15 December 2008

No body care about her

Seperti biasa, malam itu saya sedang duduk dengan nyaman di dalam sebuah bus ukuran ¾ jurusan Depok Timur. Kali ini saya cukup beruntung karena mendapat bus yang masih baru dan lumayan bagus dan nyaman dengan ruang antartempat duduk yang lega, biasanya bus-bus jurusan depok timur-kp rambutan diisi oleh jajaran bus tua berbentuk kotak sabun yang kurang layak ditumpangi.

Saya naik bus ini di daerah Pasar Rebo di saat bus masih kosong belum terisi banyak orang. Bus ini biasanya akan ngetem di halte dekat fly over Pasar Rebo ke arah Cijantung dan baru akan jalan setelah bus terisi penuh penumpang.

Saya sengaja memilih tempat duduk di deretan kanan baris ketiga di pojok dekat jendela dan duduk dengan nyaman di sana. Karena masih kosong, saya punya banyak pilihan dan kebetulan posisi ini adalah favorit saya, di pojok dekat jendela. Posisi ini favorit karena saya bisa “bebas dari gangguan” yang sewaktu-waktu bisa saja datang (Saya berharap tidak ada ibu-ibu membawa anak, nenek-nenek, atau wanita hamil yang akan naik).

“Depok Timur, Cisalak, Simpangan” terdengar teriakan calo di halte.

Satu per satu penumpang naik mengisi tempat duduk yang masih kosong. Seorang bapak-bapak duduk di sebelah saya, dan langsung menutup jendela yang sebelumnya memang sengaja saya buka lebar-lebar. Jendela ini memang sengaja saya buka lebar biar udara segar di luar yang habis tersiram hujan bisa masuk, AC alam gitu loh. Dalam hati saya bergumam, “ngga sopan nih orang ngga boleh orang senang ya.” Tapi, saya diam aja sambil berpikir positif, mungkin saja orang ini sedang kurang enak badan.

“Depok Timur, kosong kosong langsung berangkat yang mau cepat,” terdengar lagi teriakan sang calo tanpa melihat bahwa bus sudah terisi penuh tanpa ada bangku kosong.

Bus pun melaju setelah terisi penuh penumpang. Saya pun menyandarkan kepala dengan nyaman dan mencoba memejamkan mata. Mumpung busnya nyaman, saya mencoba menikmati perjalanan ini dengan sejenak memejamkan mata melepas lelah.

Mata saya sedang setengah terpejam saat secara samar-samar saya melihat seorang ibu sambil menggendong anak naik ke atas bus yang sedang saya tumpangi. Wah, akhirnya kekhawatiran gue terjadi juga. Apakah saya akan meninggalkan kenyamanan ini dan memberikan tempat duduk saya kepada ibu yang baru naik ini? dalam hati saya bimbang.

Meskipun ibu ini terlihat cukup kuat dan tabah, saya merasa kasihan juga. Saya mencoba membela diri, saya juga membawa tas yang cukup berat, jadi saya berhak dengan tempat duduk ini. saya menunggu reaksi penumpang lain, siapa tahu ada yang berbaik hati memberikan tempat duduknya yang nyaman kepada ibu yang sedang menggendong anak ini. tapi, saya hanya bisa berharap.

Saya melihat penumpang yang duduk, kebanyakan mereka duduk dengan mata terpejam (atau sengaja memejamkan mata walaupun sebenarnya ngga ngantuk).

Saya benar-benar ngga tega. Akhirnya, saya pun berdiri sambil mencolek pundak ibu itu seraya memberikan tempat duduk yang sebelumnya saya duduki tanpa melihat ke belakang. Tapi, tanpa diduga dari belakang saya datang ibu yang lain langsung menyerobot duduk di tempat yang akan saya berikan kepada ibu yang menggendong anak tadi.

Saya benar-benar ngga menduga kejadian ini. ibu yang menggendong anak pun terlihat terkejut tapi ngga bisa berbuat apa-apa. Ibu itu tetap berdiri dengan tegar sambil menggendong anaknya yang mulai terlelap pulas. Sejenak saya bingung, ngga bisa berpikir. Saya juga melihat penumpang lain, sama sekali ngga ada perhatian. Seolah-olah ngga terjadi apa-apa.

Entah apa yang ada di kepala ibu yang menyerobot duduk ataupun ibu yang menggendong anak. Ibu yang menggendong anak tampaknya sebel tapi ngga bisa berbuat apa-apa. Ibu yang menyerobot duduk tenang-tenang saja di tempat duduknya tanpa merasa bersalah.

Penumpang yang lain pun tampak ngga peduli, tetap di bangkunya yang nyaman. Aneh, apa mereka ngga malu dengan dirinya sendiri membiarkan seorang ibu berdiri dengan menggendong anak? Apa mereka ngga berpikir, bagaimana kalo yang berdiri itu istrinya sendiri, ibunya yang sewaktu muda menggendong dirinya saat masih kecil, atau dirinya sendiri menggendong anaknya?

No body care about her …

Saya masih bingung dengan keadaan ini. udah tujuan saya memberi tempat duduk kepada ibu itu ngga tercapai, sekarang saya pun harus susah payah berdiri dengan memikul tas ransel saya yang lumayan berat.

Cukup lama saya berada dalam kebingungan dengan pikiran yang agak kacau, sampai akhirnya saya memberanikan diri berbicara kepada ibu yang menyerobot itu yang masih duduk dengan tenang.

“Maaf bu, tadi maksud saya mau memberikan tempat duduk ini untuk ibu itu,” ujar saya dengan hati-hati sambil menunjuk kepada ibu yang berdiri menggendong anak.

“oh begitu,” jawab ibu yang duduk itu seraya berdiri dan mulai menyadari maksud saya tadi. Saya pun kembali menawarkan tempat duduk ini yang sudah kosong kepada ibu yang menggendong anak tadi.

“maaf, Mas. Ngga apa-apa saya berdiri aja,” ujarnya dengan tegas cenderung ketus tanpa menengok dengan nada datar yang dicoba untuk tegar dan sabar yang terasa bagai cubitan pada kulit saya.

Tampaknya memang terlambat buat saya untuk membuatnya menerima kebaikan hati saya. Tampaknya dia sudah menetapkan, saya bisa kok berdiri tanpa perlu bantuan tempat duduk dari anda. Hatinya sudah bulat untuk tetap berdiri dan tegar tanpa perlu bantuan dari kami yang sombong ini. sikap tegasnya ini saya pikir bukan ditujukan kepada saya semata melainkan untuk sikap cuek dan ngga peduli semua penumpang bus ini dan terlebih kepada ibu yang telah menyerobot tempat duduk tadi.

Perasaan saya ngga menentu, ada rasa iba, jengkel, kesel, dan perasaan bersalah bercampur menjadi satu.

Saya mencoba memahami keadaan ini. penumpang bus yang nyaman dengan tempat duduknya tanpa peduli dengan orang lain sampai-sampai membiarkan seorang ibu yang menggendong anak berdiri dengan susah payah. Seorang ibu yang lain yang tanpa merasa bersalah menyerobot tempat duduk yang bukan untuknya. Seorang ibu yang mencoba tegar dan tidak bergantung kepada kebaikan orang lain. Saya sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Sebuah pelajaran berharga yang saya dapat malam itu.

03 December 2008

2 x 5 = ?

Wah, mentang-mentang gue editor matematika, gue mau main tebak-tebakan matematika, gitu? Jangan sewot dulu bo, ini sama sekali ngga ada hubungannya dengan matematika dan hitung-hitungan. Gue tau kok lo pada paling jijay sama matematika .. he he he he

kalo secara matematika, anak sd (yang udah belajar perkalian, kelas berapa ya ..) juga tau jawabannya. Tapi, sekali lagi, ini bukan pertanyaan matematika.

sebenarnya ini tentang pengalaman gue pulang dan pergi menggunakan fasilitas bus kantor, semacam bus jemputan gitu lah. semenjak kantor gue pindah dari Pondok Gede (di pinggiran kota Jakarta) ke kawasan industri MM 2100 Cibitung (yang ini bukan di pinggir lagi malahan udah jauuuhhh dari Jakarta .. hehehe), gue dan kawan-kawan lain harus naik bus jemputan untuk berangkat dan pulang kantor.

Mestinya sih keadaan ini sangat menguntungkan buat gue dan kawan-kawan yang lain karena bisa mempermudah pergi dan pulang kantor sekaligus menghemat ongkos (bus jemputan ini gratis lo ... tapi selama enam bulan pertama aja). Bus jemputan ini berangkat dari pasar rebo sekitar jam 7 pagi. dari pasar rebo ke cibitung yang terletak di timur Jakarta melewati Bekasi dapat ditempuh selama 40 menit (kalo lancar) lewat tol cikunir trus belok ke tol cikampek . jadi, kurang dari jam 8 pagi kami sudah sampai di kantor.

Awalnya gue sangat senang dengan fasilitas gratis ini, tapi belakangan ini gue dan sebagian penumpang lain (khususnya yang cewek) merasa agak risih.

Bayangkan setiap pagi (berangkat) dan sore (pulang), gue harus mendengar celotehan (yang menurut gue dan sebagian yang lain sangat berisik) dari sebagian kawan-kawan sesama penumpang bus. Yang bikin risih itu bukan berisik dan celotehannya tapi konten dari celotehannya itu yang agak nyerempet esek-esek alias parno. gue maklum sih emang kita butuh refreshing setelah dihadapkan dengan tugas-tugas kantor yang bikin pusing kadang.

gue juga ngga masalah bahkan senang banget kalo diajak becanda. it's ok. tapi becandanya yang wajar-wajar aja lah ngga usah berlebihan.

Dan, keadaan ini harus gue hadapi dua kali sehari dalam seminggu (atau lima hari kerja). lama kelamaan agak muak juga sih dengerin celotehannya.

jadi, udah ngeh khan makna 2 x 5 itu ...

Unforgetable Moment

Betapa indahnya Gunung Bromo ...

Ada perasaan yang berbeda saat saya melihat gambar Gunung Bromo atau melihat tayangan tentang Gunung Bromo di TV. Ada perasaan bangga, haru, sedih, gembira, dan sejuta nuansa lainnya. Nostalgia masa lalu tiba-tiba saja hadir dan mengemuka di hadapan saya. Tidak terasa sudah sepuluh tahun berlalu dari saat terakhir kali saya menginjakkan kaki di sana.

Maka, saat saya mencoba mencari gambar yang pas buat theme atau header blog ini saya langsung teringat dengan satu tempat, Gunung Bromo. Sebenarnya ada satu tempat lagi yang sangat eksotis yang pernah saya kunjungi dan ngga akan pernah saya lupakan, yaitu madakaripura. tapi, saya merasa Bromo lebih pas buat theme blog ini.

pada postingan saya terdahulu saya pernah menceritakan pengalaman saya pertama kali pergi ke Gunung Bromo. Pengalaman unik dan tak terlupakan.

Setelah itu, saya sempat tiga kali pergi ke Bromo dengan suasana dan keadaan yang berbeda.

Kesempatan kedua pergi ke Bromo adalah saat saya masih kuliah tingkat dua (semester tiga). Kebetulan saya kuliah di kota Malang yang memang sangat dekat dengan Bromo. Waktu itu saya bersama lima teman saya, Dicky, Suryo, Tomo, Yaser, Eko, dan akh Hasan. Akh Hasan itu bisa dibilang mentor kami berlima. sementara kami berlima seusia, Akh Hasan lebih tua empat tahun dari kami. Beliau juga yang memimpin dan memandu perjalanan kami.

Jalur yang kami lalui adalah melalui Tumpang dan terus naik ke arah Semeru dan belok ke arah Bromo. saat itu sebenarnya kami tidak berencana ke Bromo. Rencananya kami ingin ke arah Semeru sejauh yang kami mampu. namun, di tengah perjalanan kami memutuskan berbelok ke Bromo, yaitu di suatu tempat bernama Ranu Pani. Tempat ini berupa danau yang berada persis di kaki Gunung Semeru.

Kami tiba di Ranu Pani saat senja dan memutuskan menginap di daerah ini semalam untuk melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Mengingat jalur ke Semeru sangat berat dan masih sangat jauh, kami mengurungkan niat melanjutkan perjalanan ke Semeru dan memutuskan berbelok ke arah Bromo.

dari arah Ranu Pani ke Bromo kami harus melewati lautan pasir (segara wedi). dan kami sampai ke Bromo saat sore. saat perjalanan dari Ranu Pani ke arah Bromo ini, saya hampir jatuh ke jurang yang curam. Kami memang harus melewati jalan yang terjal dan dengan jurang yang menganga di kanan kiri jalan. tantangan berat buat kami berenam.

ketiga kalinya saya pergi ke Bromo adalah waktu saya sedang melaksanakan KKN alias kuliah kerja nyata. saya melaksanakan kkn di kota Lumajang, kota di sebelah timur kota Malang yang dipisahkan oleh Gunung Semeru.

Kesempatan keempat saya ke Bromo adalah bersama sahabat saya Supri dan binaannya. perjalanan ini dalam rangka tafakur alam.

Adakah kompromi di antara dua pilihan?

Setiap orang pasti memiliki cita-cita, obsesi, atau keinginan. Dan, ketika keinginan itu hampir dapat diraih, tentu kita akan merasa senang. Tetapi, ketika keinginan yang sudah lama diimpikan dan hampir bisa diraih itu datang, kita menjadi ragu untuk mengambilnya karena ada batasan-batasan yang tidak mungkin dilewati begitu saja. Haruskah kita tetap mengikuti kata hati kita untuk meraih segala keinginan yang sudah di depan mata tanpa menghiraukan segala risiko dan mengabaikan batasan-batasan yang ada? Beranikah Anda menggapai keinginan Anda itu dengan mengorbankan sesuatu yang sudah ada?

Saya punya pengalaman yang mungkin mendekati sebagaimana kondisi di atas. Pengalaman ini terjadi beberapa waktu yang lalu, sudah agak lama juga sih.

salah satu impian saya adalah bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. tidak dapat dibayangkan kegembiraan hati saya ketika pada suatu hari saya mendapat telepon yang menawarkan kepada saya beasiswa untuk studi tingkat magister. Saya langsung teringat bahwa beberapa bulan sebelumnya saya pernah apply untuk posisi research assistant dengan paket scholarship di sebuah perguruan tinggi swasta di jakarta. Tawaran ini tentu saja sangat menggiurkan karena memang sesuatu yang sangat saya impikan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Dengan penuh antusias saya bersedia mengikuti proses yang harus dijalani untuk dapat diterima di posisi yang ditawarkan itu. pertama, saya harus membuat suatu presentasi dengan tema case research. Presentasi ini dilakukan di hadapan suatu panitia/juri yang terdiri dari tiga orang. Dengan penuh semangat saya mempersiapkan bahan presentasi itu yang bahan-bahannya saya dapat di buku teks dan internet.

Pada hari yang ditentukan saya pun datang memenuhi panggilan untuk melakukan presentasi. Saya harus menampilkan presentasi saya di hadapan petinggi kampus itu yang mereka minimal bergelar S2, salah satunya adalah dekan dari fakultas dimana saya melamar. Presentasi pun berlangsung lancar sampai akhirnya tibalah waktu untuk tanya jawab. Di sinilah saya baru mengetahui hal yang sebenarnya tentang posisi yang saya lamar dan scholarship yang ditawarkan. Dalam kesempatan tanya jawab inilah dekan itu menanyakan kesiapan saya untuk melamar di posisi yang ditawarkan, yaitu research assistant.

Ternyata mereka menawarkan posisi ini dengan kompensasi berupa beasiswa (scholarship) untuk studi magister. Mereka menanyakan kesiapan saya karena mereka ingin memastikan saya siap bekerja dengan gaji berupa beasiswa tersebut. Jadi, mereka mengalihkan gaji dan membayarkannya dalam bentuk beasiswa. Mereka menegaskan bahwa sebenarnya mereka bukan menawarkan beasiswa kepada saya tetapi mereka menawarkan job atau pekerjaan dimana pendapatan dari job itu bukan berupa uang melainkan berupa beasiswa.

Dan, job yang ditawarkan kepada saya pun full time dan bukan part time. Artinya, saya harus bekerja 6 hari dalam seminggu dan ditambah juga harus mengikuti perkuliahan di malam harinya. Bukan pekerjaan yang ringan bahkan sangat berat ternyata. Mengetahui bahwa saya sudah berkeluarga dan memiliki tanggung jawab untuk memberi nafkah, membuat mereka benar-benar ingin tahu kesiapan saya atas kondisi ini.

Saya yang awalnya sangat antusias dengan proses ini, menjadi agak bimbang. Kondisi yang ditawarkan itu memang menggiurkan tapi sangat berat bagi saya yang sudah memiliki keluarga. Dengan kondisi kerja seperti di atas, 6 hari kerja ditambah kuliah malam, tanpa gaji sepeser pun (karena sudah dialihkan menjadi beasiswa) tentu saja sangat sulit buat saya. Praktis saya tidak bisa mendapatkan gaji/pendapatan apapun bahkan walaupun disambi dengan freelance tetap saja ngga bisa nutup nafkah buat keluarga.

Walaupun istri saya bekerja, saya ngga mungkin membebankan nafkah keluarga kepada istri saya. Sebagai kepala keluarga sayalah yang bertanggung jawab memberi nafkah untuk keluarga. Ini ngga mungkin bisa saya jalankan dalam kondisi yang ditawarkan itu. Di satu sisi saya sangat menginginkan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dan itu sudah ada di depan mata, tetapi di sisi lain saya juga memiliki keluarga yang harus saya beri nafkah.

Akhirnya dengan berat hati saya mengurungkan keinginan saya untuk mendapat beasiswa. Pihak universitas pun tidak ingin memaksa saya dan memahami kondisi saya yang sulit dan dilematis. Saya pun harus mengubur kembali cita-cita yang hampir bisa saya raih yang sudah ada di depan mata saya. Sedih, kecewa, dan berat rasanya. Saya hanya bisa berharap suatu saat nanti kesempatan itu akan datang lagi.

Dan, saat ini sepertinya kesempatan yang hampir sama kembali hadir di depan mata saya. Akankah saya mengorbankan cita-cita saya? Mungkinkah ada solusi yang bisa membuat saya dapat meraih cita-cita dan keinginan tanpa mengorbankan apa yang sudah ada?

19 November 2008

breaking News: Penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW

Baru aja baca berita di detik.com tentang situs blog di wordpress yang berisi komik bertema Nabi Muhammad. saya coba search di google alamat situs tersebut tapi ngga ketemu. untung ada teman sekantor yang nemu alamat situs tersebut. alamat wordpressnya yaitu http://kebohongandariislam.wordpress.com

saya sempet ngeliat gambar komiknya dan baca isinya ternyata emang mencoba menjadikan hadist nabi sebagai bahan ejekan dan olok-olok. saya kasih contoh ada hadist yang mengatakan nabi pernah dibelah dadanya dan isi dadanya disucikan, maka komiknya menggambarkan nabi dibelah dadanya dan dibersihin. yang ngga ngenakin di komik itu nabi diasosiasikan sebagai lelaki yang selalu bersama perempuan.

dari tema blognya aja yang berjudul great lie of islam, saya menduga ini bukan sekedar main-main. menurut saya ini memang udah di luar batas. walaupun pembuatnya mungkin bermaksud main-main, tapi tetap ngga bisa diterima secara logika ataupun hukum. menggambar nabi aja udah ngga boleh apalagi ini nabi digambarkan dengan penggambaran yang sangat ngga pantas. menurut gue sih ini udah keterlaluan. ngga banget deh!!!!

berita di detik mengatakan wordpress mau diblokir. menurut gue jangan memblokir wordpressnya, tapi meminta wordpress untuk memberikan identitas si penulis blog tersebut. tidak sulit melacak identitas si pemilik dan penulis blog tersebut.

pelakunya harus ditangkap, bahkan bisa diasumsikan sebagai teroris. orang menyebar berita bom aja bisa ditangkap, apalagi ini udah menjelek-jelekkan agama dan kepercayaan orang. hukumannya bisa sangat berat.

Mohon Bantuan

Sebenarnya ini masalah pribadi saya, tapi saya memberanikan diri mengemukakan hal ini karena saya ngga tau kemana lagi mau mencurahkan perasaan saya ini.

melalui tulisan ini saya mau minta tolong untuk membantu mencarikan pekerjaan untuk saya. saat ini saya memang masih bekerja di perusahaan penerbitan. namun mengingat status saya yang masih kontrak (yg hanya tersisa beberapa bulan saja) dan mengingat industri penerbitan (terutama penerbitan buku sekolah) yang saat ini sedang lesu, saya melihat karier saya tidak bisa berkembang di tempat saya bekerja saat ini. saya sendiri sudah berusaha untuk mencari pekerjaan lain dan masih terus saya lakukan sampai saat ini.

mengingat usia saya yang sudah "cukup tua" untuk bersaing dengan pesaing lain yang lebih muda dan segar, saya merasa kesulitan bersaing dan terbatas dalam mencari pekerjaan yang tepat. tentu saja ini tidak menguntungkan buat saya tetapi inilah yang terjadi. oleh karena itu, saya juga dengan sangat meminta bantuan untuk mereferensikan saya kepada kenalan atau siapa saja yang dikenal. karena hanya dengan cara inilah mungkin saya bisa mendapat peluang lebih besar untuk mendapat pekerjaan.

sampai saat ini saya masih kesulitan mendapat pekerjaan yang bisa menunjang kehidupan saya, pekerjaan yang bisa menjanjikan kehidupan dan masa depan saya dan keluarga saya. meskipun saya lulusan S1 dari PTN dan telah lama bekerja (hampir 9 tahun) namun saya masih belum bisa memperbaiki atau meningkatkan taraf hidup saya. sekali lagi saya mohon maaf atas isi surat ini, tapi saya ngga tau lagi harus mengadu kemana.

saya sangat berharap ada yang dapat membantu mencarikan jalan keluar buat saya.

mohon maaf dan terima kasih atas perhatiannya.

01 October 2008

A Moment to remember

berhubung kantor gue pindah ke cibitung, ada kenang-kenangan yang ngga mungkin bisa gue alamin lagi selain di kantor gue yang lama. ini adalah sebagian dari kenang-kenangan itu.




Rie : mbeeeek ....
Kambing : ariiiiiiee ...
Me : mana kambing, mana Ari nih??? mon ... mon ...