Showing posts with label Me and My Family. Show all posts
Showing posts with label Me and My Family. Show all posts

10 February 2010

Mie Buatan Ayah

Banyak yang bilang makan mie itu kurang baik bagi kesehatan. Tapi tetap aja banyak yang makan mie. Katanya sih biar ngirit. Ada juga yang makan mie karena sisi praktisnya, gampang bikinnya dan ngga perlu repot beli lauk ke warung. Begitu juga dengan saya yang termasuk doyan makan mie. Tapi saya punya beberapa tips agar makan mie tidak sampai mengganggu kesehatan.

Pertama, makan mie maksimal 3 hari sekali. Ada rentang waktu 3 hari dari waktu makan mie sebelumnya. Katanya sih hal ini bisa lebih aman buat kesehatan kita (juga buat kantong kita juga deh kayaknya!!). Kedua, jangan langsung menggunakan air hasil rebusan mie tersebut tapi menggunakan air mendidih lain. Adapun air rebusan mienya kita buang. Cara inilah yang selalu saya gunakan saat masak mie.

Sore ini, saya juga lagi kepengen makan mie. Kebetulan bocah2 lagi tidur, saya biasa ngumpet2 kalo makan mie biar ga ketauan bocah2. Maksudnya, biar bocah2 ga biasa makan mie dan biar irit juga deh. Kebetulan juga mamah belum pulang dari sekolah. Ya udah, saya bikin aja sendiri (biasanya juga bikin mie sendiri sih, jarang dibikinin .. rasanya beda sih).

Timbul juga keisengan saya, gimana kalo saya abadikan cara2 saya bikin mie. Kalo menurut saya, mie buatan saya rasanya lumayan enak. Tapi ga tau kata orang laen. Maklumlah, namanya juga mie buatan ayah ... prikitiwww

1. Namanya aja mau makan mie, ya harus punya mie dong .. Kalo belum ada, ya cari aja ke warung. Mie kesukaan saya itu indomie rasa ayam bawang. Nih die potonye ...



2. Siapin air panas buat ngerebus mie. Kalo saya biasanya pake telur jg sih biar ada lauknya ga mie doang. Jadi, siapin juga telor.



3. Sambil ngerebus air, saya biasanya nyiapin bumbu dari indomie itu. Jadi saya masukin semua bumbu ke mangkok.





4. setelah airnya mendidih alias mateng, saya ambil sedikit airnya. Terus saya masukkan ke mangkok yang udah ada bumbunya. Biar airnya asli bukan air hasil rebusan mie yang kita makan.





Kenapa saya ga mau makan air yang bekas rebusan mie? karena bisa jadi air hasil rebusan mie mengandung bahan kimia mie yang larut saat dipanaskan. Jadi kalo airnya dibuang, bahan kimianya juga ikut ke buang juga kan. Jadinya lebih aman kan kalo bahan kimianya dah ke buang sama airnya.

5. Selanjutnya, saya masukkan telur ke dalam panci yang airnya dah mendidih.



6. Abis itu, selang beberapa saat, baru deh saya masukkan mienya untuk direbus bareng telor tadi.



7. Ya udah, tungguin deh sampe mie dan telornya mateng. Kalo saya sih biasanya 1 menit sampe 2 menit aja udah cukup. Apinya juga ga terlalu gede ya. Mienya juga jadinya ngga terlalu lembek. Kalo dah cukup mateng, matiin deh apinya, pisahin mie dan telor dari airnya. Pake saringan gitu deh.



9. Masukkin deh mie ke dalam mangkok. Campur mie dan telor, dengan bumbunya. Udah jadi deh mie buatan ayah.



10. Sebenarnya lebih enak lagi kalo mie telornya ditambah bawang goreng dan krupuk atau emping. Tapi berhubung lagi ga ada, ya saya makan aja seadanya. Tapi udah cukup kok buat saya yang udah laper ini. langsung aje saya santap .. nyam .. nyam .. uenak



Eh, tapi ternyata mama pulang bawa makanan juga dari sekolahnya. Ya udah, sikat lagi bleh ... sampe wareg.

09 June 2009

Firdaus Belajar Membaca



tidak terasa Firdaus sekarang udah mau masuk sekolah SD. setelah dua tahun bermain dan belajar di taman kanak-kanak, sekarang waktunya Firdaus masuk SD. sudah banyak yang bisa dilakukan Firdaus sejauh ini, alhamdulillah. walaupun Firdaus masih harus banyak belajar lagi, dan tentunya kami sebagai orangtuanya bertanggung jawab untuk membimbingnya dalam belajar. dan, yang lebih penting lagi adalah menyiapkan Firdaus menjadi manusia yang mampu dan akan terus menerus belajar dari kehidupan ini.

belajar tentu saja tidak hanya dipahami sebagai belajar secara formal di sekolah saja. belajar dalam makna yang lebih luas tentu meliputi semua aspek kehidupan dari segi keilmuan atau pengetahuan sampai aspek amalan dan praktik dari pengetahuan yang telah didapat. dalam istilah pendidikannya, belajar meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif, dan psikomotorik (kebetulan aja abis baca dan ngedit buku tentang teori pendidikan jadi baru ngeh istilah-istilah ini ...).

calistung atau baca, tulis, dan berhitung (istilah ini juga udah lama saya denger dan baca tapi baru paham artinya belakangan ini ...) adalah kemampuan dasar yang mesti dimiliki oleh anak seusia Firdaus yang akan memasuki SD. Firdaus sendiri senang sekali membaca buku maksudnya melihat-lihat gambar di dalam buku. ini sudah dilakukan dan sengaja kami kenalkan kepada Firdaus sejak dini.



kami sengaja menyediakan banyak buku bergambar untuk Firdaus dan adiknya Izzaty supaya mereka terdorong untuk belajar membaca sejak dini. pada awalnya mereka bisa jadi hanya tertarik dengan gambar-gambar yang ada di buku tersebut. namun lama kelamaan mereka juga mulai tertarik untuk berusaha menceritakan gambar berdasarkan bahasa mereka. dan akhirnya kami berharap mereka akan berusaha membaca isi dari buku tersebut. tentu sesuai dengan perkembangan mereka.

Saat ini Firdaus sudah bisa membaca walaupun masih belum lancar benar. yang lebih penting adalah motivasi dan kemauan Firdaus untuk berusaha membaca tulisan-tulisan yang ada di buku. Melihat abangnya membaca, sang adik pun tidak mau kalah. Izzaty juga mencoba membuka dan membolak-balik buku yang kami miliki. Firdaus sangat senang membaca buku tentang dinosaurus dan tidak sungkan untuk menceritakannya kepada orang lain. dengan bahasanya sendiri tentunya.

15 December 2008

Firdaus dan masjid

Masjid adalah salah satu tempat yang disukai firdaus. Masjid adalah kata yang diucapkannya saat ada yang mengajaknya untuk salat. Seperti siang itu, saat saya mengajaknya untuk salat zuhur, dengan spontan firdaus menjawabnya dengan pertanyaan “di masjid, yah?” padahal saat itu saya mengajaknya salat bareng di rumah karena waktu sudah lewat. Namun, firdaus selalu mengasosiasikan salat dengan masjid, makanya saat dia ditanya atau diajak salat dia selalu menghubungkannya dengan masjid.

Saat pertama kali saya ajak dia untuk salat ke masjid, dia langsung merasa nyaman di dalamnya. Ini bisa jadi pertanda bagus, tetapi jika dipikir bahwa masjid adalah tempat suci untuk salat, saya sedikit khawatir dengan rasa nyamannya itu. Sebagai anak yang lumayan aktif, firdaus tidak pernah bisa diam saat sedang salat. Dia tidak bisa diam di tempatnya tetapi selalu ingin bergerak. Inilah yang membuat saya khawatir.

Dan kekhawatiran saya pun terbukti. Pernah satu saat ketika kami sedang salat berjamaah di masjid, dengan santainya dia berlari-lari di depan orang salat. Tentu saja saya merasa bersalah dan ngga enak hati dengan jamaah salat yang lain yang kebetulan rata-rata sudah bapak usia 40-an ke atas.

Di waktu yang lain, firdaus yang awalnya berada di samping saya, sudah tidak ada lagi di samping saya sesudah kami berdiri dari sujud. Ternyata, dia sudah berlari ke belakang masjid saat orang-orang sedang sujud.

Meskipun dia sudah berkali-kali mengatakan dan berjanji untuk tidak jalan-jalan lagi saat salat di masjid, dia tetap saja dengan kelakuannya yang mengganggu itu. Ini membuat saya khawatir dan akhirnya tidak pernah mengajaknya salat ke masjid selama beberapa waktu.

Seiring dengan berjalannya waktu, firdaus yang sudah bersekolah sudah mulai sedikit mengerti tata cara dan sikap saat salat jamaah di masjid. Kali ini dia sudah mulai mau berdiam saat salat dan mengikuti salat dari awal sampai akhir. Saya gembira dengan keadaan ini. Bisa jadi, ini adalah salah satu pelajaran yang dia dapat di sekolah TK Islam.

Dengan sikapnya yang lebih baik saat salat jamaah di masjid, saya tidak ragu-ragu dan tidak pernah ketinggalan mengajaknya salat di masjid. Salat magrib, isya, zuhur, asar, dan bahkan salat subuh pun saya tidak pernah ketinggalan mengajak firdaus ke masjid. Firdaus pun dengan senang hati selalu mau ikut salat ke masjid.

Sampai pada satu waktu di bulan ramadan ini, saya mengajaknya salat subuh di masjid setelah makan sahur. Saya yang sudah berwudu langsung masuk ke masjid untuk bergabung dalam barisan jamaah salat sedangkan firdaus yang belum berwudu pergi ke belakang untuk berwudu. Saya pun salat seperti biasa tanpa mengkhawatirkan firdaus karena biasanya firdaus sudah paham dan langsung masuk jamaah salat setelah selesai berwudu. Saya tidak tahu posisi firdaus saat salat tetapi saya tidak begitu khawatir karena dia sudah terbiasa begitu. Setelah salat subuh selesai, firdaus pun mendatangi saya dan mengajak pulang. Saya pun mengikutinya. Namun, saya sangat terkejut saat melihat celananya yang basah. Dan kekhawatiran saya terjadi, firdaus kencing di celana alias ngompol!! Wah, ini benar-benar di luar dugaan.

Saat perjalanan pulang ke rumah firdaus mengaku bahwa dirinya ngompol karena udah kebelet pipis dan ngga bisa ditahan lagi. Ini menjadi pelajaran buat saya dan firdaus untuk tidak mengulanginya di waktu yang akan datang.

Saya pun meminta maaf kepada pengurus masjid dan menawarkan untuk membawa karpet yang terkena pipis firdaus untuk di-laundry. Namun, pengurus mesjid lebih memilih untuk membersihkannya sendiri. Jadi, saya berjanji untuk memberi sedikit uang sebagai uang lelah buat pengurus masjid itu.

11 August 2008

Rumahku adalah surgaku

Begitulah pepatah mengatakan tentang rumah yang ideal. Bagi saya rumah bukan sekedar tempat untuk beristirahat. Lebih dari itu rumah adalah sarana untuk berinteraksi baik di antara keluarga saya sendiri maupun kepada masyarakat. Saat anak-anak sudah besar kita perlu mempertimbangkan lingkungan yang baik dan sesuai bagi perkembangan anak-anak kita.

Inilah salah satu hal yang menjadi beban pikiran istri saya belakangan ini. sebagai orang tua, kami ingin perkembangan anak-anak menjadi pembelajaran yang membuat mereka siap menghadapi masa depannya. Saat ini kami masih tinggal di kontrakan di dekat sekolah tempat istri saya mengajar. Letaknya agak jauh ke dalam yang lumayan jauh dari jalan raya. Pertimbangan kami memilih tempat ini semata-mata agar dekat dengan tempat kerja istri yang memungkinkan istri dekat dengan anak-anak. Saat anak-anak masih kecil ini sangat penting karena memungkinkan istri bisa izin untuk pulang saat jam istirahat atau jam kosong dan menyusui anak di rumah. Meskipun istri bekerja, dia tetap bisa memberikan asi buat anaknya.

Di sisi yang lain, lingkungan tempat saya tinggal menurut saya kurang kondusif buat perkembangan anak-anak. Apalagi sekarang mereka sudah agak besar dan sudah mulai bisa ditinggal pergi jauh. Di lingkungan kami saat ini, anak-anak tidak memiliki partner yang usianya setara. Firdaus (berusia 5 tahun) sering harus bermain dengan anak yang usianya jauh di atasnya. Ini membuat Firdaus sering menjadi objek penderita, yang disuruh macem-macem, yang selalu menjadi anak yang mengejar-ngejar anak yang lain, dan lain-lain. Ini kurang baik buat dia. Dia juga sudah mulai banyak mempunyai kosakata yang semestinya belum perlu dimiliki oleh anak seusianya. Anak saya yang kedua (berusia 2 tahun) selalu ingin ikut kemanapun kakaknya bermain. Ngga ada teman sebayanya yang usianya sepantar. Kondisi ini tidak menguntungkan buat kami dan anak-anak.

Keinginan untuk memiliki rumah sendiri dengan lingkungan yang lebih kondusif mengemuka belakangan ini. hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi di atas dan juga adanya faktor lain yang amat perlu dipertimbangkan. Kebetulan istri saya yang bekerja sebagai guru mendapat tawaran dari salah satu orang tua siswa yang dikenalnya. Orang tua siswa tersebut menawarkan rumahnya untuk dibeli atau disewa kepada istri saya. Tawaran ini menjadi sangat menarik karena orang tua siswa tersebut menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan harga pasaran yang ada. Tentu saja istri saya sangat berminat dengan tawaran ini.

Berbeda dengan istri yang sangat tertarik dengan tawaran dari orang tua siswa tersebut, saya malah agak sedih dengan kabar ini. saat istri saya dengan antusiasnya menceritakan tentang tawaran ini, hati saya bagai teriris-iris. Sejujurnya saya ingin sekali memiliki rumah yang bisa menjadi tempat kami sekeluarga bernaung, tapi saya ngga bisa membayangkan dari mana saya bisa membayar harga rumah tersebut. Bisa makan aja udah syukur, pikir saya.

Selama ini kami selalu kesulitan mengatur keuangan keluarga kami. Meskipun istri saya bekerja, saya ngga mungkin dong meminta dia untuk menyisihkan pendapatannya untuk keluarga. Bagi saya, sebagai kepala rumah tangga sayalah yang harus bertanggung jawab memberi nafkah untuk keluarga. Dan inilah yang sulit karena sampai saat ini saya masih belum mendapatkan pekerjaan yang bisa menjamin masa depan.

Kalau dihitung, saya dan istri sudah berumah tangga selama 6 tahun. Dan, selama itu juga kami masih kesulitan untuk menyisihkan pendapatan kami yang memang ngga memadai untuk ditabung. Istri saya sendiri harus membiayai keluarganya (bapak, ibu, dan adik) yang juga tidak memiliki pendapatan yang tetap. Jadi, pendapatan kami selama ini ya menguap begitu saja untuk menutupi kebutuhan hidup yang semakin ngga terjangkau.

Perasaan saya sering merasa sedih dan teriris-iris saat mendengar cerita istri tentang teman-temannya yang sudah berhasil membangun rumah atau sudah membeli rumah di satu perumahan. Normalnya sih saat ini kami yang sudah bekerja bertahun-tahun semestinya sudah memiliki sebuah tempat bernaung yang layak buat anak-anak kami. Tapi, begitulah kenyataan yang kami harus jalani saat ini.

Kami terus berdoa dan berusaha agar dapat memberikan tempat yang layak buat anak-anak kami. Rumah yang bagaikan surga. Home sweet home.

Rumahku adalah surgaku, kapankah kami bisa mewujudkannya?

05 August 2008

We Wanna be A Good Parent

Sebagai orang tua yang memiliki anak-anak kecil, saya harus cermat menerapkan cara yang tepat dalam mendidik anak-anak kita. Masa kanak-kanak adalah masa pembentukan karakter seorang anak yang akan mempengaruhi perkembangan mental anak. Cara yang salah dalam mendidik anak akan berakibat fatal dalam pembentukan kepribadian ini. Tingkah laku yang menyimpang yang sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari yang sering kita temui dewasa ini adalah salah satu contoh ketidakpedulian atau metode yang keliru dalam mendidik anak saat masih kecil.

Usia 1 s/d 5 tahun disebut-sebut sebagai golden age atau masa emas dalam kehidupan seseorang. Artinya, baik tidaknya anak-anak kita ketika tumbuh dewasa nanti sangat ditentukan dari bagaimana mereka mendapatkan perlakuan dan pendidikan yang sesuai saat masih kecil. Jadi, saya sangat memperhatikan dan serius mengikuti perkembangan anak-anak saya yang saat ini sedang memasuki fase tersebut.

Sekecil apapun sikap kita kepada mereka akan memberikan pengaruh besar buat perkembangan kepribadiannya. Saya bukan tipe orang tua yang selalu memperhatikan kemana saja anak saya pergi sambil terus berteriak-teriak memperingatkannya saat ingin melakukan sesuatu tetapi saya juga tidak membiarkan anak-anak saya bertindak seenaknya tanpa menegurnya. Membiarkan mereka bebas bermain membuat mereka kreatif dan berinisiatif, tetapi teguran dan peringatan kecil saat mereka mulai melakukan tindakan di luar batas tetap diperlukan untuk mengingatkan mana yang benar dan mana yang salah.

Salah satu sikap yang menurut saya kurang baik yang sering dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya yang masih kecil adalah selalu mengikuti kemauan anak-anak kita saat mereka merengek meminta segala kemauannya. Anak kecil sering merengek untuk dibelikan sesuatu atau meminta sesuatu yang diinginkannya. Dan, dengan alasan sayang orang tua selalu mengikuti semua kemauan anaknya. Menurut saya cara ini hanya menjadikan anak kita pemalas, boros, tidak kreatif, dan terlalu manja.

Meskipun kita memiliki banyak uang untuk membeli dan mencukupi segala kemauan anak kita, tidak sepantasnya kita sebagai orang tua untuk selalu mengikuti kemauan anak kita. Rasa sayang dan cinta kepada anak-anak kita semestinya diwujudkan dengan sikap dan interaksi yang mendalam dengan anak-anak dan tidak dengan memberikan mereka segala materi (harta dan uang). Memang materi diperlukan tetapi dalam mendidik kepribadian dan mental diperlukan prinsip, sikap, dan perhatian yang memadai, tidak sekedar harta yang berkecukupan.

Contoh kecil yang sangat sering saya hadapi adalah saat saya mendengar rengekan anak-anak saya meminta jajan. Anak-anak saya memang anak-anak yang menurut saya agak over dan salah satunya ditandai dengan seringnya mereka merengek meminta jajan. Bagi saya sikap dan prinsip perlu secara disiplin diterapkan bukan semata-mata untuk menghemat pengeluaran tetapi lebih kepada pembentukan karakter. Saya tidak ingin anak-anak saya mempunyai mental selalu meminta-minta. Maka berbagai cara perlu dilakukan untuk mengatasi rengekan anak-anak saya.

Kita harus memberikan pengertian kepada anak-anak kita bahwa mereka tidak harus selalu meminta jajan setiap saat. Ini juga terkadang disertai dengan mengalihkan perhatian mereka kepada bentuk yang lain, misalnya dengan mengajak mereka berjalan-jalan atau memberikan mereka bentuk permainan yang menghibur. Dengan selalu mengajak mereka bermain atau memberikan mereka permainan dapat melupakan keinginan mereka untuk jajan. Di sini diperlukan kesabaran dan ketegasan sikap dari orang tua karena terkadang anak kita merengek sampai menangis untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang tua kadang merasa kasihan kepada mereka dan akhirnya menuruti kemauan anaknya. kita harus tegas demi kebaikan anak-anak kita juga, bahkan tetap membiarkannya menangis. Sekali lagi saya katakan rasa sayang tidak harus diwujudkan dengan menuruti kemauannya. Justru karena sayang itulah saya bersikeras tidak menuruti kemauan mereka untuk jajan.

Tidak menuruti kemauan anak kita jajan bukan berarti saya sama sekali tidak menyiapkan makanan atau jajanan di lemari kita. Saya terkadang sudah menyiapkan setumpuk makanan yang bisa diberikan kepada anak-anak saat mereka meminta jajan. Tapi kita juga harus tegas dengan hanya memberikannya satu macam yang boleh dimakan saat itu dan menyimpan makanan yang lain untuk waktu yang lain. Ini juga salah satu bentuk latihan kedisiplinan buat saya dan istri sebagai orang tua dan bagi anak-anak saya.

Sikap tegas dan disiplin terkadang juga keras menurut saya perlu dilakukan dalam berinteraksi dengan anak-anak kita. Ini diperlukan untuk melatih mereka berdisiplin dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kita tidak ingin anak-anak kita malas, bukan? Tapi, tentu saja perhatian dan kasih sayang adalah landasan yang harus selalu diterapkan dalam setiap interaksi.

Dan, sepertinya saya dan istri sudah menuai hasilnya. Itu bisa saya rasakan dari sikap anak saya yang pertama, Firdaus. Sebagai anak usia lima tahun yang ditinggal oleh kedua orang tuanya bekerja, Firdaus boleh dikatakan mandiri dan disiplin. Dia tidak pernah bangun tidur kesiangan, kadang tidak lupa untuk salat Subuh, sesuatu yang tidak buruk untuk anak usia lima tahun. Sejak pertama masuk sekolah, dia tidak pernah mau ditemani atau ditunggui oleh orang tuanya atau pengantarnya. Dia cepat bergaul dan berinteraksi dengan orang atau anak yang baru dikenalnya. Memang, Firdaus tidak bisa diam, dia selalu bergerak untuk melakukan apa saja.

Firdaus bisa memanfaatkan barang apapun untuk dijadikan mainannya. Saya perhatikan dia banyak mengumpulkan bungkus kotak bekas susu. Dia bisa mengkhayalkan benda apapun dengan barang bekas yang dia dapatkan.

Tentu saja kami sangat bersyukur memiliki anak yang mandiri dan kreatif. Kami sadar anak adalah amanah dari sang Pencipta buat kita sehingga kami harus menjaga dan mendidiknya dengan cermat.

We wanna be a good parent.

14 July 2008

Unforgetable Weekend

Akhir pekan memang saat yang ditunggu-tunggu bagi mereka yang sehari-hari dipenuhi oleh urusan pekerjaan. Demikian juga dengan gue yang benar-benar memanfaatkan akhir pekan yang lalu untuk melupakan segala urusan pekerjaan di kantor. Namun, buat gue akhir pekan tidak berarti gue bisa bersantai di rumah. Masih banyak tugas yang harus gue kerjain. Buat gue sih akhir pekan adalah saat di mana kita bisa switch dari pekerjaan rutin ke pekerjaan sampingan. Jadi, sebenarnya gue tetap “bekerja” juga sih.

Namun, tampaknya gue harus bersabar di akhir pekan yang lalu. Pasalnya, gue harus bisa menerima kenyataan bahwa di depan rumah gue sedang ada hajatan di hari sabtu yang lalu. Dan masalah besarnya adalah gue harus bersiap pasang telinga karena pas banget di depan jendela kamar tidur gue udah terpasang speaker berukuran sangat besar. Tentunya ini berkaitan dengan hajatan tetangga gue itu. Dan dugaan gue ngga meleset, sejak sabtu pagi musik pengiring hajatan udah meraung-raung berkumandang ke seantero lingkungan tempat tinggal gue. Dan gue yang kamarnya pas berada di depan moncong speaker itu menjadi korban terbesar dari keadaan ini. Sebelumnya gue udah membayangkan sabtu-minggu ini bisa menyelesaikan pekerjaan gue dengan tenang. Tapi apa yang terjadi? Gue malah harus menjadi pendengar nomor satu dari segala yang keluar dari speaker raksasa tersebut.

Tapi gue ngga kehilangan akal. Dengan penuh harap gue meminta adik ipar gue,yang punya hp nokia N70 yang bisa dipake buat dengerin musik, untuk tukeran hp. Gue berharap bisa make hp-nya buat dengerin musik pake earphone. Untungnya adik ipar gue itu mengerti kesulitan gue ini dan dengan rela bersedia tukeran hp. Walhasil gue bisa mengerjakan pekerjaan gue dengan earphone menempel di telinga. Lumayan paling ngga gue ngga harus dengerin musik dangdut yang memekakkan telinga dari speaker raksasa di depan jendela kamar gue. Namun, gue harus membayar mahal kelakuan gue ini. Sampe sekarang telinga gue jadi agak nyeri. Mungkin karena terlalu dipaksain dengerin musik melalui earphone yang gue jarang melakukannya.

Acara hajatannya sendiri ngga terlalu buruk akibatnya buat gue dan keluarga. Malahan sangat menguntungkan banget. Anak-anak gue yang emang doyan banget makan, jadi ngga kehabisan bahan makanan untuk dimakan. Bolak-balik mereka mengenyam es krim dan siomay yang dengan suka rela diberikan oleh tuan rumah yang punya acara. Kebetulan ibu mertua ikut membantu membuat masakan dalam acara hajatan itu. Hari itu gue bebas dari rengekan dua anak gue itu yang biasanya kerap meminta jajan ke indomaret. Selain itu, tuan rumah juga secara suka rela mengirimkan makanannya ke rumah gue. Walhasil hari itu gue ngga perlu masak buat makan siang dan makan malam. Meja makan dan kulkas gue yang biasanya kosong tanpa makanan, hari itu penuh sesak dengan berbagai macm makanan, mulai dari kue sampe lauk pauk. Inilah hikmahnya kalo kita berkeluarga, ada aja rezeki yang datang ke tempat kita. (makanya, buat yang belon nikah, segeralah menikah! Apa hubungannya?)

Tapi ada satu hal yang ngga mengenakkan buat gue. Saat gue membuka kulkas, mata gue tertumbuk pada satu bungkusan styroform. Biasanya makanan yang spesial selalu diletakkan di tempat yang eksklusif itu. Dengan berbunga-bunga gue buka styroform itu. Dan alangkah terkejutnya gue, ternyata isinya adalah jengkol. Gue emang paling sensitif dengan makanan yang satu ini. Tapi sialnya keluarga gue sangat doyan dengan makanan ini. Mendadak sontak gue kehilangan selera makan demi melihat keadaan ini.

Ternyata memang ada menu spesial yang disiapin oleh tuan rumah yang punya hajat yang disediakan buat tamunya. Ya, jengkol itu. Tapi itu buat acara hari jumat yang lalu. Dan karena masih tersisa, tuan rumah mengirimkannya ke rumah gue dengan suka rela. Dan diterima dengan suka rela juga oleh keluarga gue. Padahal mereka tahu kalo gue paling ngga suka jengkol.

Gue emang mendingan ketemu tuyul atau babi ngepet deh daripada harus ketemu makanan yang bernama jengkol. Bisa jadi kalo gue punya penyakit jantung, gue bisa terkena serangan jantung kali kalo ngeliat jengkol. Dan yang lebih menjengkelkan adalah kamar mandi rumah gue yang mengeluarkan bau yang naudzubillah ketika keluarga gue abis makan jengkol.

Sampe siang ini gue masih kehilangan selera makan gue. Pagi tadi rencananya sih gue pengen makan sahur buat puasa senin kamis. Tapi gue takut ngga bisa makan akibat selera makan gue yang hilang itu. Makan siang gue hari ini aja ngga begitu bersemangat akibat peristiwa tersebut.

Dan ada lagi yang lucu yang gue dapat di akhir pekan yang lalu. Istri gue dapat undangan resepsi pernikahan dari salah satu tetangga gue yang lain. Di undangan itu tertulis resepsi pernikahan dilaksanakan tanggal 13 Juli 2008 yang berarti hari minggu kemarin di rumah mempelai wanita. Tapi lucunya acara akad nikahnya baru akan dilaksanakan hari Jumat yang akan datang tanggal 18 Juli 2008. Selama ini baru kali ini gue ngeliat acara resepsi lebih dulu dari akad nikah. Emang boleh ya kayak gitu. Padahal kan acara yang utamanya justru akad nikahnya. Gue yang kuper atau bener-bener aneh ya? Ngga tau deh, emang gue pikirin.

19 May 2008

Wonder Woman

Hari minggu adalah waktu di mana kebanyakan orang bisa bersantai ria menikmati sedikit kebebasan dan keluangan waktu dari segala rutinitas yang bisa mendatangkan kejenuhan. Namun, tidak demikian halnya dengan yang dialami oleh sosok wanita yang satu ini. Tak tampak sedikit pun suasana santai yang menghiasi kegiatannya pagi itu. Justru dia tampak bergegas menyiapkan sesuatu yang diperlukan. Setelah menyapa suami dan anak-anaknya, dan tak lupa pula dia menyiapkan hidangan untuk sarapan suami dan anak-anaknya, berangkatlah dia ke kampusnya. Ternyata dia harus kuliah di hari minggu ini, sesuatu yang dapat menggambarkan bagaimana kuat tekadnya untuk menggapai obsesi dan cita-citanya. Suasana di minggu pagi ini bisa jadi hanyalah sedikit gambaran keteguhan hati dan kuatnya tekad dari sosok wanita itu.

Dia adalah wanita dari suku minang, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Masa kecilnya dilalui di suatu kampung yang masuk dalam wilayah Payakumbuh Sumatera Barat. Sebagai anak pertama, dia menanggung beban untuk membiayai keluarganya. Untuk itu seluruh keluarga sangat mendukungnya menyelesaikan kuliahnya di jurusan peternakan di salah satu perguruan tinggi negeri di Padang. Dengan susah payah akhirnya dia bisa menyelesaikan kuliahnya dan menyandang gelar sarjana peternakan.

Saat pertama kali dikenalkan sebagai orang padang (walaupun bukan berasal dari kota Padang, setiap orang Sumatera Barat disebut orang padang. Kalo menurut gue sih lebih pas nyebutnya orang minang), dia disebut-sebut tidak mewarisi sifat-sifat atau cap negatif “orang padang”. Karena orang padang sudah dikenal orang sebagai orang yang memiliki banyak sifat negatif (lo tau sendiri lah!). Ketika kita berbicara dengannya sama sekali tak tampak cap yang biasa disematkan kepada orang padang. Sikapnya ramah, supel, dan fleksibel meski penampilannya selalu dihiasi oleh jilbab panjang dan baju kurung (gamis). Dia selalu bersikap tegas kepada siapapun baik sesama jenis maupun lawan jenis.

Sikapnya yang ramah dan supel itu membawanya menekuni profesi sebagai guru sekolah dasar. Kemampuannya berinteraksi sangat cocok dan membuatnya menjadi sosok yang ideal sebagai seorang guru walaupun latar belakang pendidikannya bukan dari bidang pendidikan.

Dia menikah dengan pria keturunan Jawa. Seorang pria yang sedang berusaha menggapai cita-citanya. Dia berjanji kepada pria ini untuk mengabdi dengan sepenuh hati dan berharap dapat menjadi sosok yang lebih baik melalui pernikahan ini. Saat menikah dia sadar beban yang harus dipikulnya bertambah karena dia masih tetap menjadi tulang punggung keluarganya selain sebagai istri dari suaminya. Saat itu dia memutuskan tetap bekerja sebagai guru di salah satu sekolah dasar Islam di Depok.

Karena sikapnya yang supel dan tegas, dia kerap menjadi tempat curhat teman-temannya sesama guru baik teman wanita maupun teman prianya. Bahkan, banyak juga orang tua murid di sekolahnya yang curhat mengenai rumah tangganya. Berbagai masalah diceritakan mulai masalah keluarga, pribadi, sampai masalah uang. Dan, semua masalah itu selalu dihadapi dan coba diselesaikannya. Ini bisa jadi memang sudah bawaannya karena posisinya sebagai anak pertama di dalam keluarganya yang membuatnya terbiasa mengambil keputusan-keputusan penting.

Sikap ini juga dibawanya dalam keluarga yang baru dibangunnya bersama suaminya. Dia memandang suaminya kurang tegas dan kurang tanggap dalam memutuskan sesuatu. Walhasil banyak keputusan cepat yang coba diambilnya sendiri tanpa menunggu keputusan suaminya. Hal ini dilakukan demi kebaikan keluarganya. Dengan posisinya yang memiliki penghasilan sendiri dan mempunyai tanggungan orang tua dan adik yang perlu dinafkahi, dia kerap kali membuat keputusan-keputusan yang mengandung banyak konflik kepentingan antara suami dan keluarganya sendiri. Ini tampak ketika dia memutuskan menanggung biaya kuliah adiknya meski kondisi ekonomi dia bersama suami dan anak-anaknya masih belum stabil. Saat itu dia kerap kali dihadapkan kepada konflik kepentingan suami dan anak-anaknya dengan keluarga orang tuanya. Namun, dia tetap teguh dan tegar dalam kondisi yang sangat tidak nyaman ini.

Keluarga yang dibangun bersama suaminya sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Suaminya yang meskipun memiliki potensi dan kemampuan akademis yang tidak jelek, belum mendapatkan karir yang dapat menjanjikan masa depan yang cerah. Kondisi yang paling buruk adalah saat suaminya memutuskan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai karyawan tetap di suatu perusahaan yang sudah relatif mapan. Dengan pendapatan yang lumayan dan tetap tiap bulannya ditambah tambahan bonus tiap tahunnya, sebenarnya bukanlah sesuatu yang buruk buat suaminya saat bekerja di perusahaan itu. Namun, dengan suatu alasan yang tidak jelas suaminya malah keluar dan pindah ke perusahaan yang ngga jelas juntrungannya. Alasannya ingin mencari suasana dan tantangan baru, kata suaminya. Dengan berat hati dan rasa khawatir yang cukup besar diterimalah keputusan itu. Dan ternyata benar apa yang dikhawatirkannya, yaitu suaminya tidak betah dan keluar lagi setelah hanya bekerja seminggu di tempatnya yang baru.

Bisa dibayangkan betapa hancur hatinya melihat kondisi ini. Di saat dirinya masih harus bekerja untuk membantu memberi nafkah orang tua dan adiknya, dia harus menerima kenyataan bahwa suaminya tidak bekerja yang berarti tidak mempunyai pendapatan. Saat itu dia telah dikaruniai seorang anak laki-laki dan sedang mengandung anak keduanya dan dia harus menjalani profesinya sebagai guru. Tidak ada kata-kata yang bisa diucapkan untuk menggambarkan keadaan hatinya saat itu. Tidak ada air mata yang menetes di pipinya. Dia coba angkat beban yang berat ini sekuat tenaganya. Kalau bukan karena keteguhan dan ketegaran hatinya, dia tidak mungkin bisa melewati masa buruk itu dengan kuat. Sungguh luar biasa wanita ini bagaikan memiliki hati baja. Wonder woman??!!

Ternyata itu hanyalah satu bagian saja dari kehidupannya yang pahit. Suaminya sebagai tempatnya mengabdi dan bernaung, tidak kunjung mendapatkan pekerjaan yang yang diidam-idamkan. Memang sih setelah itu suaminya kembali mendapatkan pekerjaan. Tetapi tetap saja bukan pekerjaan yang diidamkan dan tidak menjamin masa depan yang lebih baik. Sebenarnya dia sudah hampir mencapai keinginannya, tetapi semua harus musnah saat suaminya keluar dari tempatnya bekerja. Sampai saat ini keinginannya masih belum bisa diwujudkan. Sampai saat ini dia masih tidak bisa menerima kenyataan pahit tersebut dan selalu mempertanyakan tanggung jawab suaminya. Namun, kelembutan hati kewanitaannya selalu memanggil tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Kelembutan hati seorang wanita dan ketegaran hati sekuat baja adalah alasannya untuk tetap berada di sisi suaminya dan tetap memberikan kasih sayangnya sepenuh hati kepada suami dan anak-anaknya. Meskipun luka itu masih ada, dia tetap tegar menghadapi kenyataan pahit di hadapannya.

Saat ini dia telah diamanahkan oleh ALLAH dua orang anak yang lucu dan menggemaskan. Dia masih harus berjuang memperbaiki kehidupannya dan keluarganya, mencapai cita-citanya, dan menjaga kelangsungan keluarganya yang dibangun bersama suaminya. Dia dan suaminya masih harus terus berjuang untuk membangun rumah tangga dan membangun masa depan anak-anak mereka.

Life must go on, and its just begin.

Wonder woman menurut gue cocok disematkan untuknya. Thanks god because that wonder woman is belong to me. Yeah! She is my wife.

Wonder woman, I always love u. I promise, I’ll never make you sad again.