18 November 2009

Catatan Perjalanan Dakwah dan Tarbiyah

Ini adalah sedikit catatan tentang perjalanan dakwah dan tarbiyah yang telah kami lalui dan rasakan sejauh ini. Kami yang telah melalui jalan dakwah dan tarbiyah ini dan telah melalui beberapa tahapannya, dari mulai dakwah secara sembunyi-sembunyi sampai sekarang yang sudah sampai pada dakwah secara jahriyah (terang-terangan). Dari semenjak dakwah yang belum memiliki institusi resmi sampai pada dakwah yang secara jelas menjelma dalam bentuk partai.

Catatan ini kami buat tidak lain sebagai ungkapan cinta yang dalam kepada dakwah dan harokah ini. Dan, kami juga tak lupa menyampaikan rasa hormat serta ucapan terima kasih kepada para pendahulu dalam dakwah dan tarbiyah ini yang telah mengenalkan kami kepada jalan dakwah ini. Amalan baik kami tentu akan senantiasa mengalir kepada mereka sebagai orang-orang yang telah mengantarkan kami kepada kebaikan ini.

Tentu saja sudah banyak suka duka yang kami rasakan selama perjalanan dakwah dan tarbiyah ini. Dakwah dan tarbiyah yang selama ini telah memenuhi hati dan perasaan kami, serta menaungi otak dan pikiran kami. Dakwah dan tarbiyah inilah yang telah membentuk jiwa dan perasaan kami, serta mengasah otak dan pemikiran kami. Yang telah menjadi landasan kami dalam berpikir dan bertindak. Yang telah membuat kami menjadi manusia-manusia yang sejati. Namun, dakwah ini pula yang saat ini telah membuat kami bertanya-tanya. Seperti inikah dakwah dan tarbiyah yang selama ini kami kenal dan kami pahami?

Kami paham sepenuhnya bahwa selalu ada perubahan dalam setiap perjalanan dakwah dan tarbiyah. Bahwa zaman dan kondisi masyarakat akan selalu berubah sehingga memerlukan respon yang cepat dan sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada. Tapi, haruskah perubahan kondisi dan situasi juga mengubah cara pandang dan orientasi dakwah dan tarbiyah yang telah sama-sama kita pahami dan jalani selama ini.

Kami paham sepenuhnya bahwa dakwah dan tarbiyah itu senantiasa fleksibel sebagaimana Islam yang selalu fleksibel dan selalu cocok dengan situasi dan kondisi zaman dan tempat dimana pun dan kapan pun kita ada. Kami paham dengan realitas itu semua. Namun, janganlah fleksibilitas Islam itu disesuaikan dengan hawa nafsu dan keinginan kita dengan mengatasnamakan keinginan kita itu dengan syariat dan ketaatan atas jamaah. Justru hawa nafsu dan keinginan akan sesuatu yang semu yang mestinya harus diklopkan dengan syariat. Syariatlah yang semestinya menjadi patokan dan acuan dalam setiap langkah dan pola pikir.

Kami bukannya ingin bernostalgia dengan suasana tarbiyah masa lalu dimana semua aktivitas dakwah tidak memiliki tendensi kekuasaan dan politik. Tapi, tidak dapat dibantah bahwa kami merasa dakwah dan tarbiyah tanpa tendensi kekuasaan itulah fase terbaik dalam periode tarbiyah kami. Dimana seluruh potensi jasmani dan ruhiyah terfokus untuk menyukseskan suatu project yang nilainya hanya dikembalikan sepenuhnya kepada Allah. Tanpa berharap orang-orang akan memilih golongan kami saat pemilu ataupun pilkada.

Kami bukannya tidak ingin membantu dakwah dan tarbiyah ini. tapi, kami hanya ingin mengenalkan Islam ini secara murni dan tulus kepada semua umat manusia tanpa ada embel-embel politik dan kekuasaan. Ketika kami dituntut untuk merekrut anggota untuk ikut ke dalam golongan “kita” untuk sebuah kepentingan sesaat bernama pemilu atau pilkada, maka bukankah hal ini merupakan sebuah tuntutan yang cenderung duniawi dan bernilai sesaat. Padahal yang kita inginkan adalah sebuah tujuan yang sangat besar walaupun harus ditempuh dengan perjalanan yang sangat panjang.

Kami bukannya tidak ingin ikut ambil bagian dalam kaderisasi dan pembinaan anggota. Tapi, jika perekrutan anggota hanya untuk melibatkan mereka para anggota dalam kegiatan kampanye dan mobilisasi dukungan, apa yang dapat kita berikan kepada para anggota. Kami hanya ingin mengenalkan Islam secara kaffah kepada mereka dan memperkuat keyakinan dan aqidah mereka, sebagaimana yang pernah kami rasakan dulu.

Kami hanya ingin kehangatan ukhuwah yang murni bukan hanya ikatan jamaiyah dan keorganisasian yang semu. Dengan kehangatan ukhuwah inilah dahulu kami dapat bersatu dan merasakan sebuah kebangkitan ruhaniyah yang sangat kuat dan dalam, dimana rasa ini tidak pernah dapat kami rasakan lagi saat ini.

Ukhuwah yang dapat melupakan kami dari segala kesulitan hidup yang melilit kami yang mampu membuat kami bahagia dan merasa bahwa kami adalah orang-orang yang paling bahagia dan paling kaya di dunia ini. Walaupun kondisi kami saat itu jauh dari gambaran orang-orang yang berada dalam kondisi sangat baik, kami dapat merasakan suasana ruhiyah yang sangat tentram dan damai sebagai dampak dari ukhuwah yang kuat yang lepas dari tendensi organisasi dan kepartaian.

Ukhuwah itu bukanlah sebuah nostalgia, tapi dia adalah sebuah keniscayaan yang mestinya tidak pernah luntur dan berubah oleh situasi dan kondisi yang ada. Bukanlah sebuah kejelekan untuk kembali ke keadaan sebelumnya jika terbukti keadaan tersebut memang lebih baik. Kita bukannya ingin kembali ke masa lalu, tetapi nilai-nilai positif yang ada itulah yang mestinya bisa dikembalikan lagi dan tetap terwujud walaupun dalam situasi dan zaman yang berbeda.

Kami hanya ingin suasana tarbiyah yang penuh dengan kehangatan ukhuwah dan ruhiyah bukan sekedar wahana untuk pelaporan yang penuh dengan target dan tuntutan. Peralihan marhalah atau tahapan dakwah bukan berarti menghilangkan keceriaan dan kehangatan ukhuwah yang ada. Perluasan cakupan dakwah tidak perlu menjadikan hubungan persaudaraan berubah dan beralih menjadi hubungan organisatoris yang penuh dengan beban, tekanan, dan tendensi. Ikatan hati dan ukhuwah tidak boleh terhapus oleh apapun karena atas landasan ukhuwah itulah kita justru seharusnya saling memperkuat dan terlepas dari ikatan kedudukan dan posisi dalam organisasi dakwah.

Kami ingin memberikan segala yang kami miliki untuk dakwah ini, jiwa, pikiran, harta, dan waktu kami namun kami juga tidak ingin melihat keluarga kami telantar. Tidak mungkin kami membiarkan keluarga kami telantar sementara kami juga dituntut untuk menjadi figur-figur yang terkemuka di mata masyarakat dan lingkungan sekitar kami. Tentu saja kami perlu menampilkan citra sebagai keluarga yang baik untuk menjaga citra kami sebagai orang-orang yang terbina oleh sebuah organisasi dakwah.

Tak perlu kami menghitung cucuran keringat dan air mata bahkan darah yang telah kami tumpahkan ke bumi yang suci dan mulia ini untuk membuktikan rasa cinta kami yang dalam dan tulus kepada dakwah dan tarbiyah ini. Sembah sujud serta rentetan doa selalu kami haturkan kepada Ilahi Robbi agar dakwah dan tarbiyah ini selalu berada dalam naungan, perlindungan, dan ridho-Nya sampai di suatu hari nanti kemuliaan dan keagungannya itu akan tampak di bumi ini.

09 November 2009

Abdel dan Temon Mode On

Sambal

Temon: abis makan sambal kok perut gw jadi mules begini sih.

Abdel: salah sendiri sambal jepit lo makan, mules deh.

Temon: besok2 lagi gw pake kecap deh.

Abdel: cabe deh

Temon: awas lo ya Del

Abdel: tuh kan mulai gertak sambal

Makan Teman

Temon: kenapa kamu diberi nama Walter?

Walter: mungkin karena orang tuaku suka makan wortel.

Temon: kalo kamu, kenapa kamu diberi nama simon?

Simon: mungkin karena orang tuaku suka makan timun.

Walter dan simon: kalo kamu sendiri mon, kenapa dikasih nama temon?

Sambil berlagak mikir Temon menjawab

"jangan-jangan karena orang tuaku suka makan teman ya."

walter dan simon: oohh .. Pantes