28 May 2008

Mengapa Mereka (Tidak) Suka Pelajaran Fisika?

Sebelum kita sampai ke pertanyaan ini, mari kita bayangkan apa jawaban siswa SMA saat ada yang bertanya: Apa pelajaran yang paling dibenci di sekolah? Ya, sebagian besar dari siswa tersebut pasti akan menjawab secara spontan dan serempak: Fisika!

Kalau Anda tidak percaya coba kita ingat-ingat kembali bagaimana kita dulu ketika sekolah menghadapi pelajaran fisika, pasti yang kita alami adalah kisah sedih di hari minggu (eh salah!) maksudnya tidak menyenangkan. Ingatan kita tentang fisika selalu dipenuhi dengan duka dan sedih (nggak ada senangnya sama sekali!). Ada yang gurunya galak, ada yang gurunya cuek, sering bolos, dihukum guru karena nggak ngerjain PR, dan lain-lain. Begitu bukan (hayo ngaku aja deh!).


Jadi, pertanyaan di atas: “Mengapa mereka tidak suka (benci) pelajaran fisika?” memang pantas dikemukakan dan dianalisis.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pelajaran fisika adalah salah satu pelajaran yang paling dihindari di sekolah khususnya tingkat SMA. Banyak kisah-kisah yang tidak menyenangkan yang terjadi saat menjalani pelajaran fisika di sekolah sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Keadaan ini sungguh ironis mengingat ilmu fisika adalah salah satu ilmu yang harus dikuasai bagi mereka yang ingin kuliah di perguruan tinggi dalam bidang eksakta (bidang MIPA, kedokteran, teknik, dan ilmu komputer).

Coba kita bayangkan bagaimana sulitnya mahasiswa yang mengambil kuliah di bidang eksakta di mana mereka sangat tidak menguasai pelajaran fisika di bangku SMA hanya karena hal-hal yang tidak menyenangkan saat belajar fisika di SMA. Bukankah ini sesuatu yang sangat merugikan?

Selama ini kita juga tidak pernah mau mengakui bahwa pelajaran fisika di SMA adalah sulit. Kita selalu mengatakan tidak ada pelajaran yang sulit kalau pelajaran tersebut dipelajari dengan rajin dan sungguh-sungguh tanpa pernah mau melihat bagaimana sulitnya siswa SMA mempelajari dan memahami pelajaran fisika di sekolah. Bisa jadi karena sulitnya memahami fisika itulah yang menyebabkan mereka membenci pelajaran fisika.

Sekarang, coba kita tengok buku pelajaran fisika yang dipakai oleh anak SMA sebagai sarana memahami pelajaran fisika. Walaupun penampilan fisik buku pelajaran itu sangat menarik tetapi tidak demikian halnya dengan isinya. Apabila kita terkagum-kagum dengan penampilan buku itu jangan kaget kalau Anda tidak akan mampu berlama-lama membaca buku fisika itu karena susahnya dan tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kehidupan sehari-hari.

Tanpa kita sadari kita telah membiarkan siswa SMA mempelajari pelajaran fisika yang sulit itu. Di sini kita juga perlu pahami juga bahwa mereka tidak hanya belajar pelajaran fisika saja tetapi mereka juga harus belajar pelajaran lain yang tingkat kesulitannya tidak kalah dengan pelajaran fisika seperti matematika. Pernahkah kita bayangkan bagaimana sulitnya hal ini? Bukankah ini sama halnya dengan membiarkan mereka atau bahkan memaksa mereka menelan sesuatu yang keras dan pahit yang mereka sulit untuk menelannya?

Berdasarkan pengalaman penulis yang selama ini menggeluti pendidikan fisika, ada dua faktor yang bisa dikemukakan berkaitan dengan pertanyaan sebagai judul tulisan ini, yaitu guru dan kurikulum fisika di sekolah.

Guru sebagai ujung tombak

Kita harus berani mengakui bahwa guru berperan besar dalam menjadikan pelajaran fisika sulit dan tidak menarik minat siswa untuk mempelajarinya. Fakta ini didukung oleh pendapat banyak siswa sekolah yang pernah penulis temui. Dari pengalaman siswa tersebut, penulis mendapati banyak guru fisika yang tidak punya motivasi dan semangat untuk mengajar pelajaran fisika. Entah karena malas atau kurang menguasai materi pelajaran, sering guru tidak hadir di kelas dan kalaupun hadir tidak memberikan pelajaran sesuai dengan waktu yang tersedia. Sering waktu pelajaran di kelas diisi dengan mencatat ataupun mengerjakan tugas tanpa siswa diberi wawasan secukupnya tentang materi tersebut. (Ini bisa jadi terjadi pada semua pelajaran bukan hanya pelajaran fisika saja.)

Ada juga guru yang untuk menutupi kemalasannya dan ketidakmampuannya menguasai materi memberikan tugas kepada siswa untuk merangkum materi pelajaran atau membuat makalah dengan topik materi pelajaran yang akan diajarkan. Dengan siswa telah membuat rangkuman atau makalah guru menganggap siswa sudah mempelajari materi tersebut dan menganggap siswa sudah mampu menjawab semua pertanyaan yang berkaitan dengan materi tersebut. Wow, hebat sekali ya! (Jadi, ngapain aja tuh guru?)

Guru yang lainnya, untuk menutupi kemalasannya dan kekurangannya, ada yang memanfaatkan otoritasnya dengan bersikap galak kepada siswa. Ini diharapkan dapat menarik perhatian siswa terhadap pelajaran yang diajarkannya sehingga guru akan lebih leluasa mengajarkan materi pelajaran. Tetapi, sikap ini malah menambah kebencian siswa kepada guru sekaligus juga terhadap pelajarannya. Menurut pengamatan penulis kebanyakan guru yang mengajar fisika dianggap sebagai guru killer karena galak dan memanfaatkan otoritasnya untuk mendapatkan perhatian siswa. Ini adalah salah satu alasan kenapa pelajaran fisika tidak disukai. Apakah seperti ini sikap guru yang sesungguhnya?

Wajar saja kalau pelajaran fisika dianggap sulit lha wong gurunya saja tidak pernah memberikan pelajaran sama sekali dan lebih suka marah-marah ketimbang mengajar. Dari mana siswa mendapat tambahan pengetahuan kalau bukan dari guru? Padahal guru bertanggung jawab untuk mengantarkan siswa memahami pelajaran dan membimbing siswa untuk menerapkan pelajaran yang diajarkannya.

Berdasarkan pengalaman penulis, sebenarnya banyak cara, metode, dan sarana yang bisa dijadikan bahan dalam mengajarkan materi fisika sehingga dapat menjadi lebih mudah. Sebagai contoh ketika mengajarkan materi termodinamika seorang guru dapat menganalogikan hukum termodinamika I dengan krupuk yang sedang digoreng. Krupuk yang digoreng (diberi panas) akan mengalami perubahan volume (membesar) dan kenaikan suhu. Ini sesuai dengan hukum termodinamika I bahwa Q = ΔU + PV (panas Q mengakibatkan kenaikan suhu (energi dalam) ΔU dan pertambahan volume PV). Bukankah cara ini lebih efektif? Dan banyak lagi contoh yang bisa dipakai.

Tidak pantas bagi seorang guru yang membiarkan siswanya tidak mendapat tambahan pengetahuan. Dan, kebanggaan bagi guru yang mampu menanamkan pengetahuan kepada siswanya dan pengetahuan itu bermanfaat bagi kehidupan di masa yang akan datang. Jadi, kepada guru fisika marilah kita perbaiki sikap dan metode pengajaran yang selama ini kita jalankan dalam mengajarkan fisika. Dengan memperbaiki sikap dan metode pengajaran kita adalah salah satu jalan untuk membuat pelajaran fisika itu lebih disenangi dan mudah bagi siswa.

Kurikulum sebagai pedoman (kitab suci)

Tidak salah lagi, kurikulum adalah salah satu penyebab pelajaran fisika menjadi sangat sulit dan karenanya kurang disukai siswa. Kurikulum fisika yang ada tidak seharusnya diberikan pada tingkatan sekolah menengah. Karena menurut kurikulum ini materi pelajaran yang harus diberikan sangat banyak dan terlalu sulit jika dilihat bahwa jam pelajaran yang tersedia sangat terbatas dan siswa pun tidak hanya belajar fisika. Siswa juga harus belajar matematika, biologi, kimia, agama, ekonomi, sejarah dan lain-lain. Jadi, sangat tidak bijak apabila siswa dipaksakan (dijejali) untuk memahami semua materi yang ada di kurikulum.

Materi yang harus dipelajari oleh siswa tentang fisika begitu banyak dan mendetail yang masih perlu dipertanyakan haruskah materi ini diajarkan pada tingkat sekolah menengah. Perubahan kurikulum pada dasarnya tidak banyak mengubah materi pelajaran fisika ini karena hanya mengubah susunan atau struktur materi pelajaran. Perubahan kurikulum tidak pernah sama sekali menyentuh hal apakah materi ini layak dan harus diajarkan pada tingkat sekolah menengah. Pelajaran fisika yang selama ini kita pelajari di tingkat sekolah menengah seharusnya dipelajari di tingkat yang lebih tinggi (apa karena ini siswa kita banyak yang menggondol medali emas olimpiade fisika?).

Kurikulum yang ada selama ini hanya mampu diikuti oleh segelintir siswa saja yang mampu sedangkan sebagian besar siswa tidak dapat mengikuti apa yang ada di kurikulum. Seharusnya kurikulum dibuat untuk dapat diikuti oleh semua siswa, tidak hanya oleh segelintir siswa yang pintar saja. Berdasarkan pengalaman penulis untuk menjelaskan satu bagian (misalnya, hukum termodinamika I) saja dibutuhkan waktu yang cukup lama. Dan belum tentu bisa dipahami oleh semua siswa karena kemampuan masing-masing siswa berbeda-beda. Akibatnya, tidak cukup waktu yang tersedia untuk menyelesaikan seluruh materi yang ada dalam kurikulum.

Akan tetapi, karena kurikulum telah dijadikan pedoman dan bahkan seolah-olah bagaikan kitab suci yang wajib digunakan, kekurangan-kekurangan yang ada dalam kurikulum tidak bisa diganggu gugat. Ini menjadi beban tersendiri buat guru dan siswa.

Menurut pandangan penulis pelajaran fisika seharusnya diarahkan untuk dapat membantu memecahkan masalah yang sering timbul dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran fisika bukan sekedar membahas seluruh aspek dari hukum-hukum fisika secara detil sekaligus menyelesaikan semua perhitungan yang berkaitan dengan hukum tersebut tanpa siswa mengetahui apa manfaat yang nyata dari hukum-hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dikatakan kurikulum yang ada kurang membumi yang membuat siswa kurang berminat mempelajarinya.

Kurikulum yang terlalu padat dan kurang membumi diperparah oleh ketersedian buku sebagai pegangan guru dan siswa dalam pengajaran fisika di sekolah. Ya, harus diakui bahwa buku pelajaran adalah salah satu elemen penting dalam proses pendidikan di sekolah tak terkecuali dalam pelajaran fisika. Di atas telah disebutkan bahwa buku fisika sebagai pengantar memahami pelajaran fisika yang ada tidak representatif. Ini bukan berarti penulisnya yang salah ataupun penerbit yang tidak bertanggung jawab. Penulis maupun penerbit merasa mereka telah membuat buku sesuai dengan kurikulum yang terbaru (kurikulumnya aja ngga jelas!). Dan mereka beralasan buku yang tidak sesuai kurikulum (walaupun lebih membumi dan lebih bisa dibaca (ada ngga ya!)) tidak akan laku dijual. Buku yang sedianya menjadi salah satu elemen penting dalam pendidikan telah terperangkap dalam bisnis semata dan seolah-olah mengabaikan aspek pendidikan. Praktik bisnis ini membuat tidak ada penerbit yang berani membuat buku yang lepas dari pakem dan belenggu kurikulum sehingga buku tersebut bisa lebih membumi dan mudah dipahami.

Salah satu ganjalan lain berkaitan dengan kurikulum yang membuat pelajaran fisika menjadi terlihat sulit adalah adanya ujian nasional (UN) sebagai standar kelulusan. Pelajaran fisika (atau sains pada umumnya) yang sedianya dapat dieksplorasi menjadi lebih menarik terbentur oleh batasan-batasan standar ujian nasional. Dengan adanya batasan-batasan ini guru menjadi terbelenggu dan membatasi pengajarannya hanya pada materi yang diprediksi akan keluar dalam UN. Pengajaran fisika yang dapat diarahkan agar lebih menarik digantikan oleh pembahasan soal-soal untuk menghadapi UN. Keindahan ilmu dan penerapan fisika serta merta akan tertutup oleh kekhawatiran bagaimana menyelesaikan soal UN dengan benar. Tentu saja siswa akan merasa bosan dengan metode pengajaran seperti ini tapi apa boleh buat daripada tidak lulus UN bisa berabe. (Mau ditaruh di mana muka gue kalo ngga lulus UN!)

Dengan argumen yang telah dipaparkan di atas, akankah kita diam saja membiarkan praktik semacam ini berlangsung terus?

Penulis yakin apabila pelajaran fisika bisa diarahkan agar lebih membumi dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari akan lebih mudah untuk memahami pelajaran fisika. Dengan demikian, guru juga lebih mudah untuk mengajarkan pelajaran fisika kepada siswa. Dan, pada saat itu tidak akan ada lagi ungkapan bahwa fisika itu sulit.

Dan, karena ilmu fisika merupakan ilmu dasar yang menjadi landasan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, usaha untuk menjadikan fisika lebih familiar dan akrab buat siswa adalah langkah strategis. Diperlukan usaha yang terpadu dan sungguh-sungguh dalam langkah strategis ini yang meliputi pembenahan guru dan kurikulum.







19 May 2008

Wonder Woman

Hari minggu adalah waktu di mana kebanyakan orang bisa bersantai ria menikmati sedikit kebebasan dan keluangan waktu dari segala rutinitas yang bisa mendatangkan kejenuhan. Namun, tidak demikian halnya dengan yang dialami oleh sosok wanita yang satu ini. Tak tampak sedikit pun suasana santai yang menghiasi kegiatannya pagi itu. Justru dia tampak bergegas menyiapkan sesuatu yang diperlukan. Setelah menyapa suami dan anak-anaknya, dan tak lupa pula dia menyiapkan hidangan untuk sarapan suami dan anak-anaknya, berangkatlah dia ke kampusnya. Ternyata dia harus kuliah di hari minggu ini, sesuatu yang dapat menggambarkan bagaimana kuat tekadnya untuk menggapai obsesi dan cita-citanya. Suasana di minggu pagi ini bisa jadi hanyalah sedikit gambaran keteguhan hati dan kuatnya tekad dari sosok wanita itu.

Dia adalah wanita dari suku minang, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Masa kecilnya dilalui di suatu kampung yang masuk dalam wilayah Payakumbuh Sumatera Barat. Sebagai anak pertama, dia menanggung beban untuk membiayai keluarganya. Untuk itu seluruh keluarga sangat mendukungnya menyelesaikan kuliahnya di jurusan peternakan di salah satu perguruan tinggi negeri di Padang. Dengan susah payah akhirnya dia bisa menyelesaikan kuliahnya dan menyandang gelar sarjana peternakan.

Saat pertama kali dikenalkan sebagai orang padang (walaupun bukan berasal dari kota Padang, setiap orang Sumatera Barat disebut orang padang. Kalo menurut gue sih lebih pas nyebutnya orang minang), dia disebut-sebut tidak mewarisi sifat-sifat atau cap negatif “orang padang”. Karena orang padang sudah dikenal orang sebagai orang yang memiliki banyak sifat negatif (lo tau sendiri lah!). Ketika kita berbicara dengannya sama sekali tak tampak cap yang biasa disematkan kepada orang padang. Sikapnya ramah, supel, dan fleksibel meski penampilannya selalu dihiasi oleh jilbab panjang dan baju kurung (gamis). Dia selalu bersikap tegas kepada siapapun baik sesama jenis maupun lawan jenis.

Sikapnya yang ramah dan supel itu membawanya menekuni profesi sebagai guru sekolah dasar. Kemampuannya berinteraksi sangat cocok dan membuatnya menjadi sosok yang ideal sebagai seorang guru walaupun latar belakang pendidikannya bukan dari bidang pendidikan.

Dia menikah dengan pria keturunan Jawa. Seorang pria yang sedang berusaha menggapai cita-citanya. Dia berjanji kepada pria ini untuk mengabdi dengan sepenuh hati dan berharap dapat menjadi sosok yang lebih baik melalui pernikahan ini. Saat menikah dia sadar beban yang harus dipikulnya bertambah karena dia masih tetap menjadi tulang punggung keluarganya selain sebagai istri dari suaminya. Saat itu dia memutuskan tetap bekerja sebagai guru di salah satu sekolah dasar Islam di Depok.

Karena sikapnya yang supel dan tegas, dia kerap menjadi tempat curhat teman-temannya sesama guru baik teman wanita maupun teman prianya. Bahkan, banyak juga orang tua murid di sekolahnya yang curhat mengenai rumah tangganya. Berbagai masalah diceritakan mulai masalah keluarga, pribadi, sampai masalah uang. Dan, semua masalah itu selalu dihadapi dan coba diselesaikannya. Ini bisa jadi memang sudah bawaannya karena posisinya sebagai anak pertama di dalam keluarganya yang membuatnya terbiasa mengambil keputusan-keputusan penting.

Sikap ini juga dibawanya dalam keluarga yang baru dibangunnya bersama suaminya. Dia memandang suaminya kurang tegas dan kurang tanggap dalam memutuskan sesuatu. Walhasil banyak keputusan cepat yang coba diambilnya sendiri tanpa menunggu keputusan suaminya. Hal ini dilakukan demi kebaikan keluarganya. Dengan posisinya yang memiliki penghasilan sendiri dan mempunyai tanggungan orang tua dan adik yang perlu dinafkahi, dia kerap kali membuat keputusan-keputusan yang mengandung banyak konflik kepentingan antara suami dan keluarganya sendiri. Ini tampak ketika dia memutuskan menanggung biaya kuliah adiknya meski kondisi ekonomi dia bersama suami dan anak-anaknya masih belum stabil. Saat itu dia kerap kali dihadapkan kepada konflik kepentingan suami dan anak-anaknya dengan keluarga orang tuanya. Namun, dia tetap teguh dan tegar dalam kondisi yang sangat tidak nyaman ini.

Keluarga yang dibangun bersama suaminya sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Suaminya yang meskipun memiliki potensi dan kemampuan akademis yang tidak jelek, belum mendapatkan karir yang dapat menjanjikan masa depan yang cerah. Kondisi yang paling buruk adalah saat suaminya memutuskan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai karyawan tetap di suatu perusahaan yang sudah relatif mapan. Dengan pendapatan yang lumayan dan tetap tiap bulannya ditambah tambahan bonus tiap tahunnya, sebenarnya bukanlah sesuatu yang buruk buat suaminya saat bekerja di perusahaan itu. Namun, dengan suatu alasan yang tidak jelas suaminya malah keluar dan pindah ke perusahaan yang ngga jelas juntrungannya. Alasannya ingin mencari suasana dan tantangan baru, kata suaminya. Dengan berat hati dan rasa khawatir yang cukup besar diterimalah keputusan itu. Dan ternyata benar apa yang dikhawatirkannya, yaitu suaminya tidak betah dan keluar lagi setelah hanya bekerja seminggu di tempatnya yang baru.

Bisa dibayangkan betapa hancur hatinya melihat kondisi ini. Di saat dirinya masih harus bekerja untuk membantu memberi nafkah orang tua dan adiknya, dia harus menerima kenyataan bahwa suaminya tidak bekerja yang berarti tidak mempunyai pendapatan. Saat itu dia telah dikaruniai seorang anak laki-laki dan sedang mengandung anak keduanya dan dia harus menjalani profesinya sebagai guru. Tidak ada kata-kata yang bisa diucapkan untuk menggambarkan keadaan hatinya saat itu. Tidak ada air mata yang menetes di pipinya. Dia coba angkat beban yang berat ini sekuat tenaganya. Kalau bukan karena keteguhan dan ketegaran hatinya, dia tidak mungkin bisa melewati masa buruk itu dengan kuat. Sungguh luar biasa wanita ini bagaikan memiliki hati baja. Wonder woman??!!

Ternyata itu hanyalah satu bagian saja dari kehidupannya yang pahit. Suaminya sebagai tempatnya mengabdi dan bernaung, tidak kunjung mendapatkan pekerjaan yang yang diidam-idamkan. Memang sih setelah itu suaminya kembali mendapatkan pekerjaan. Tetapi tetap saja bukan pekerjaan yang diidamkan dan tidak menjamin masa depan yang lebih baik. Sebenarnya dia sudah hampir mencapai keinginannya, tetapi semua harus musnah saat suaminya keluar dari tempatnya bekerja. Sampai saat ini keinginannya masih belum bisa diwujudkan. Sampai saat ini dia masih tidak bisa menerima kenyataan pahit tersebut dan selalu mempertanyakan tanggung jawab suaminya. Namun, kelembutan hati kewanitaannya selalu memanggil tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Kelembutan hati seorang wanita dan ketegaran hati sekuat baja adalah alasannya untuk tetap berada di sisi suaminya dan tetap memberikan kasih sayangnya sepenuh hati kepada suami dan anak-anaknya. Meskipun luka itu masih ada, dia tetap tegar menghadapi kenyataan pahit di hadapannya.

Saat ini dia telah diamanahkan oleh ALLAH dua orang anak yang lucu dan menggemaskan. Dia masih harus berjuang memperbaiki kehidupannya dan keluarganya, mencapai cita-citanya, dan menjaga kelangsungan keluarganya yang dibangun bersama suaminya. Dia dan suaminya masih harus terus berjuang untuk membangun rumah tangga dan membangun masa depan anak-anak mereka.

Life must go on, and its just begin.

Wonder woman menurut gue cocok disematkan untuknya. Thanks god because that wonder woman is belong to me. Yeah! She is my wife.

Wonder woman, I always love u. I promise, I’ll never make you sad again.