanya memerlukan waktu beberapa detik saja untuk melakukannya tentunya atas izin dan kekuasaan Allah swt.

Saya tidak ingin membahas bagaimana kekuasaan Allah itu dapat terjadi atau bagaimana bentuk buraq, binatang yang ditunggangi Nabi Muhammad dalam perjalanan itu. Saya lebih tertarik untuk membahas bagaimana nasib bangsa Palestina yang saat ini masih terlunta-lunta. Padahal dalam ayat di atas disebutkan dengan jelas bahwa

“… yang telah Kami berkahi sekelilingnya …”

Semestinya Palestina adalah negeri yang penuh berkah di mana di sana berdiri dengan kokoh Masjidil Aqsa sebagai kiblat pertama umat Islam (udah pada tau khan?). Tapi, apa yang terjadi saat ini? Palestina hanyalah sebuah negeri yang penuh dengan noda darah, air mata, dan perpecahan, yang selalu disebut-sebut sebagai sarang teroris oleh barat (AS dan sekutunya).

Saya pikir bulan Rajab ini dan lebih khusus lagi peringatan Isra Miraj yang sebentar lagi akan kita jalani (tanggal 27 Rajab bertepatan dengan tanggal 30 Juli 2008), adalah momen yang sangat tepat untuk mengingat kembali bahwa masih ada tugas kita sebagai seorang Muslim untuk ikut merasakan dan membantu penderitaan dan perjuangan yang dialami oleh saudara-saudara di Palestina. Siapa lagi yang dapat membantu perjuangan Palestina kalau bukan kita sebagai saudara sesama muslim. Siapapun mereka, apabila mereka mengucapkan syahadat maka mereka adalah saudara kita.

Sebagai bentuk solidaritas dan kesetiakawanan kepada sesama muslim di Palestina, mari kita bergabung bersama dalam acara

KONSER KEMANUSIAAN UNTUK KEMERDEKAAN RAKYAT PELESTINA

Yang akan diselenggarakan pada

Ahad, 6 Agustus 2008 di Tennis Indoor Senayan

Acara ini dibagi menjadi tiga sesi
- sesi I (09.00 – 12.00 WIB)
- sesi II (13.00 – 16.00 WIB)
- sesi III (18.30 – 21.30 WIB)

Acara ini dimeriahkan oleh tokoh-tokoh dan cendikiawan Muslim dan Palestina di antaranya.

Hidayat Nur Wahid (ketua MPR), Adhyaksa Dault (Menteri Pemuda dan Olahraga), Arifin Ilham (pemimpin majelis zikir), Izzatul Islam, Ar-Ruhul Jadid, dan lain-lain.

Wah, kayaknya bakalan rame dan seru nih …

So, buat sobat-sobat yang ngaku Islam dan cinta perdamaian dan kemerdekaan, ini adalah wadah yang tepat untuk menunjukkannya. Mari kita hadir bersama-sama, dan jangan lupa ngajak nyak-babe dan teman-temannya, kakak dan konco-konconya, adik, saudara, tetangga, temannya tetangga, kerabat, dan semuanya deh biar rame … he3x …

Don’t miss it!

Apa definisi sebenarnya dari alkohol?

Kita telah mengenal istilah alkohol secara kimia sejak lama, yaitu saat belajar kimia di sekolah menengah. Lama sebelum itu, kita juga sudah sering mendengar istilah alkohol secara agama, sejak pertama kali diperkenalkan agama dan syariatnya oleh orang tua kita. Saya mencoba menemukan titik temu istilah alkohol secara agama dan secara kimia. Karena sampai saat ini saya melihat masih ada kerancuan pengertian alkohol secara kimia dan secara agama.

Menurut pengertian agama (dalam hal ini Islam), sejauh yang saya ketahui (mohon dikoreksi jika ada yang salah atau kurang), alkohol dikaitkan dan identik dengan minuman atau zat yang memabukkan jika diminum secara berlebihan. Selain itu, dalam cara pandang ini, alkohol didefinisikan sebagai zat yang sangat berbahaya jika sampai masuk ke dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, alkohol diharamkan oleh agama dan digolongkan sebagai najis yang bisa membatalkan kesucian seseorang jika menyentuhnya. Substansi keharaman alkohol pun mutlak yang tidak bergantung dari kadar (jumlah/kuantitas) alkohol itu, tetapi seberapa pun alkohol tersebut dikonsumsi (sedikit atau banyak, memabukkan atau tidak) semua jatuh ke dalam hal yang diharamkan.

Di pihak lain, secara kimia pengertian alkohol berkaitan dengan suatu gugus fungsi tertentu (kalo boleh saya tulis: R-OH). Di mana semua zat yang memiliki gugus fungsi ini termasuk ke dalam golongan alkohol (masih ingat ngga pelajaran kimia SMA?). Jadi, menurut kimia alkohol adalah sekelompok zat yang memiliki gugus fungsi yang spesifik. Apakah alkohol ini yang termasuk diharamkan oleh agama?

Di sinilah letak permasalahannya. Coba bayangkan, berapa banyak zat yang dapat memiliki gugus fungsi ini, apakah semua zat ini masuk dalam kategori yang diharamkan? Selain itu, sejauh yang pernah saya baca, sangat mudah suatu senyawa diubah menjadi zat dengan gugus fungsi alkohol ini, apakah ini juga dapat jatuh menjadi sesuatu yang haram? Juga, banyak jenis senyawa lain yang dibuat dengan perantaraan alkohol ini atau salah satu zat antara sebelum menjadi produk akhir berupa zat dengan gugus fungsi alkohol, bagaimana hukumnya?

Lebih lanjut, apakah yang diharamkan oleh agama menunjuk pada satu golongan zat alkohol atau hanya sebagian dari alkohol yang memang sudah terbukti merupakan zat berbahaya dan mempunyai efek memabukkan (misalnya lebih spesifik metanol CH3OH atau etanol C2H5OH)? Mengapa dalam agama alkohol yang sedikit pun (yang tidak sampai memabukkan) juga diharamkan?

Saat ini, zat yang dapat digolongkan ke dalam alkohol banyak digunakan sebagai bahan dalam pembuatan berbagai jenis minuman, obat-obatan, dan pengharum (parfum). Coba aja perhatikan bungkus atau kotak parfum atau obat dan lihat di bagian bahan pembuat (ingredients), banyak tertera bahan kimia yang berakhiran –ol (etanol atau butanol, dll) yang merupakan alkohol. Apakah bahan-bahan ini termasuk yang digolongkan sebagai haram menurut agama?

Kita sangat membutuhkan bahan-bahan tersebut baik obat-obatan maupun parfum, yang ternyata mengandung alkohol, dan sudah menjadi bagian dari kehidupan kita.

Bagaimana kita mendefinisikan alkohol?

25 July 2008

What happen in Africa?

Apa pendapat anda tentang Afrika dan orang-orangnya?

sebelum menjawab, coba perhatikan gambar-gambar berikut ini








Bagaimana pendapat anda?

24 July 2008

You can't go far ...

Sebenarnya banyak yang pengen gue tuliskan di sini. Tapi, gue sangat terhambat dengan koneksi internet yang antara hidup dan mati atau hidup segan mati tak mau. Sebentar nyambung, tiba-tiba putus, begitu berulang-ulang. Gue emang memanfaatkan (nebeng) internet di kantor. Minggu ini ngga ada kerjaan yang perlu gue selesaikan, jadi sebenarnya banyak kesempatan dan waktu untuk menuliskan banyak hal. Tapi, itu semua ngga bisa gue lakukan.

Satu hal lagi, udah beberapa hari ini gue susah akses ke blog atau blogger. Gue coba masukblog gue dan alamat blog yang lain ngga bisa kebuka. Kayaknya, semua situs blog diblokir oleh sang admin. Di sini emang ada admin jaringan yang memantau lalu lintas jaringan dan punya kewenangan memblokir situs yang dianggap ngga perlu dan ngga penting (tapi kalo situs porno ngga pernah diblokir deh kayaknya! aneh khan). Menurut gue ngga penting banget dan kayak ngga ada kerjaan aja ngeblokir blog. Apa salahnya kita ngeblog dengan fasilitas kantor, emang ngga ada kerjaan kok. Kalo pas lagi ada kerjaan sih kita cepet-capet nyelesein kerjaan kita. Jadi, sama sekali ngga mengganggu kerjaan kita, what's wrong?

Walhasil gue jadi agak susah buat posting tulisan gue ke blog. Gue juga jadi males mau nulis, kehilangan selera. Udah koneksi internet hidup mati, akses ke blogger diblokir pula. Gue udah kayak tentara yang kehilangan senapannya, ngga bisa berbuat apa-apa.

Untung aja, ada temen gue yang meminjamkan buku komiknya. Buku komiknya berjudul Ninja Rantaro, yang merupakan versi komik dari film kartun berjudul Ninja Boy. Gue cukup terhibur dengan buku komik ini yang menurut gue lumayan lucu. Buat gue yang pernah menonton film Ninja Boy, sudah sangat familiar dengan karakter tokoh dalam komik ini. Dan, gue ngga bisa nahan diri untuk ketawa sendiri di meja gue saat baca buku ini. Lumayanlah ada hiburan.

21 July 2008

Hotspot in the school

Sekarang, di sekolah udah ada hotspot. Itulah kata-kata istri gue yang bagaikan angin surga yang berhembus di telinga gue. Pernyataan ini memang berarti banyak buat gue. Ini berarti gue bisa menjajal kehandalan perangkat wireless yang udah terpasang di laptop gue tapi belum pernah gue pake. Ini bisa juga berarti gue bisa bebas berkelana di dunia maya dengan gratis. Ini bisa juga berarti gue bisa menjajal koneksi internet via koneksi wireless yang kata orang bisa lebih cepat dibandingkan dial-up yang selama ini gue gunakan.

Istri gue emang berprofesi sebagai guru di sekolah dasar islam swasta yang lumayan elit. Ternyata di sekolahnya baru aja dipasang hotspot. Gue ngga tau seberapa pentingnya hotspot itu buat sekolah itu. Dan gue ngga peduli. Buat gue yang tempat tinggalnya cuma 10 langkah dari sekolah itu, ini merupakan sesuatu yang sangat berguna. Gue dan istri gue bisa memanfaatkan hotspot itu untuk selancar di internet. sekaligus jagain dua anak gue, Izzaty dan Firdaus, bermain-main di sekitar sekolah yang emang banyak terdapat wahana permainan. Ini artinya sambil menyelam minum air.

Rencananya, gue mau menjajal hotspot di sekolah itu pada hari ahad kemarin. Tapi, mendadak gue mendapat panggilan tugas (kayak tentara aja!) dari kantor. Gue harus lembur untuk menyelesaikan kerjaan di kantor yang udah deadline. Gue harus bersabar dan mengurungkan niat gue yang udah menggebu-gebu untuk mencoba hotspot. Gue berharap akhir pekan yang akan datang bisa menuntaskan rasa penasaran gue ini untuk segera menjajal hotspot secara gratis.

20 July 2008

Who need windows Vista?

Hari jum'at malam yang lalu saya mendapat tawaran yang menggiurkan sekaligus membingungkan. Adik ipar saya yang bekerja di perusahaan konsultan IT menawarkan kepada saya apakah mau menginstal windows vista di komputer saya. Mendengar kabar itu, saya bagaikan mendapatkan durian (monthonk) runtuh, senang banget. Seolah-olah tuhan mendengar doa saya dan mengabulkannya.

Semenjak di-launching setahun yang lalu (pertengahan tahun 2007), saya emang pengen banget nyobain sekaligus ngubek-ngubek makhluk yang bernama windows vista itu. Saya pengen membuktikan keampuhan dan kesaktian windows vista, seperti yang digembar-gemborkan banyak pihak. Dan, kesempatan itu ada di hadapanku sekarang.

Sebagai persiapan untuk menginstal windows vista, gue buka-buka lagi majalah chip yang pernah gue beli yang membahas tentang cara instalasi vista. Dari tulisan itu, gue menangkap (kayak ikan aja ditangkap!) ada dua cara menginstal vista.

Pertama, meng-upgrade vista dari windows XP (atau windows versi sebelumnya). Di sini kita seolah-olah menimpa XP yang udah terinstal di komputer kita sebelumnya dengan windows vista. Cara ini kelihatannya menarik dan lebih gampang dilakukan karena kita tinggal melakukan upgrade dan XP langsung berganti dengan vista. Namun, cara ini berisiko karena bisa jadi tidak semua program dan hardware yang ada sudah kompatibel dengan vista yang baru terinstal. Misalnya, driver-driver dari hardware yang terinstal belum tentu cocok dengan vista. Karena saat kita menginstal driver kita menggunakan driver dalam platform XP bukan vista. Jadi, cara upgrade dari XP langsung ke vista perlu diperhitungkan masak-masak.

Kedua, melakukan instalasi baru. Di sini kita melakukan instalasi vista di ruang harddisk yang berbeda dengan ruang untuk windows yang sudah ada sebelumnya. Kita bisa membuat komputer kita memiliki dua sistem operasi (OS), yaitu windows XP yang sudah kita instal sebelumnya dan windows vista yang akan kita instal. Kita bisa menempatkan tiap-tiap OS di partisi harddisk yang berbeda.

Perlu diketahui bahwa harddisk yang kita punya bisa dipartisi (atau dibagi) menjadi beberapa bagian, yang paling umum adalah dua bagian yang biasanya dinamakan volume C dan D. Windows XP biasanya terletak di C dan D biasanya untuk menyimpan berbagai data. Ketika kita ingin menginstal sistem operasi baru misalnya windows vista, kita bisa meletakkannya di D.

Cara kedua ini yang pengen gue lakukan. Lagi pula cara kedua ini menurut gue lebih aman. Karena banyak kasus di mana windows vista mengalami berbagai masalah. Dengan menggunakan dua OS kita bisa berpindah dari XP ke Vista atau sebaliknya jika di satu OS (misalnya vista) mengalami masalah. Selama ini kita sudah terbiasa menggunakan windows XP dan sayang untuk ditinggalkan. Di lain pihak, tidak ada salahnya mencoba sistem operasi yang baru seperti windows vista yang digembar-gemborkan sebagai sistem operasi yang handal. Ini yang membuat gue penasaran untuk mencobanya. Dengan menggunakan dual OS kita bisa berganti-ganti OS, XP dan vista.

Tapi tampaknya gue akan menemui ganjalan untuk menginstal vista di komputer gue. Informasi yang gue dapet di majalah chip, untuk menginstal vista diperlukan minimal kapasitas sebesar 20 GB (bahkan sumber lain mengatakan minimal 40 GB) ruang di harddisk. Ini masalahnya, karena gue lihat kapasitas volume D di komputer gue cuma 18 GB dan total kapasitas harddisk komputer gue cuma 40 GB. Gue ngga yakin bisa dan apakah menginstal vista perlu dilakukan.

Bisakah gue menginstal vista dengan kapasitas harddisk terbatas seperti ini? Apakah gue perlu menginstal vista di komputer gue?

Who need windows vista?

14 July 2008

Unforgetable Weekend

Akhir pekan memang saat yang ditunggu-tunggu bagi mereka yang sehari-hari dipenuhi oleh urusan pekerjaan. Demikian juga dengan gue yang benar-benar memanfaatkan akhir pekan yang lalu untuk melupakan segala urusan pekerjaan di kantor. Namun, buat gue akhir pekan tidak berarti gue bisa bersantai di rumah. Masih banyak tugas yang harus gue kerjain. Buat gue sih akhir pekan adalah saat di mana kita bisa switch dari pekerjaan rutin ke pekerjaan sampingan. Jadi, sebenarnya gue tetap “bekerja” juga sih.

Namun, tampaknya gue harus bersabar di akhir pekan yang lalu. Pasalnya, gue harus bisa menerima kenyataan bahwa di depan rumah gue sedang ada hajatan di hari sabtu yang lalu. Dan masalah besarnya adalah gue harus bersiap pasang telinga karena pas banget di depan jendela kamar tidur gue udah terpasang speaker berukuran sangat besar. Tentunya ini berkaitan dengan hajatan tetangga gue itu. Dan dugaan gue ngga meleset, sejak sabtu pagi musik pengiring hajatan udah meraung-raung berkumandang ke seantero lingkungan tempat tinggal gue. Dan gue yang kamarnya pas berada di depan moncong speaker itu menjadi korban terbesar dari keadaan ini. Sebelumnya gue udah membayangkan sabtu-minggu ini bisa menyelesaikan pekerjaan gue dengan tenang. Tapi apa yang terjadi? Gue malah harus menjadi pendengar nomor satu dari segala yang keluar dari speaker raksasa tersebut.

Tapi gue ngga kehilangan akal. Dengan penuh harap gue meminta adik ipar gue,yang punya hp nokia N70 yang bisa dipake buat dengerin musik, untuk tukeran hp. Gue berharap bisa make hp-nya buat dengerin musik pake earphone. Untungnya adik ipar gue itu mengerti kesulitan gue ini dan dengan rela bersedia tukeran hp. Walhasil gue bisa mengerjakan pekerjaan gue dengan earphone menempel di telinga. Lumayan paling ngga gue ngga harus dengerin musik dangdut yang memekakkan telinga dari speaker raksasa di depan jendela kamar gue. Namun, gue harus membayar mahal kelakuan gue ini. Sampe sekarang telinga gue jadi agak nyeri. Mungkin karena terlalu dipaksain dengerin musik melalui earphone yang gue jarang melakukannya.

Acara hajatannya sendiri ngga terlalu buruk akibatnya buat gue dan keluarga. Malahan sangat menguntungkan banget. Anak-anak gue yang emang doyan banget makan, jadi ngga kehabisan bahan makanan untuk dimakan. Bolak-balik mereka mengenyam es krim dan siomay yang dengan suka rela diberikan oleh tuan rumah yang punya acara. Kebetulan ibu mertua ikut membantu membuat masakan dalam acara hajatan itu. Hari itu gue bebas dari rengekan dua anak gue itu yang biasanya kerap meminta jajan ke indomaret. Selain itu, tuan rumah juga secara suka rela mengirimkan makanannya ke rumah gue. Walhasil hari itu gue ngga perlu masak buat makan siang dan makan malam. Meja makan dan kulkas gue yang biasanya kosong tanpa makanan, hari itu penuh sesak dengan berbagai macm makanan, mulai dari kue sampe lauk pauk. Inilah hikmahnya kalo kita berkeluarga, ada aja rezeki yang datang ke tempat kita. (makanya, buat yang belon nikah, segeralah menikah! Apa hubungannya?)

Tapi ada satu hal yang ngga mengenakkan buat gue. Saat gue membuka kulkas, mata gue tertumbuk pada satu bungkusan styroform. Biasanya makanan yang spesial selalu diletakkan di tempat yang eksklusif itu. Dengan berbunga-bunga gue buka styroform itu. Dan alangkah terkejutnya gue, ternyata isinya adalah jengkol. Gue emang paling sensitif dengan makanan yang satu ini. Tapi sialnya keluarga gue sangat doyan dengan makanan ini. Mendadak sontak gue kehilangan selera makan demi melihat keadaan ini.

Ternyata memang ada menu spesial yang disiapin oleh tuan rumah yang punya hajat yang disediakan buat tamunya. Ya, jengkol itu. Tapi itu buat acara hari jumat yang lalu. Dan karena masih tersisa, tuan rumah mengirimkannya ke rumah gue dengan suka rela. Dan diterima dengan suka rela juga oleh keluarga gue. Padahal mereka tahu kalo gue paling ngga suka jengkol.

Gue emang mendingan ketemu tuyul atau babi ngepet deh daripada harus ketemu makanan yang bernama jengkol. Bisa jadi kalo gue punya penyakit jantung, gue bisa terkena serangan jantung kali kalo ngeliat jengkol. Dan yang lebih menjengkelkan adalah kamar mandi rumah gue yang mengeluarkan bau yang naudzubillah ketika keluarga gue abis makan jengkol.

Sampe siang ini gue masih kehilangan selera makan gue. Pagi tadi rencananya sih gue pengen makan sahur buat puasa senin kamis. Tapi gue takut ngga bisa makan akibat selera makan gue yang hilang itu. Makan siang gue hari ini aja ngga begitu bersemangat akibat peristiwa tersebut.

Dan ada lagi yang lucu yang gue dapat di akhir pekan yang lalu. Istri gue dapat undangan resepsi pernikahan dari salah satu tetangga gue yang lain. Di undangan itu tertulis resepsi pernikahan dilaksanakan tanggal 13 Juli 2008 yang berarti hari minggu kemarin di rumah mempelai wanita. Tapi lucunya acara akad nikahnya baru akan dilaksanakan hari Jumat yang akan datang tanggal 18 Juli 2008. Selama ini baru kali ini gue ngeliat acara resepsi lebih dulu dari akad nikah. Emang boleh ya kayak gitu. Padahal kan acara yang utamanya justru akad nikahnya. Gue yang kuper atau bener-bener aneh ya? Ngga tau deh, emang gue pikirin.

Lesson from the Holy Qur'an

Sebagaimana biasa setiap minggu malam sesudah salat Magrib gue menyempatkan diri bertilawah Al-Qur’an. Demikian pula minggu malam kemarin, gue manfaatkan kesempatan ini untuk sedikit menenangkan hati dan berzikir kepada Allah. Selama gue bekerja memang gue jadi lebih jarang melakukan hal ini. Beda dengan ketika gue masih kuliah dulu yang ngga pernah ketinggalan membaca Al-Qur’an setiap pagi dan petang.

Kalo gue pikir-pikir kebangetan juga ya kalo kita sampe ngga sempet baca Qur’an. Selama 24 jam x 7 hari waktu yang kita punya selama seminggu, masa kita sampe ngga punya waktu untuk baca Qur’an. Sungguh terlalu! Makanya gue usahain banget dalam seminggu itu paling ngga hari sabtu dan minggu untuk baca Qur’an.

Gue jadi inget dalam satu pengajian dikatakan bahwa rasulullah Muhammad saw salat malam sampe bengkak kakinya, saking lamanya dia berdiri ketika salat. Bayangin tiap malem beliau selalu menunaikan salat malam dan menghabiskan sepertiga malam untuk melakukan hal itu. Bandingin dengan kita yang pada saat yang sama dengan sangat khusyunya tidur (kita emang bisa khusyu kalo tidur doang kali ye!) dan terbuai dalam mimpi. Beda banget!

Saat gue baca Qur’an itu, gue sampe ke ayat yang terjemahannya berikut ini.

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal (berperang) itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Dan Allah-lah yang mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.
(QS Al-Baqarah: 216)

Setelah selesai baca Qur’an, gue baca lagi terjemahan ayat di atas. Gue pikir-pikir bener juga ya, terkadang kita mengalami keadaan di mana kita malas melakukan sesuatu padahal kita benci atau berat untuk melakukannya. Dan ini banyak gue alami dalam kehidupan sehari-hari. Seolah-olah gue diingatkan melalui ayat ini.

Gue kadang merasakan seolah-olah realitas tidak sejalan dengan keinginan dan cita-cita kita. Gue terkadang melupakan realitas yang ada di hadapan kita, dan terus bermimpi akan sesuatu yang jauh dari jangkauan kita. Terkadang kita membenci realitas yang terjadi. Dalam keadaan ini ada baiknya kita ingat:

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu.

Dalam keadaan yang lain, kita terkadang terlena oleh sesuatu yang seolah-olah baik tanpa pernah merenungkannya kembali. Kita hanyut dalam kesenangan yang semu. Di sini ada baiknya kita ingat:

Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.

Sesuatu yang baik menurut pandangan kita, bisa jadi tidak bermakna di mata Allah. Jadi, ayat ini seolah-olah mengarahkan kita untuk menjadikan pandangan baik dan buruk berdasarkan pandangan Allah bukan semata-mata datang dari nafsu dan perasaan kita.

Dan Allah-lah yang mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.

Dalam setiap keadaan, baik senang maupun susah, ada baiknya kita selalu mengingat ayat ini. Ayat ini dapat dimaknai secara luas dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.

10 July 2008

Using HP as modem for internet connection

Semalam aku mimpi, mimpi buruk sekali (ngaco lu mau nulis apa nyanyi dangdut he .. he..). Semalam akhirnya gue bisa mewujudkan keinginan gue yang udah lama terpendam: internetan di laptop via hp di kamar tidur gue. Ternyata gampang-gampang susah juga mewujudkan keinginan gue tersebut. Diperlukan kesabaran dan ketekunan dalam melakukannya.

Gue udah lama mengidam-idamkan hal ini: bisa internetan di mana aja tanpa harus diganggu oleh koneksi kabel. Dan, salah satu caranya adalah memanfaatkan hp yang kita punya untuk kita jadikan sebagai modem. Keuntungan dari hal ini adalah kita bisa terhubung ke internet di mana aja kita berada. Saat kita main ke taman dan bawa laptop kita bisa akses internet. Jadi, kita bisa mobile dan tidak tergantung dari koneksi kabel yang biasanya tertentu di satu tempat saja.

Akhirnya, gue bisa mewujudkan hal itu semalam. Akses internet menggunakan hp sebagai modem. Ada yang tertarik mau mencoba? Berikut ini cara-caranya.

Pertama, kita harus menyiapkan pirantinya. Kalo gue, gue menggunakan laptop dan hp SE K700i dengan koneksi menggunakan bluetooth. Kebetulan komputer gue belum dilengkapi bluetooth jadi gue pake usb bluetooth adapter (itu loh usb yg berfungsi sebagai bluetooth, bisa dibeli di toko komputer dg harga 50-an ribu). Selain itu, bisa juga menggunakan kabel data. Jadi, komputer dan hp dihubungkan dengan kabel data.

Hp yang akan kita gunakan sebagai modem minimal telah dilengkapi dengan GPRS. Kebetulan hp gue sudah dilengkapi dengan GPRS jadi bisa gue pake. Jadi, pastikan hp yang akan kita gunakan sudah dilengkapi dengan GPRS. Untuk koneksi yang lebih cepat kita bisa juga memanfaatkan hp yang dilengkapi dengan 3G.

Ada prosedur dan setting yang perlu dilakukan sebelum bisa menggunakan hp sebagai modem dan mengakses internet. Baik setting yang dilakukan di komputer maupun di hp kita. Menurut gue, disinilah letak tantangannya yang memerlukan kesabaran dan ketekunan.

Pertama, setting di hp. Kebetulan gue menggunakan kartu IM3. Mengapa? karena kabarnya IM3 dapat disetting untuk menjalankan internet secara time-based. Jadi, hitungan tarifnya berdasarkan waktu terhubung ke internet. Tarifnya adalah Rp100/menit. Menurut gue ini paling irit dan hemat. Makanya gue pake konfigurasi ini.

Sebelumnya, pastikan bahwa kita sudah melakukan aktivasi GPRS untuk Hp kita. Untuk IM3 cara aktivasinya cukup mudah, yaitu via sms dengan mengetikkan GPRS nama dan hp kita kemudian kirim ke 3000. Contohnya, gue menggunakan sony ericsson K700i, maka gue ketik GPRS se k700i kirim ke 3000.

setelah menerima konfirmasi bahwa hp kita sudah di aktivasi baru kita melakukan setting GPRS di hp. Untuk melakukan setting ini, kita masuk ke Connectivity > internet setting > internet profiles > indosatgprs. Kemudian masuk ke settings di mana kita harus memasukkan user dan password. kita masukkan

user : indosat@durasi
password : indosat@durasi

Untuk kartu sim yang lain tentu saja berbeda, Tergantung masing-masing operator. Ingat setting ini hanya untuk IM3 berbasis time-based.

Setelah setting di hp sudah dilakukan. Hal kedua yang harus dilakukan adalah melakukan setting di komputer kita. Untuk itu kita harus menghubungkan komputer dan hp kita menggunakan koneksi yang ada. Koneksi yang gue pake adalah via bluetooth karena gue ngga punya kabel data untuk hp gue (se k700i). Colokin USB adapter ke usb komputer. Langkah-langkahnya cukup ribet tapi menarik untuk dicoba.

1. Masuk ke dalam bluetooth device melalui control panel. kemudian pada tab device klik add dan biarkan computer mendetect handphone kita. Saat handphone kita sudah terdetect maka akan muncul di layar berupa nama handphone kita. Kita pilih kemudian klik ok. Di sini kita perlu memasukkan passkey, yaitu berupa angka 8 -16 digit baik di hape maupun di komputer dan klik next. Setelah selesai klik finish. Maka kita telah dapat mengkoneksikan komputer dan hp melalui bluetooth dan siap menggunakannya sebagai modem.

2. selanjutnya, masuk ke phone and modem options melalui control panel. Kita pilih tab modem sehingga muncul semua modem yang terinstal di komputer dan klik add untuk menambahkan handphone kita sebagai modem. Kemudian akan muncul kotak instal new modem, klik next, maka computer akan mendetect handphone kita. Setelah muncul nama handphone kita di kotak pilih dan klik ok. Di sini kita telah menginstal modem baru dan akan terdeteksi oleh komputer sebagai standard modem over bluetooth link. Kita bisa melihatnya di phone and modem options di mana kita telah menambahkan modem baru.

3. Selanjutnya, masuk ke network connections melalui control panel. Di sini akan ditunjukkan semua koneksi jaringan yang telah terinstal di komputer kita. Karena kita akan membuat koneksi baru melalui modem handphone maka kita perlu membuat koneksi baru. Kita klik create a new connection di kolom sebelah kiri kotak. Maka akan muncul kotak welcome to the new connection wizard, klik next. Pada network connection type kita pilih connect to internet dan klik next. Kemudian akan muncul kotak cara apa yang akan digunakan untuk koneksi internet. Di sini kita pilih set up my connection manually dan klik next. Kemudian pada kotak internet connection pilih connect using dial-up modem dan klik next. Kemudian kita isi nama ISP yang digunakan, kita isi m3net dan klik next. Selanjutnya masukkan nomer telepon, isikan dengan *99***X# dan klik next. Kemudian isikan "gprs" pada username dan "im3" pada password dan klik next. Setelah selesai klik finish. Maka kita telah membuat koneksi baru bernama m3net. Ini akan muncul pada network connection di bawah dial-up. Untuk mengeceknya masuk ke network connection melalui control panel.

4. kita tinggal melakukan satu hal kecil lagi (he … he … he … sabar ya!), yaitu memasukkan suatu kode. Masuk ke device manager melalui control panel > system > tab hardware > device manager. Klik dua kali pada modems > sony ericsson k700i modem properties. Klik tab advanced dan masukkan kode berikut ini

At+cgdcont=1,”IP”,”www.indosat-m3.net”

Karena kita menggunakan kartu IM3. dan klik ok.

5. Pada tahap ini kita sudah siap untuk koneksi internet melalui handphone kita. Kita bisa langsung melakukan koneksi melalui connect to > m3net > dial. Maka akan kita dapati bahwa komputer telah melakukan koneksi yang ditandai dengan keterangan di sebelah kanan bawah layar windows. Buka browser dan (abrakadabra!) kita bisa browsing ke alamat situs yang kita inginkan.

Selamat datang di dunia maya!

Selamat mencoba.