31 July 2008

Who wants to be an editor?

Saat membaca koran, mata saya tertumbuk pada satu iklan lowongan pekerjaan.

Dibutuhkan oleh suatu perusahaan penerbitan, seorang editor dengan kualifikasi sebagai berikut:

- S1/S2 dari perguruan tinggi negeri
- minimal memiliki IP 3,00
- sanggup bekerja dalam tekanan
- latar belakang pendidikan MIPA, agama, dan ilmu sosial
- memiliki minat dalam bidang pendidikan

Demikianlah kira-kira bunyi iklan lowongan pekerjaan tersebut. Demi melihat lowongan pekerjaan itu, gue yang saat itu memang sedang mencari kerja, langsung melotot dan tertarik dengan lowongan tersebut.

Kualifikasi tersebut memang cocok banget dengan minat dan pengalaman kerja yang gue miliki. Gue yang lulusan PTN dengan latar belakang MIPA memang agak sulit untuk mencari pekerjaan yang sesuai. Saat itu gue masih berstatus sebagai pengajar honorer di sebuah bimbingan belajar. Jadi, saat gue melihat lowongan pekerjaan ini, gue langsung berminat. Surat lamaran dan cv segera gue buat dan gue kirim melalui email.

Dari kualifikasi yang diminta dalam iklan lowongan pekerjaan tersebut, gue mengira posisi yang ditawarkan tentu menjanjikan karir dan pendapatan yang memadai bagi seorang sarjana seperti gue. Karir dan penghasilan yang cukup memang sangat gue butuhkan berhubung saat itu gue baru aja dikaruniai seorang anak dari pernikahan gue dengan seorang wanita minang. Gue sangat berharap bisa meningkatkan taraf hidup gue setelah gue bisa bekerja di perusahaan penerbitan ini.

Dari iklan lowongan tersebut, gue pikir orang yang akan bekerja sebagai editor tentulah orang yang pintar dan memiliki posisi penting dalam perusahaan itu. Wajar saja, kalau gue berharap mendapatkan karir sekaligus penghasilan yang bisa menjamin masa depan gue dan keluarga gue.

Tidak beberapa lama, panggilan untuk tes dan wawancara pun datang sebagai tanggapan atas lamaran yang gue kirimkan. Tentu saja gue sangat gembira menyambutnya. Dalam hati, udah terbayang gue akan mendapatkan pekerjaan yang gue idam-idamkan.

Dan, dengan semangat 45 gue mendatangi kantor perusahaan penerbitan itu. Gue harus menjalani serangkaian tes dan wawancara. Dari tes yang gue jalani, gue masih yakin bahwa pekerjaan editor yang gue lamar ini adalah pekerjaan idaman gue.

Namun, semua bayangan indah tentang pekerjaan sebagai seorang editor menjadi buyar saat tiba gilirannya gue wawancara dengan kepala HRD di perusahaan tersebut. Bayangan gue yang berharap mendapat gaji yang memadai buyar seketika saat sang kepala HRD itu menawarkan jumlah rupiah yang amat tidak memadai dan tidak sesuai dengan tuntutan kualifikasi dalam iklan lowongan pekerjaan di atas. Saat gue kurang tanggap dengan tawaran gaji yang ditawarkan, dengan entengnya sang kepala HRD berkata, “kalau ngga sesuai ya ngga apa-apa, banyak kok orang lain yang mau.” Ini tentu saja sangat dilematis buat gue yang emang butuh banget pekerjaan itu. Dengan berat hati gue terima pekerjaan itu sambil masih bergumam dalam hati seolah ngga percaya dan terbayang lagi beratnya menyongsong masa depan dengan pendapatan pas-pasan seperti ini.

Dan, saat gue sudah berada di dalam perusahaan penerbitan itu, gue ngga sendiri. Di sana gue bertemu dengan editor-editor dengan latar belakang pendidikan yang sangat baik tetapi harus menerima kenyataan bahwa mereka tidak mendapat penghasilan yang sesuai dengan yang seharusnya. Ngga ada dari mereka yang sungguh-sungguh berhasrat besar untuk menjadi editor melainkan hanya menjalani nasib saja. Editor yang dituntut untuk berpendidikan tinggi, pintar dan cerdas, memiliki prestasi bagus, ide yang cemerlang, dan kreativitas tinggi, serta mental yang kuat karena harus biasa bekerja under pressure, tetapi dihargai dengan sangat murah dan disamakan dengan pekerja yang bekerja dengan ototnya saja. Editor yang bekerja dengan otak dan hatinya tetapi harus berada di bawah kekuasaan orang-orang yang ngga punya otak dan hati. Sungguh ironis, bukan.

Begitulah kira-kira awalnya gue terjerumus ke dalam lembah hitam ini … eh salah, maksudnya awal gue akhirnya menjalani pekerjaan sebagai editor. Pekerjaan yang masih gue jalani sampai saat ini.

Buat gue ini adalah pilihan hidup. Dalam hidup dimana tidak banyak pilihan yang dapat diambil, maka memilih satu pilihan lebih baik daripada tidak punya pilihan sama sekali.

Buat anda yang memiliki pengalaman dan nasib seperti gue, jangan berkecil hati, ya. Paling ngga kita masih memiliki otak dan hati. Itu adalah modal besar yang bisa berguna pada saatnya nanti. Jangan patah semangat.

10 comments:

Rie said...

Kayak kuis Mas judul postingnya. Menurut gue, jadi editor itu merupakan pekerjaan yang mementingkan idealisme. Ikut mencerdaskan kehidupan bangsa lho Mas, dan gue selalu yakin bahwa pahalanya sama kayak guru yang ngajar anak muridnya. Ada yang bilang, editor itu mungkin lebih pinter dari guru (karena mereka ngajar dari buku yang kita edit) dan cuma setingkat di bawah dosen. Tapi saat kita lihat kenyataannya, siapa yang gak miris sama keadaan kantor kita ini? Mau protes kayak apa juga kayaknya perubahan sulit terjadi, mau terima juga kok kayaknya ngenes amat ya? Tujuan utama gue sekarang bukan cari duit, tapi cari ilmu sama pengalaman, kalo udah dirasa cukup ya tinggal say goodbye...hehehe

AryaNst said...

Sama kalau ada kesempatan yang lebih baik kan Rie? Hehe...

Duh si Mas, entry-nya curahan hati seruangan (ato sekantor) nih, hehehe...

Anonymous said...

alhamdulillah, tambah keren aja blognya, sering2 comment di blog ane ya..
oh ya, ni ada FS ketum Forkalam sekarang, klik aja http://profiles.friendster.com/39370539

Anonymous said...

mas pilihan hidup ada ditangan kita sendiri, nyaman dan tidaknya hidup jg kita sendiri yang meng create. memunguti hikmah jauh lebih menyengkan bukan?

Indra Fathiana said...

smg kita dikaruniai ilham untuk byk bersyukur ya pak.. ini buat sy juga. kalau bicara soal gaji dsb, mgkn ga cukup...tp bersyukur akan membuat kita minimal tidak gelisah. krn masih byk sekali yg ga pny pekerjaan, luntang lantung cari mkn dst. tapi kalau mmg ada yg lebih baik, dicoba aja. namanya cari rejeki, kita kan cuma berusaha ya :) sukses deh untuk pekerjaannya. salam buat keluarga.

Tiwi Felt said...

SATUJU sama mbak Else dan Fathy....!!! ;)

missmerlin said...

semangat mas!!!

Indra Fathiana said...

AYO LOMBA TULIS EDUKASI MASYARAKAT Bank BTN



LATAR
Mensukseskan Tahun Edukasi Masyarakat Di Bidang Perbankan 2008, Bank BTN Mengajak masyarakat mengapresiasi dan Menkritisi peran perbankan dalam Mengedukasi masyarakat melalui karya tulis.
TEMA
Ayo Ke Bank & Bank Sahabat Konsumen
JUDUL
Peserta bebas menentukan judul karya tulis
OVERVIEW EDUKASI PERBANKAN
Edukasi masyarakat di bidang perbankan:
a. Untuk membangun minat masyarakat pada perbankan (minded & awareness),
b. Untuk pengelolaan keuangan melalui Pemanfaatan produk dan jasa bank,
c. Untuk meningkatkan kehati-hatian dalam melakukan transaksi keuangan.
d. Untuk pengenalan sarana pengaduan dan mekanisme penyelesaian sengketa.
e. Peran serta perbankan mensukseskan program edukasi di bidang perbankan.
KATEGORI PESERTA
1. Jurnalis media nasional dan daerah
2. Umum: pegawai profesional dan lainnya.
3. Mahasiswa/i dan Pelajar (SMP, SMA).
PESERTA WAJIB MENGIRIMKAN
1. Naskah bentuk hardcopy atau softcopy
2. Khusus Jurnalis dilengkapi artikel media
3. Curriculum vitae penulis & copy identitas.
4. Lomba tertutup bagi pegawai Bank BTN.
KRITERIA PENULIS
• Karya orisinil, bukan saduran dan iklan
• Untuk kategori Jurnalis, artikel dimuat di media edisi 01 Mei-15 Agustus 2008
PANJANG TULISAN
• Jurnalis: 3.000-10.000 karakter
• Umum : 8.000-15.000 karakter
• Pelajar : 3.000- 8.000 karakter
KRITERIA PENILAIAN
• Gagasan, sistematika tulisan & bahasa
• Analisis masalah dan pemecahannya.
DEWAN JURI
• Dewan Juri independen dan kompeten.
• Keputusan Juri tidak bisa diganggu gugat
HADIAH LOMBA
a. Kategori Jurnalis
Juara l : Rp 7.000.000,-
Juara 2 : Rp 6.000.000,-
Juara 3 : Rp 5.000.000,
b. Kategori Umum
Juara l : Rp 6.000.000,-
Juara 2 : Rp 5.000.000,-
Juara 3 : Rp 4.000.000,-
c. Kategori Pelajar
Juara l : Rp 5.000.000,-
Juara 2 : Rp 3.000.000,-
Juara 3 : Rp 2.000.000,-
# Plus Sertifikat Penghargaan
PENGIRIMAN NASKAH
Selambatnya 31 Agustus 2008 cap pos ke: Panitia Lomba Tulis Edukasi Masyarakat
Menara BTN Lantai 3, DKPB up. Wilson LS Jl. Gajah Mada No. 1, Jakarta Pusat 10130. Telp. (021) 6336789 ext 8370.
PENGUMUMAN PEMENANG Pengumuman tanggal 15 September 2008
melalui media rnassa dan situs www.btn.co.id

Anonymous said...

saya setuju juga ama mbak Else dan Fathy....!!! ;)bersukur itu yang utama. Klo mo yang lebih baik lagi...ya lebih ekstra usaha nyarinya. Lagian di sini mo ngerjain kerjaan sampingan bebas kan??? Dibanding kerja di t4 lama...yg penerbitan juga....bukannya kantor ini lebih baik...sedikit...catet!!!sedikit lebih baik dari kantor lama dirimuuu??? ayo mas...belajar bersyukur biar dimudahkan Allah pintu rejekinya

VuturistiX said...

to: anonim

siapa pun elo makasih atas comment-nya. setelah dipikir-pikir emang sih di sini lebih baik. skg malah gw khawatir kalo ngga diperpanjang kontrak gw yang tinggal beberapa bulan lagi. semoga ada jalan terbaik buat gw.