22 May 2009

Refleksi (bag. 1)

Masa lalu saya memang tidak begitu banyak diisi dengan berbagai kegiatan yang terlalu buruk dan menyimpang jauh dari nilai-nilai Islam

Dulu saya masih menyempatkan diri membaca al-quran (terutama pas mau ujian … maksain banget sih, niatnya mau ibadah atau biar lulus ujian nih hehehe) walaupun dengan bacaan yang masih belum lancar benar. Bacaan quran saya masih lumayan lah dibandingkan rata-rata anak muda seusia saya.

Semenjak dulu saya menganggap pacaran itu ngga sesuai dengan Islam, karenanya tidak pantas seorang muslim berpacaran. Dan, alhamdulillah saya ngga pernah pacaran sampe saya menikah. Istri saya inilah pacar saya yang pertama sekaligus (insya allah) yang terakhir buat saya.

Dulu saya adalah penggemar berat musik terutama musik metal (kata nyokap, musik dombreng-dombreng ..). bisa jadi inilah salah satu pola pikir saya yang agak menyimpang dari nilai Islam.

Dulu saya masih menyempatkan diri solat jamaah di masjid terutama waktu magrib dan Isya. Masa itu saya adalah salah satu dari sedikit jamaah masjid yang masih muda, di antara jamaah lain yang rata-rata berusia 40-an tahun. Alhamdulillah, Ritual ini masih tetap saya lakukan sampai saat ini.

Meskipun saya tidak terlalu aktif dalam kegiatan keislaman, tetapi saya juga ngga begitu menyukai dan membatasi diri dari kegiatan yang bersifat hura-hura. Saya memang suka musik dan sesekali menonton film di bioskop tetapi ya sebatas hiburan aja. Ngga sampe berlebihan. Saya memang selalu berusaha netral dan berada di tengah-tengah dalam setiap hal. Dalam perkembangannya saya baru menyadari bahwa sikap pertengahan adalah salah satu konsep Islam, tentu saja pertengahan dalam konsep Islam tidak berlaku untuk hal yang maksiat dan menyimpang dari Islam.

Saya juga sangat tertarik dengan keilmuan dan sangat senang membaca buku. koleksi buku saya lumayan banyak buat seorang anak muda seperti saya. Dan saya juga senang membaca buku keislaman.

Saya sendiri sulit menerima pernyataan bahwa masa-masa ini sebagai masa jahiliyah. Istilah yang sering dikatakan oleh mereka terhadap masa-masa sebelum mereka mendalami Islam atau berhijrah dan tergabung dalam barisan gerakan atau harokah Islam.

Bisa jadi sifat saya yang semacam ini memudahkan saya untuk berinteraksi dengan gerakan (harokah) Islam. Terlebih lagi saat saya masuk kuliah, di saat saya sedang mencari sebanyak-banyaknya teman yang bisa dijadikan sahabat. Wajar saja, karena kuliah saya jauh dari rumah, orang tua, dan sanak keluarga. Saya ingin mencari kawan yang bisa dijadikan sandaran dan tempat untuk berbagi, seorang saudara dekat buat saya.

Pertama kali bersinggungan dengan pergerakan Islam, saya berkenalan dengan jamaah tablig yang terlihat sangat bersungguh-sungguh dan tekun dalam beribadah. Bacaan-bacaan hadistnya sesudah solat jamaah di masjid kampus begitu menarik hati saya pada awalnya. Membuat saya tak kuasa menolak ajakan mereka untuk mengikuti kegiatan mereka yang disebut khuruj, yaitu berdiam diri (I’tikaf) di masjid selama 24 jam di akhir pekan (hari sabtu-minggu) dan mengisi dengan berbagai ibadah wajib dan sunnah.

Sampai akhirnya saya dipertemukan oleh Allah dengan para pemuda yang penuh dengan semangat dan optimisme tentang sebuah gambaran Islam yang utuh dan menyeluruh. Gambaran tentang Islam yang belum pernah saya dapatkan dan tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Islam yang tidak hanya ibadah dan aktivitas yang selama ini dan secara umum dipahami, tetapi Islam sebagai sebuah konsep hidup, sebagai sebuah keyakinan yang harus disempurnakan dalam sebuah sistem dan tatanan sosial kemasyarakatan.

Mulailah saya menceburkan diri dan melebur dalam arus pergerakan ini. di sini saya mengenal arti ukhuwah Islamiyah, dan mulai mendapatkan pencerahan akan sebuah cita-cita mulia yang menjadi tujuan hidup seorang muslim, melakukan penghambaan diri hanya kepada Allah.

Saya tersadar bahwa gambaran Islam yang sempurna ternyata amat jauh berbeda dengan apa yang menjadi realitas masa kini. Membuat saya bertekad untuk bersama-sama dalam gerakan Islam ini untuk berusaha mewujudkan cita-cita mulia untuk menegakkan Islam dalam setiap sendi kehidupan.

Saya mulai menggali khasanah keislaman yang begitu teramat luas ini. saya sadar bahwa semangat yang tinggi perlu dibarengi dengan wawasan (tsaqofah) keislaman yang lengkap dan menyeluruh. Saya perlu membekali diri saya dengan ilmu seiring dengan semangat untuk melakukan perbaikan kepada masyarakat.

Saya tidak akan pernah melupakan satu tempat (sarana) dimana saya mendapatkan pemahaman Islam yang lengkap. Di sanalah saya menimba ilmu keislaman sekaligus penyadaran akan perlunya sebuah gerakan untuk membumikan Islam secara utuh dan sempurna. Itulah Ma’had Al Ihsan. Di bawah bimbingan ustad-ustad lulusan LIPIA, sebagai salah satu referensi pengetahuan keislaman, saya dihadapkan pada konsep-konsep keislaman, aqidah, tauhid, sejarah (sirah nabawiyah), fiqh, dakwah dan tata cara berdakwah (fiqh dakwah), ghozwul fikri, hadits, sampai bahasa Arab (Gini-gini ana bisa bahasa arab lho, afwan ya antum …).

Meskipun saya kuliah di bidang eksak, saya berani bertaruh pengetahuan Islam saya ngga kalah dengan mereka yang kuliah di IAIN sekalipun (bukannya nyombong ya, cuma geer aja kok …yee sama aja dong hehehe). Alhamdulillah, pola pikir saya sampai saat ini adalah pola pikir yang terbentuk dari fase belajar ini.

No comments: