11 August 2008

Rumahku adalah surgaku

Begitulah pepatah mengatakan tentang rumah yang ideal. Bagi saya rumah bukan sekedar tempat untuk beristirahat. Lebih dari itu rumah adalah sarana untuk berinteraksi baik di antara keluarga saya sendiri maupun kepada masyarakat. Saat anak-anak sudah besar kita perlu mempertimbangkan lingkungan yang baik dan sesuai bagi perkembangan anak-anak kita.

Inilah salah satu hal yang menjadi beban pikiran istri saya belakangan ini. sebagai orang tua, kami ingin perkembangan anak-anak menjadi pembelajaran yang membuat mereka siap menghadapi masa depannya. Saat ini kami masih tinggal di kontrakan di dekat sekolah tempat istri saya mengajar. Letaknya agak jauh ke dalam yang lumayan jauh dari jalan raya. Pertimbangan kami memilih tempat ini semata-mata agar dekat dengan tempat kerja istri yang memungkinkan istri dekat dengan anak-anak. Saat anak-anak masih kecil ini sangat penting karena memungkinkan istri bisa izin untuk pulang saat jam istirahat atau jam kosong dan menyusui anak di rumah. Meskipun istri bekerja, dia tetap bisa memberikan asi buat anaknya.

Di sisi yang lain, lingkungan tempat saya tinggal menurut saya kurang kondusif buat perkembangan anak-anak. Apalagi sekarang mereka sudah agak besar dan sudah mulai bisa ditinggal pergi jauh. Di lingkungan kami saat ini, anak-anak tidak memiliki partner yang usianya setara. Firdaus (berusia 5 tahun) sering harus bermain dengan anak yang usianya jauh di atasnya. Ini membuat Firdaus sering menjadi objek penderita, yang disuruh macem-macem, yang selalu menjadi anak yang mengejar-ngejar anak yang lain, dan lain-lain. Ini kurang baik buat dia. Dia juga sudah mulai banyak mempunyai kosakata yang semestinya belum perlu dimiliki oleh anak seusianya. Anak saya yang kedua (berusia 2 tahun) selalu ingin ikut kemanapun kakaknya bermain. Ngga ada teman sebayanya yang usianya sepantar. Kondisi ini tidak menguntungkan buat kami dan anak-anak.

Keinginan untuk memiliki rumah sendiri dengan lingkungan yang lebih kondusif mengemuka belakangan ini. hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi di atas dan juga adanya faktor lain yang amat perlu dipertimbangkan. Kebetulan istri saya yang bekerja sebagai guru mendapat tawaran dari salah satu orang tua siswa yang dikenalnya. Orang tua siswa tersebut menawarkan rumahnya untuk dibeli atau disewa kepada istri saya. Tawaran ini menjadi sangat menarik karena orang tua siswa tersebut menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan harga pasaran yang ada. Tentu saja istri saya sangat berminat dengan tawaran ini.

Berbeda dengan istri yang sangat tertarik dengan tawaran dari orang tua siswa tersebut, saya malah agak sedih dengan kabar ini. saat istri saya dengan antusiasnya menceritakan tentang tawaran ini, hati saya bagai teriris-iris. Sejujurnya saya ingin sekali memiliki rumah yang bisa menjadi tempat kami sekeluarga bernaung, tapi saya ngga bisa membayangkan dari mana saya bisa membayar harga rumah tersebut. Bisa makan aja udah syukur, pikir saya.

Selama ini kami selalu kesulitan mengatur keuangan keluarga kami. Meskipun istri saya bekerja, saya ngga mungkin dong meminta dia untuk menyisihkan pendapatannya untuk keluarga. Bagi saya, sebagai kepala rumah tangga sayalah yang harus bertanggung jawab memberi nafkah untuk keluarga. Dan inilah yang sulit karena sampai saat ini saya masih belum mendapatkan pekerjaan yang bisa menjamin masa depan.

Kalau dihitung, saya dan istri sudah berumah tangga selama 6 tahun. Dan, selama itu juga kami masih kesulitan untuk menyisihkan pendapatan kami yang memang ngga memadai untuk ditabung. Istri saya sendiri harus membiayai keluarganya (bapak, ibu, dan adik) yang juga tidak memiliki pendapatan yang tetap. Jadi, pendapatan kami selama ini ya menguap begitu saja untuk menutupi kebutuhan hidup yang semakin ngga terjangkau.

Perasaan saya sering merasa sedih dan teriris-iris saat mendengar cerita istri tentang teman-temannya yang sudah berhasil membangun rumah atau sudah membeli rumah di satu perumahan. Normalnya sih saat ini kami yang sudah bekerja bertahun-tahun semestinya sudah memiliki sebuah tempat bernaung yang layak buat anak-anak kami. Tapi, begitulah kenyataan yang kami harus jalani saat ini.

Kami terus berdoa dan berusaha agar dapat memberikan tempat yang layak buat anak-anak kami. Rumah yang bagaikan surga. Home sweet home.

Rumahku adalah surgaku, kapankah kami bisa mewujudkannya?

Hotspot in my office (part 2)

Ada hotspot di kantor.

Kenyataan yang amat mengejutkan sekaligus menggembirakan khususnya buat gue. Ini berarti gue bisa menjajal kemampuan perangkat wifi yang terpasang di laptop gue. Ini juga berarti gue bisa mendapatkan akses tak terbatas untuk koneksi ke internet. Ini juga berarti gue bisa koneksi ke internet dan browsing dengan lebih cepat. Yang gue tahu, kecepatan transfer melalui wireless lebih cepat dibandingkan melalui dial-up yang selama ini dilakukan. Kondisi di atas tentu saja sangat menguntungkan buat gue.

Saat mengetahui bahwa ada jaringan wireless (atau hotspot) yang terdeteksi oleh laptop gue, gue langsung mencoba untuk konek ke jaringan wireless tersebut. Saat itu gue juga mencoba menebak pasti router-nya ada di bagian IT dan juga coba menebak-nebak alasan apa perlunya di kantor dipasang hotspot segala. Selama ini gue melihat kantor gue ngga begitu peduli dengan teknologi yang memerlukan biaya yang ngga murah. Dari kondisi di kantor yang kurang pantas disebut kantor sampai kesejahteraan pekerja yang dinilai kurang, menunjukkan manajemen ngga bakal memakai hal yang macam-macam seperti hotspot. Apalagi ada kabar yang mengatakan kantor bakalan pindah ke kawasan industri dalam waktu dekat ini. Jadi, gue bertanya-tanya dalam hati angin apa yang membuat manajemen perlu memasang hotspot di kantor. Masa bodoh lah, yang penting gue bisa memanfaatkan fasilitas ini dengan gratis.

Gue perlu melakukan beberapa setting kecil di komputer gue untuk melengkapi proses koneksi antara komputer gue dan server atau komputer remote dimana router untuk wireless dihubungkan. Ini hanya bisa dilakukan oleh administrator jaringan yang bertanggung jawab atas semua jaringan yang terpasang di kantor. Saat mengetahui hal ini gue agak pesimis laptop gue bisa konek ke jaringan wireless. Tapi, ternyata sang admin dengan suka rela melakukan konfigurasi yang diperlukan dan mengkoneksikan laptop gue ke jaringan wireless yang ada. Kebetulan hari itu memang perangkat wireless ini baru dipasang dan sepertinya laptop gue yang pertama melakukan dan mendeteksi adanya jaringan wireless ini. ini bisa dijadikan percobaan untuk menjajal kinerja jaringan wireless yang baru dipasang itu. Dengan demikian lengkaplah prosedur yang diperlukan untuk koneksi ke jaringan wireless sekaligus konek juga ke internet. Setelah konfigurasi selesai dilakukan, kami langsung mengklik browser dan halaman google pun terbuka. Yess! Gue bisa konek ke internet dengan laptop gue.

Seharian itu komputer gue konek terus ke internet. Ternyata emang menggunakan jaringan wireless memberikan kecepatan transfer yang lebih baik. Satu halaman web bisa dibuka dengan lebih cepat. Ini berbeda dengan yang biasa gue alami saat browsing menggunakan internet kantor yang menggunakan koneksi dial-up. Memang sih ada beberapa website yang memerlukan loading lebih lama, tapi secara umum koneksi dengan wireless relatif lebih cepat dibanding dengan dial-up.

Gue berharap kondisi ini bisa terus gue nikmati, konek ke internet menggunakan jaringan wireless. Kapan lagi gue bisa memanfaatkan hotspot secara gratis. Tapi, gue ngga tahu sampai kapan keadaan ini bertahan. Tapi setidaknya gue pernah merasakan hotspot gratis di kantor.

Hotspot in my office (part 1)

Pagi itu seperti biasa saya membawa laptop saya ke kantor. Memang udah seminggu ini saya selalu membawa laptop ke kantor. Kebetulan lagi punya banyak ide di kepala yang bisa dibuat tulisan. Dengan membawa laptop, saya berharap bisa langsung menuliskan ide-ide itu. Selain itu, kebetulan kerjaan di kantor lagi ngga sibuk dan ngga dikejar deadline. Jadi, banyak waktu luang bisa yang dimanfaatkan. Saat-saat seperti ini emang membuat jenuh, saat ngga ada kerjaan tapi ngga bisa berbuat apa-apa. Makanya dengan adanya laptop saya bisa langsung menuliskan ide-ide yang tiba-tiba muncul di kepala.

Setelah menikmati sarapan berupa ketan dan bakwan sambil ngerecokin teman satu ruangan saya yang selalu ngaku sebagai “orang kaya” (PD (atau narsis ya!) banget tuh orang), saya memulai aktivitas di kantor dengan ritual menyalakan laptop saya. Saya sebut ini sebuah ritual karena emang agak ribet juga sih prosesnya dan memakan waktu beberapa menit. Saya harus mencolokkan kabel adaptor yang agak panjang ke laptop dan ke colokan listrik yang ada di bawah meja. Saya juga harus menyiapkan asesoris yang lain berupa mouse dan earphone. Setelah siap saya mulai menyalakan komputer dan harus bersabar beberapa menit menunggu proses booting dan loading sampai komputer siap untuk digunakan.

Saat itulah saya mendapatkan suatu kejutan besar. Biasanya saat proses loading, di layar laptop saya selalu terdapat tulisan wireless network connection is not connected di sebelah kanan bawah layar. Ini menyatakan bahwa tidak terdapat jaringan dan koneksi wireless. Tulisan ini memang selalu muncul saat komputer baru dinyalakan atau saat melakukan restart. Laptop saya yang sudah dilengkapi dengan koneksi wireless selalu melakukan proses deteksi jaringan wireless saat melakukan proses start. Namun, pagi itu berbeda dan inilah kejutan besarnya.

Wireless network connection detected. Ya, itulah kejutan besarnya. Tulisan ini muncul di kanan bawah layar laptop saya. Ini berarti terdapat jaringan wireless yang available di sekitar tempat itu. what a surpise! Di tempat ini (kantor tempat gue kerja) ada jaringan wireless (atau hotspot)? Gue kaget sekaligus gembira. Kaget karena kantor gue yang tempatnya jauh dari keramaian kota dan sama sekali bukan tempat yang strategis untuk disebut sebagai kantor, memakai jaringan wireless. Kantor gue yang menurut gue lebih tepat disebut gudang memasang hotspot, benar-benar mengejutkan. Sejenak gue melupakan kondisi kantor gue yang ngga kondusif itu demi kenyataan yang amat mengejutkan ini. Baru kali ini gue ngerasain kegembiraan ini selama gue kerja di sini. Gembira karena dengan adanya hotspot ini gue bisa konek ke internet, sebuah kondisi yang amat menguntungkan (khususnya buat gue).

Adanya hotspot ini memungkinkan gue menjajal kemampuan perangkat wifi yang terpasang di laptop gue tapi belum pernah gue manfaatkan selama ini. Tadinya harapan gue menjajal perangkat wifi ini sempat muncul saat gue mendengar kabar bahwa di sekolah dekat tempat tinggal gue tempat istri gue ngajar tersedia hotspot. Gue pun menyatroni sekolah itu saat akhir pekan karena hanya pada waktu itulah gue bisa melakukannya. Tapi, gue harus mengubur dalam-dalam keinginan gue itu karena pada saat gue mencoba konek ke hotspot di sana gue ngga pernah bisa melakukannya. Ternyata jaringan wireless-nya emang ngga dinyalain saat akhir pekan. Di sekolah itu akhir pekan memang hari libur maka ngga ada kegiatan di sekolah. Jadi, segala perangkat komputer yang ada termasuk server untuk koneksi wireless ngga dinyalain. Buyarlah segala keinginan gue untuk mencoba hotspot.

Setelah itu gue udah ngelupain segala keinginan untuk mencoba hotspot. Namun, kenyataan pagi itu membangkitkan kembali keinginan dan harapan gue yang baru aja gue kubur dalam-dalam. Harapan untuk menjajal perangkat wifi di laptop gue muncul lagi. Gue bagai merasakan de ja vu (apaan tuh? Makanan ya!). Kayaknya ini adalah momen paling mengejutkan selama gue kerja di sini.

05 August 2008

We Wanna be A Good Parent

Sebagai orang tua yang memiliki anak-anak kecil, saya harus cermat menerapkan cara yang tepat dalam mendidik anak-anak kita. Masa kanak-kanak adalah masa pembentukan karakter seorang anak yang akan mempengaruhi perkembangan mental anak. Cara yang salah dalam mendidik anak akan berakibat fatal dalam pembentukan kepribadian ini. Tingkah laku yang menyimpang yang sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari yang sering kita temui dewasa ini adalah salah satu contoh ketidakpedulian atau metode yang keliru dalam mendidik anak saat masih kecil.

Usia 1 s/d 5 tahun disebut-sebut sebagai golden age atau masa emas dalam kehidupan seseorang. Artinya, baik tidaknya anak-anak kita ketika tumbuh dewasa nanti sangat ditentukan dari bagaimana mereka mendapatkan perlakuan dan pendidikan yang sesuai saat masih kecil. Jadi, saya sangat memperhatikan dan serius mengikuti perkembangan anak-anak saya yang saat ini sedang memasuki fase tersebut.

Sekecil apapun sikap kita kepada mereka akan memberikan pengaruh besar buat perkembangan kepribadiannya. Saya bukan tipe orang tua yang selalu memperhatikan kemana saja anak saya pergi sambil terus berteriak-teriak memperingatkannya saat ingin melakukan sesuatu tetapi saya juga tidak membiarkan anak-anak saya bertindak seenaknya tanpa menegurnya. Membiarkan mereka bebas bermain membuat mereka kreatif dan berinisiatif, tetapi teguran dan peringatan kecil saat mereka mulai melakukan tindakan di luar batas tetap diperlukan untuk mengingatkan mana yang benar dan mana yang salah.

Salah satu sikap yang menurut saya kurang baik yang sering dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya yang masih kecil adalah selalu mengikuti kemauan anak-anak kita saat mereka merengek meminta segala kemauannya. Anak kecil sering merengek untuk dibelikan sesuatu atau meminta sesuatu yang diinginkannya. Dan, dengan alasan sayang orang tua selalu mengikuti semua kemauan anaknya. Menurut saya cara ini hanya menjadikan anak kita pemalas, boros, tidak kreatif, dan terlalu manja.

Meskipun kita memiliki banyak uang untuk membeli dan mencukupi segala kemauan anak kita, tidak sepantasnya kita sebagai orang tua untuk selalu mengikuti kemauan anak kita. Rasa sayang dan cinta kepada anak-anak kita semestinya diwujudkan dengan sikap dan interaksi yang mendalam dengan anak-anak dan tidak dengan memberikan mereka segala materi (harta dan uang). Memang materi diperlukan tetapi dalam mendidik kepribadian dan mental diperlukan prinsip, sikap, dan perhatian yang memadai, tidak sekedar harta yang berkecukupan.

Contoh kecil yang sangat sering saya hadapi adalah saat saya mendengar rengekan anak-anak saya meminta jajan. Anak-anak saya memang anak-anak yang menurut saya agak over dan salah satunya ditandai dengan seringnya mereka merengek meminta jajan. Bagi saya sikap dan prinsip perlu secara disiplin diterapkan bukan semata-mata untuk menghemat pengeluaran tetapi lebih kepada pembentukan karakter. Saya tidak ingin anak-anak saya mempunyai mental selalu meminta-minta. Maka berbagai cara perlu dilakukan untuk mengatasi rengekan anak-anak saya.

Kita harus memberikan pengertian kepada anak-anak kita bahwa mereka tidak harus selalu meminta jajan setiap saat. Ini juga terkadang disertai dengan mengalihkan perhatian mereka kepada bentuk yang lain, misalnya dengan mengajak mereka berjalan-jalan atau memberikan mereka bentuk permainan yang menghibur. Dengan selalu mengajak mereka bermain atau memberikan mereka permainan dapat melupakan keinginan mereka untuk jajan. Di sini diperlukan kesabaran dan ketegasan sikap dari orang tua karena terkadang anak kita merengek sampai menangis untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang tua kadang merasa kasihan kepada mereka dan akhirnya menuruti kemauan anaknya. kita harus tegas demi kebaikan anak-anak kita juga, bahkan tetap membiarkannya menangis. Sekali lagi saya katakan rasa sayang tidak harus diwujudkan dengan menuruti kemauannya. Justru karena sayang itulah saya bersikeras tidak menuruti kemauan mereka untuk jajan.

Tidak menuruti kemauan anak kita jajan bukan berarti saya sama sekali tidak menyiapkan makanan atau jajanan di lemari kita. Saya terkadang sudah menyiapkan setumpuk makanan yang bisa diberikan kepada anak-anak saat mereka meminta jajan. Tapi kita juga harus tegas dengan hanya memberikannya satu macam yang boleh dimakan saat itu dan menyimpan makanan yang lain untuk waktu yang lain. Ini juga salah satu bentuk latihan kedisiplinan buat saya dan istri sebagai orang tua dan bagi anak-anak saya.

Sikap tegas dan disiplin terkadang juga keras menurut saya perlu dilakukan dalam berinteraksi dengan anak-anak kita. Ini diperlukan untuk melatih mereka berdisiplin dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kita tidak ingin anak-anak kita malas, bukan? Tapi, tentu saja perhatian dan kasih sayang adalah landasan yang harus selalu diterapkan dalam setiap interaksi.

Dan, sepertinya saya dan istri sudah menuai hasilnya. Itu bisa saya rasakan dari sikap anak saya yang pertama, Firdaus. Sebagai anak usia lima tahun yang ditinggal oleh kedua orang tuanya bekerja, Firdaus boleh dikatakan mandiri dan disiplin. Dia tidak pernah bangun tidur kesiangan, kadang tidak lupa untuk salat Subuh, sesuatu yang tidak buruk untuk anak usia lima tahun. Sejak pertama masuk sekolah, dia tidak pernah mau ditemani atau ditunggui oleh orang tuanya atau pengantarnya. Dia cepat bergaul dan berinteraksi dengan orang atau anak yang baru dikenalnya. Memang, Firdaus tidak bisa diam, dia selalu bergerak untuk melakukan apa saja.

Firdaus bisa memanfaatkan barang apapun untuk dijadikan mainannya. Saya perhatikan dia banyak mengumpulkan bungkus kotak bekas susu. Dia bisa mengkhayalkan benda apapun dengan barang bekas yang dia dapatkan.

Tentu saja kami sangat bersyukur memiliki anak yang mandiri dan kreatif. Kami sadar anak adalah amanah dari sang Pencipta buat kita sehingga kami harus menjaga dan mendidiknya dengan cermat.

We wanna be a good parent.

04 August 2008

Bagaimana Gempa Diprediksi?

Secara geografis, Indonesia terletak di wilayah yang rawan gempa. Hampir setiap waktu kita mendengar terjadinya gempa di wilayah Indonesia. Berbicara tentang gempa tentu saja kita tidak pernah bisa melupakan kejadian gempa yang disertai dengan tsunami yang terjadi di Aceh pada akhir tahun 2004 lalu. Gempa dan tsunami ini terbilang sangat dahsyat yang mengakibatkan kerusakan dan korban baik harta maupun nyawa yang sangat besar.

Dengan kondisi geografis di wilayah rawan gempa dan pengalaman pahit di masa lalu, pengetahuan yang memadai akan terjadinya gempa sangat bermanfaat. Pengetahuan ini meliputi bagaimana kita dapat mengetahui dengan segera terjadinya gempa itu dan bagaimana meminimalkan dampak dari gempa terhadap wilayah yang dikenainya.

Di sini sains memainkan perannya. Berbagai model dibuat dalam memprediksi dengan cepat terjadinya gempa yang dengannya kita dapat meminimalisir dampak akibat gempa tersebut. Salah satu usaha tersebut adalah model yang dikembangkan oleh G Molchan, saintis yang bekerja di Russian Academy of Sciences, Moskow, Rusia.

Model yang dikemukakan dalam penelitian ini dituangkan dalam bentuk paper

Space-Time Earthquake Prediction:
the Error Diagrams

paper ini tersedia di http://arxiv.org

Dalam paper ini, masalah prediksi terjadinya gempa didekati sebagai masalah pengambilan keputusan (decision making). Model matematika dikembangkan untuk mencari strategi yang optimal dari banyak pilihan yang ada. Semakin singkat waktu yang diperlukan untuk mengetahui terjadinya gempa semakin baik prediksi sekaligus minimalisasi dampak yang terjadi.

Sains dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya gempa. Namun, kita tidak dapat mengetahui dengan pasti apalagi mencegah terjadinya gempa. Kita tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memperkirakan dan mencegah terjadinya gempa. Semua adalah kekuasaan dan kebesaran dari Sang Pencipta.

Melalui sains, manusia berusaha mengetahui dengan cepat terjadinya gempa sekaligus meminimalisir dampak yang ditimbulkan. Itulah karunia terbesar dari Sang Pencipta yang diturunkan buat manusia. Mari kita syukuri nikmat ini dengan menggunakan sains bagi kemakmuran umat manusia.

... Mereka Hidup di sisi Tuhannya Mendapat Rezki

وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.

(QS Ali Imran: 169)

Atas takdir Allah kaum muslimin dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka dipertemukan dengan musuh mereka (orang-orang kafir) dalam suatu peperangan besar. Tidak ada pilihan lain bagi kaum muslimin kecuali menghadapi peperangan ini, sebagai bagian dari komitmen mereka kepada Allah dan rasul-Nya.

Tapi ada sebagian dari kaum muslimin yang menolak perintah ini. Mereka adalah orang-orang munafik yang dengan segala macam alasan tidak ikut berperang menghadapi orang kafir.

Dan, pada perang Uhud itu, kaum muslimin mengalami kekalahan akibat kelalaian mereka sendiri.

Orang-orang munafik (yang tidak ikut berperang) ini mengatakan kepada saudara-saudara mereka, “andaikan kalian tidak ikut berperang, tentu kalian tidak akan terbunuh dalam peperangan ini.”

Maka Allah menjawab celaan orang-orang munafik ini melalui ayat di atas.

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.”

Inilah sekelumit kisah dalam Al-quran yang mengandung banyak hikmah. Orang-orang munafik mengira bahwa orang-orang yang mati dalam peperangan (jihad) adalah sesuatu yang sia-sia. Dan bisa jadi pola pikir seperti ini yang ada dalam pikiran kita semua. Tapi Allah yang Maha Besar memiliki pandangan lain bahwa sesungguhnya orang-orang yang gugur di jalan Allah tidaklah mati tetapi hidup di sisi Allah dengan mendapatkan rezki dari Allah.

Tidakkah kita menginginkan hal ini, hidup di sisi Allah dengan segala kenikmatan dan rezki-Nya? Sesungguhnya inilah kenikmatan terbesar dan hakiki bagi kita. Dan Allah telah membuka jalan bagi kita semua untuk dapat meraihnya, yaitu dengan cara berjuang di jalan Allah. Pada zaman rasul, ini bisa diwujudkan dengan berperang melawan musuh-musuh Allah, yaitu orang-orang kafir.

Bagaimana mewujudkan hal ini di zaman sekarang yang berbeda dengan kondisi pada zaman Rasul? Tentu saja kita tidak bisa menyamakan kondisi pada zaman Rasul dengan kondisi sekarang. Kita tidak bisa melakukan perang secara terbuka dengan orang kafir sebagaimana Rasul bersama kaum muslimin melakukannya pada masa lalu.

Perjuangan yang kita lakukan saat ini secara fisik tentu saja tidak sama dengan perjuangan dan jihad pada masa Rasul. Bagi mereka di Palestina, berjuang melawan penjajah Israel adalah jihad mereka. Dan, mereka wajib melakukannya. Tapi, bagi kaum muslimin di AS atau di Eropa, tentu saja tidak bisa melakukan perjuangannya dengan berperang melawan orang-orang kafir. Mereka melakukannya dengan syiar dan dakwah Islam. Begitu bukan?

Begitu juga perjuangan umat Islam di Indonesia (seperti kita, kita … lu kali …) tentu saja memiliki bentuk perjuangannya sendiri. Banyak yang bisa kita lakukan. Kita bisa melakukan banyak hal dalam memperjuangkan Islam.

Waktu gue kuliah dulu, gue menafsirkan berjuang di jalan Allah baik dengan melakukan aktivitas dakwah dalam organisasi di kampus maupun melalui pendekatan personal kepada orang-orang yang kita kenal. Idealisme kami waktu itu adalah ingin menegakkan syariat Islam di kampus. Tentu saja ini sungguh mulia.

Namun, saat ini ketika gue sudah lulus dari kampus dan berada di dunia kerja yang wilayahnya lebih luas, gue dihadapkan pada sesuatu yang berbeda. Gue, dan mungkin semua rekan-rekan yang berpandangan sama dengan gue, dihadapkan pada bentuk perjuangan yang lain dimana terjadi banyak benturan antara idealisme dan realitas, di saat kita harus memilih dua pilihan yang kadang bertentangan tapi mempunyai efek yang sama terhadap kita, dan di saat kematangan dan kedewasaan pikiran dituntut.

Gue yang merasa telah berbuat banyak ketika melakukan aktivitas di kampus, baru disadarkan pada realitas sesungguhnya di hadapan gue. Ternyata semua yang gue lakukan di kampus tidak ada apa-apanya. Bahwa perjuangan baru saja dimulai, perjuangan sesungguhnya di dunia yang sangat luas.

Mari kita renungkan firman allah, “… bekerjalah kamu maka Allah dan Rasul-Nya akan melihat pekerjaan kamu …” saat ini kita dituntut untuk menunjukkan sejauh mana kita berbuat bagi keluarga, masyarakat, dan bangsa. Dengan “bekerja” itulah kita berjuang di jalan Allah. Tentu saja bekerja disini mempunyai makna yang sangat luas. Dengan bekerja kita dapat bermanfaat bagi orang lain. Sebagaimana dalam suatu hadis “sebaik-baik kamu adalah yang paling bermanfaat buat orang lain”.

Tidakkah kita menginginkan menjadi orang atau hamba yang terbaik di mata Allah dan mendapatkan kenikmatan hidup di sisinya pada kedudukan yang mulia dengan mendapat berkah dan rezki-Nya?

Semoga! amin